Siang yang terik, Gracia duduk sendirian dibangku taman fakultasnya. Matanya yang tajam terus tertuju pada dua sosok yang berada sepuluh meter dari tempatnya. Sambil memainkan botol minumannya yang sudah kosong, meremuknya berkali-kali seolah sedang melampiaskan kekesalannya pada benda tersebut.
Tatapannya terlihat gesit memperhatikan setiap pergerakan dua orang itu, sesekali mendengus pelan kala tangan salah satu sosok itu mendarat dikepala sang lawan bicara, mengelusnya dengan sayang, bahkan mencubit dan memainkan pipinya. Entah bagaimana sudah bentuk dari botol itu.
Gracia berdiri dan melempar asal botol tersebut masuk kedalam tempat sampah, lalu melirik seseorang yang kini sudah berjalan menghampirinya.
"Mau makan apa?" Renata menarik tangan Gracia, berjalan bersama. Gracia tidak menjawab dan malah hanya menatap Renata, membiarkan gadis itu menariknya.
Tidak mendapat respon, refleks Renata menghentikan langkahnya, menatap Gracia dengan bingung. Namun gadis didepannya itu hanya melemparkan tatapan intimidasinya. Hingga sebuah pertanyaan keluar dari mulutnya, "Lo masih suka sama Boy, ya?"
Renata menyerngit, "Enggak." Ia menggeleng.
"Makin hari kayaknya lo berdua makin deket lagi."
"Lo kalo masih sayang dan ragu mau balikan sama dia cuman karna gue, gak usah dipikirin. Gue gak punya hak buat ngelarang-larang lo, jadi ngapain lo harus bergantung sama gue?" Setelah berkata seperti itu, Gracia melepas dengan pelan genggaman tangan Renata dilengannya. Lalu memutar balik tubuhnya hendak pergi meninggalkan gadis itu.
"Gre. Lo ngomong apaan sih?" Renata menahannya. "Gue udah gak ngerasa apa-apa lagi ke Boy. Kita temen."
"Lo kenapa bisa mikir kayak gitu? Gue beneran gak suka lagi sama Boy, bahkan udah lama. Dan kalau boleh jujur waktu masih pacaran aja perasaan gue ke dia emang cuman sebatas temen aja," jelas Renata. Gracia menyerngitkan dahinya bingung.
"Terus kenapa lo nerima dia?" Renata terdiam, hanya menatap Gracia. Tapi kemudian ia memejamkan matanya sebentar.
"Gue punya alasan yang belum bisa gue kasih tau ke lo," jawab Renata lagi. Gracia pun hanya mengangguk sekilas, kemudian berbalik menarik tangan Renata. Gadis itu menghela nafasnya pelan, bersyukur Gracia tidak ngambek dengannya.
Karena perdebatan kecil tadi masalah mantan pacar Renata, kedua gadis itu berakhir ditempat pedagang kaki lima pinggir jalan. Gracia yang memaksa Renata agar membawanya ke tempat tersebut. Renata pun dengan senang hati menurutinya.
Sembari membawakan kerak telor di kedua tangannya, Renata menghampiri Gracia yang sibuk duduk adem dibangku bawah pohon sambil sibuk dengan handphone milik Renata.
"Nih," Gracia menoleh dan tersenyum saat Renata berdiri didepannya, memberikan kerak telor pesanannya. "Makasih, Ta."
Renata mengangguk lalu mengambil tempat disebelah Gracia. Mereka menikmati makanan jajanan kaki lima itu sambil menikmati suasana siang menuju sore ditaman.
"Menurut lo suka sama cinta itu bedanya gimana?"
Renata mengangkat sebelah alisnya dan tiba-tiba tersenyum geli mendengar pertanyaan sahabatnya itu. "Kok lo tiba-tiba banget nanya gitu?"
"Enggak, nanya doang. Jadi menurut lo gimana?"
Renata berdehem sebentar, lalu memutar posisi duduknya menghadap Gracia. "Misal nih, lo kan suka koleksi sepatu. Kalau kita lagi jalan di mall lo sering tuh liat-liat sepatu, nah lo nemu satu sepatu yang lo suka. Udah lo beli kan, tapi seminggu kemudian lo udah bosen sama tuh sepatu dan akhirnya beli lagi."
"Beda lagi kalau sepatu Converse favorit lo, yang biasanya lo pake itu cuman sekali doang dalam sebulan karna takut kotor, itupun lo nyucinya rajin banget walaupun jarang dipake. Bener-bener lo jaga dan lo simpen, ditata rapi dalam lemari biar tetep bersih dan kinclong."
Renata menjelaskan panjang lebar, tapi manusia didepannya itu hanya diam tidak merespon.
"Perumpamaannya yang lain, jangan sepatu."
"Apa dong?"
"Umpama kayak cara lo perlakuin antara gue dan Boy."
Menyerngitkan alis, Renata heran dengan perumpamaan yang disuruh oleh gadis itu. "Kenapa itu?"
"Biar gue lebih paham aja."
Melihat wajah serius Gracia membuat Renata berfikir jika dia memang sedang tidak main-main. Namun, tidak biasanya gadis itu menanyakan pertanyaan semacam ini. Seperti abg yang baru jatuh cinta.
Dan sekarang dia bingung dan gugup.
"Uhm. Gue sama Boy, gue ke dia biasa aja. Sama kayak temen pada umumnya. Ngobrol, main, bercanda, enggak ada sesuatu yang mendominasi."
"Kalau ke gue?"
Renata refleks menatap Gracia, ia menemukan manik cokelat itu menatap dalam pada maniknya. Membuatnya seperti tidak ingin berpaling, hanya ingin fokus pada sorot itu. Seperti terhipnotis, menuntutnya untuk berbicara.
"Gue selalu mau dekat sama lo, pengen ngejagain lo apapun yang terjadi. Gue bakal ada disisi lo apapun keadaannya, bakal ngebelain lo mati-matian. Gue bahkan rela dan ikhlas kalau suatu hari gue harus mengorbankan diri gue demi lo, Gre."
Gracia tiba-tiba merasakan kedua pipinya memanas. Tatapan mata Renata bersama dengan semua ucapannya, membuat sesuatu seperti menggelitik perutnya. Kata-kata yang manis menurutnya. Ia tidak menyangka gadis didepannya tersebut berkata seperti itu padanya.
Sedangkan Renata yang langsung tersadar seketika mengalihkan pandangannya. Anjir, gue ngomong apaan?
Merasa suasana yang sedikit awkward, Renata pura-pura mengecek handphonenya. Dan beruntunglah, ia melihat notifikasi dari kakaknya itu masuk sepuluh menit yang lalu.
"Dimas udah landing, ayo kita jemput." Renata segera berdiri dan hendak berjalan lebih dulu.
"Nata."
Renata langsung menghentikan langkahnya dan melihat Gracia sedang berjalan mendekatinya. Gadis itu tersenyum lebar entah kenapa. Tiba disebelahnya, Gracia menautkan jemarinya bersama jemari Renata.
Renata kemudian melihat kearah tangannya yang sudah menyatu dengan tangan Gracia, tanpa ia sadari kedua sudut bibirnya terangkat. Gracia memang sudah sering menggandengnya seperti ini, tapi entah kenapa yang ini terasa berbeda.
"Ayo, sayang."
Renata mengulum bibirnya dan Gracia yang sudah tertawa geli.
Tiba di bandara, kedua gadis itu segera menghampiri di tempat Dimas menunggu mereka. Dari kejauhan mereka melihat sosok laki-laki itu sedang duduk menunggu. Renata segera menarik tangan Gracia agar mendekat.
"Dimas."
Dimas mengalihkan pandangannya dari handphone, langsung mendapati dua orang gadis yang sudah berdiri disebelahnya. Ia kemudian berdiri dan menyimpan benda perseginya kedalam saku Coat nya.
Renata lebih dulu maju dan masuk kedalam pelukan kakaknya yang sudah satu setengah tahun itu tidak pulang. Berpelukan lama saling melepas rindu.
Lalu setelah itu bergantian dengan Gracia. Dimas mengacak rambut gadis itu, "Padahal dulu lo pendek banget, sekarang udah gede aja," ujarnya pelan membuat Gracia mendengus.
"Dikira gue gak bakal tumbuh apa." Renata dan Dimas tertawa geli mendengarnya.
Setelah itu mereka pun bersikap untuk pulang. Tapi Dimas bilang dia ingin kerumah Gracia lebih dulu, ingin bertemu kedua orang tuanya. Jadi Renata membelokkan mobilnya menuju kediaman Kertawijaya.
Tbc....
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Us || gxg (End)
Teen Fiction"Ta, lo anggap gue apasih?" "Ya sahabat lah, emang apa lagi?" "Sahabat? Jadi selama ini yang kita lakuin cuman sebatas sahabat doang?" "Gre. Lo berharap apa sama hubungan kita?" "Gue yakin lo punya rasa yang sama kayak gue." "Tapi lo tau kan gi...