"Gak bisa gitu dong, bu. Dari awal emang ibu yang salah, ibu salah ambil jalur, mana ngebut-ngebut lagi." Gracia jelas tidak mau kalah, ia ngotot jika ibu itu yang bersalah.
"Emang jalan ini punya kamu aja? Mentang-mentang pakai mobil, gak liat motor saya juga lecet? Untung saya gak ikut lecet. Kamu gak tau suami saya, ya? Suami saya seorang polisi."
"Saya gak perduli mau suami ibu polisi kek, tentara kek, pokoknya saya mau ibu seenggaknya minta maaf kalau emang gak mau ganti rugi."
"Saya gak akan minta maaf apalagi ganti rugi."
Gracia makin naik pitam, wajahnya hampir memerah, jika tidak ingat jika yang ia hadapi orang yang lebih tua darinya mungkin Gracia sudah gelap mata sejak tadi. Renata hanya cengo melihat cekcok antara Gracia dan ibu-ibu pengendara motor tersebut. Hal itu menjadi tontonan seru untuk orang-orang sekitar.
Saat ibu tersebut hendak naik kembali ke motornya Gracia menahannya dengan cepat. "Bu, masalah kita belum selesai. Ibu harus selesaikan atau saya bawa ini ke pihak berwajib."
"Tolong sopan sedikit, saya lebih tua dari kamu."
"Ibu itu seharusnya sadar diri, istri polisi kok gak mau ngaku salah dan tanggung jawab?"
"Kamu gak diajar sopan santun ya sama orang tuamu? Anak kurang ajar, ngomongnya gak sopan banget sama orang tua."
"Gak usah bawa-bawa orang tua saya, saya juga gak akan ngomong kayak gini kalau ibu punya kesadaran diri. Saya cuman minta ibu buat minta maaf, saya gak nuntut ganti rugi."
"Berani kamu sama saya? Mau saya laporin ke suami saya?"
Renata menarik Gracia dengan pelan, "udah lah, Gre. Malu diliatin orang." Ia berbisik pelan pada gadis itu.
"Bentar, Ta, gue gedeg banget sama nih ibu-ibu."
"Udah biarin aja daripada panjang urusannya, nanti gue yang bawa mobil lo ke bengkel,"
Pada akhirnya Gracia membiarkan ibu itu pergi. Sudah tidak mood Gracia masuk ke kursi penumpang, Renata yang mengerti posisinya pun beralih ke kursi kemudi. Wajahnya berubah masam dan sangat flat, Gracia bete abis. "Ngeselin banget, anjing. Kok galak-an si ibu itu sih? Jelas-jelas dia yang salah," tidak ada habis-habisnya ia berdecak sebal, emosinya benar-benar dikuras.
"Shutttt, udah-udah..." Renata menutup mulut Gracia dengan sebelah tangannya namun langsung ditepis oleh gadis itu. Sumpah, Gracia lagi mode senggol bacok sekarang. "Lo juga kenapa diem aja, gak ngebantuin gue."
Kalo gue maju yang ada gue yang kena hantam. Batin Renata.
"Gue—"
"Diem dulu, Ta. Gue lagi sebel banget."
Renata menurut dan menutup mulutnya rapat-rapat, tidak ada yang bisa ia lakukan, biarkan Gracia mengontrol emosinya lebih dulu. Akhirnya mereka hanya diem-dieman sepanjang jalan. Renata memutar otaknya mencari cara agar dapat mengembalikan mood gadis itu, lantas ia membelokkan setirnya. Gracia masih diam, tidak perduli kemana Renata akan membawanya, jiwanya masih tertinggal dipinggir jalan dimana dia cekcok dengan ibu-ibu beberapa saat yang lalu.
Hampir lima belas menit berlalu mobil pun berhenti. Gracia melirik ke sekitarnya dan baru menyadari dimana dirinya sekarang, jiwanya perlahan kembali.
"Tunggu disini, gue gak akan lama," titah Renata. Gadis itu turun dari mobil meninggalkan Gracia sendirian yang menatapnya penuh keheranan.
Ia pun menunggu didalam mobil selama sepuluh menit, hingga Renata kembali. Renata membuka pintu mobil, "turun," titahnya lagi dan Gracia hanya menurut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Us || gxg (End)
Teen Fiction"Ta, lo anggap gue apasih?" "Ya sahabat lah, emang apa lagi?" "Sahabat? Jadi selama ini yang kita lakuin cuman sebatas sahabat doang?" "Gre. Lo berharap apa sama hubungan kita?" "Gue yakin lo punya rasa yang sama kayak gue." "Tapi lo tau kan gi...