Renata terbangun dari mimpi buruknya. Renata bersumpah itu adalah mimpi terburuknya yang pernah ada. Dahi dan bajunya basah karena keringat. Ia melihat kearah jam yang menunjukkan pukul setengah empat sore. Sudah berapa lama ia tertidur?
Renata berpindah ke kursi rodanya. Sekarang hampir dua bulan keadaan kaki dan tangannya sudah mengalami perkembangan meski masih sedikit, Renata harus lebih sabar lagi. Ia menghampiri Vanilla yang sedang menjilati tubuhnya diatas sofa.
Renata memang membiarkan Vanilla berkeliaran dikamarnya bahkan tidur.
"Vanilla laper gak?" Tangannya mengelus pelan bulu halus Vanilla. Hewan berbulu itu langsung mengeong manja dan menggosokkan tubuhnya ditangan Renata.
"Tapi makanan kamu abis. Ntar ya, kita suruh om Dimas beliin kamu makanan." Renata terkikik akan ucapannya sendiri. Sejak mengadopsi Vanilla ia jadi terbiasa melakukan hal-hal yang dilakukan para pecinta hewan, seperti menganggap peliharaan mereka tersebut sebagai anak mereka sendiri.
Padahal sebelumnya Renata sama sekali tidak pernah memelihara hewan dirumahnya dan ia lebih menyukai anjing daripada kucing. Tapi karena Gracia menyukai kucing ia pun menyukainya.
Renata kembali membiarkan Vanilla melakukan aktivitasnya sendiri dan ia pergi keluar dari kamar. Ia mendapati Dimas sedang berkutat dengan laptopnya diruang tengah.
Melihat Renata yang melewatinya Dimas pun menoleh. "Mau ngapain? Gue bantuin nggak?"
"Gak papa, gue bisa." Balas Renata.
Ia pergi ke dapur dan mencari sesuatu yang bisa ia makan. Ia menemukan beberapa snack yang dibeli oleh Gracia seminggu yang lalu yang belum ia makan.
Berbicara tentang Gracia, gadis itu masih menikmati waktu 'sendiri' nya. Renata pun tidak berani untuk menghubungi Gracia, mungkin benar gadis itu memang hanya butuh waktu, Renata akan menunggunya.
Tidak dapat dipungkiri Renata sudah rindu, berhari-hari tidak melihatnya membuat Renata menginginkan gadis itu sekarang juga. Ketika Gracia datang Renata berjanji akan meminta maaf padanya. Ia merasa sangat bersalah karena telah bertindak keterlaluan hari itu.
Renata membawa beberapa snack dan minuman kembali ke kamarnya. Ia merasa kelaparan karena tertidur lama sekali, ditambah mimpi konyol yang ia alami tadi.
Ketika sampai dikamarnya, Renata menuju ke balkon dikamarnya.
Suasana sore yang cerah benar-benar mendukung, Renata memandang sinar jingga matahari yang perlahan hendak menyembunyikan dirinya dan akan digantikan dengan sinar terang rembulan dan bintang. Pemandangan itu menghangatkan hatinya. Fikirannya langsung tertuju pada Gracia.
Mengapa Gracia belum menghubunginya juga?
Renata memegang laptopnya yang dia ambil dari kamarnya tadi. Haruskah ia yang menghubunginya lebih dulu?
Sesuatu bagian dalam tubuhnya memaksa Renata untuk melakukan hal itu, tidak perduli jika ia akan mendapatkan respon yang tidak diharapkan namun Renata harus melakukannya.
Ia kemudian mengsinkronkan beberapa media sosialnya disana dan hendak memberi pesan pada Gracia.
Namun notifikasi dari email nya menghentikan niat sebelumnya.
1 Email masuk dari Gracia.
Dengan cepat Renata mengarahkan kursor nya kesana dan mengkliknya.
Email masuk dari Gracia kini terpampang jelas didepan Renata. Kalimat-kalimat itu diketik panjang sekali membuat Renata tidak bisa tidak membacanya dengan segera.
To: Renata
Heyy, i know we're not fine right now. Gue masih takut buat ketemu sama lo Nata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Us || gxg (End)
Teen Fiction"Ta, lo anggap gue apasih?" "Ya sahabat lah, emang apa lagi?" "Sahabat? Jadi selama ini yang kita lakuin cuman sebatas sahabat doang?" "Gre. Lo berharap apa sama hubungan kita?" "Gue yakin lo punya rasa yang sama kayak gue." "Tapi lo tau kan gi...