"Pelan-pelan aja, mas." Ucap Gracia pada seorang perawat pria yang sedang menggendong Renata turun dari kasur dan didudukkan di kursi roda. Gracia meringis kecil melihatnya.
Hari ini Renata sudah diperbolehkan pulang. Meski Gracia sempat memberitahu untuk menunggu sekitar seminggu lagi namun Renata menolak dan memaksa akan pulang.
"Terima kasih, mas." Ucap Gracia lagi pada perawat-perawat tersebut.
Kemudian ia mendorong kursi roda Renata dan menenteng satu tas ditangan kirinya.
Renata terlihat senang, akhirnya ia bisa melihat dunia luar setelah berminggu-minggu berada dalam ruangan sambil terbaring. Gracia tersenyum kecil.
Didepan rumah sakit Gracia sudah memesan taksi untuk mengantarkan mereka kembali ke apartement Renata.
Ia meminta supir taksi untuk membantunya menuntun Renata masuk kedalam mobil.
••••
Akhirnya mereka tiba di apartement Renata. Gracia mendorongnya dengan kursi roda sampai kedalam apartement.
"Akhirnya," Celetuk Renata setelah ia akhirnya kembali melihat seisi rumahnya.
Gracia tersenyum. "Tunggu sebentar," ucapnya kemudian berjalan kearah kamar Renata untuk menaruh barang-barang mereka.
Tidak lama kemudian Gracia kembali. "Mau makan dulu gak? Udah siang, obatnya belum diminum." Gracia hendak mendorong kembali kursi roda Renata menuju dapur namun ditahan oleh gadis itu.
"Gue belum laper."
"Terus mau ngapain? Ke kamar aja kalo gitu biar lo istirahat."
"Ya tuhan, Gre, gue mau nafas lega dulu sebentar napa?" Kesal Renata. Sudah terkurung di rumah sakit apakah sekarang ia harus terkurung dirumahnya juga? "Duduk disana yuk," ajak Renata menunjuk balkoni nya yang dibatasi dengan kaca besar dari ruang tengah.
Gracia pun akhirnya menurut kemudian mendorong kursi roda Renata menuju balkoni. Dibalkoni terdapat sofa nyaman tempat mereka berdua sering bersantai dan mengobrol. Gracia memberhentikan kursi roda Renata disebelah sofa dan Gracia duduk disofa.
Kini mereka pun sibuk memandangi pemandangan ramainya ibukota yang padat. Banyaknya gedung-gedung pencakar langit, orang-orang berlalu lalang dan juga kendaraan berbaris dijalanan raya, suara riuh manusia dan klakson kendaraan menjadi pengisi keheningan mereka.
Renata menikmati pemandangan didepannya. Lain hal nya dengan Gracia, gadis itu tengah bergelut dengan pikirannya sendiri. Haruskah ia membahas hubungan mereka sekarang? Haruskah ia memberitahu tentang Tino yang menentang hubungan mereka?
Apa yang akan Renata lakukan kalau gadis itu tahu?
Apakah mereka akan menyerah sekarang?
Lalu bagaimana dengan mereka?
Bagaimana kalau ia dan Renata tidak dapat melawan?
Otak Gracia terlalu banyak dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan serupa. Dirinya sudah terlalu banyak memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.
"Is something bothering you?"
Ya, Renata akan selalu tahu. Mau sekeras apapun usaha Gracia untuk menutupinya namun Renata selalu tahu mimik wajah gadis itu ketika sesuatu sedang mengganggu dirinya.
Gracia menggeleng pelan dan tersenyum, berusaha untuk terlihat meyakinkan. "Not something important," jawabnya.
Renata menatap wajah Gracia dari tempatnya. "Gue ngerasa kalo ada suatu hal yang lo sembunyiin dari gue tapi gapapa kalo lo belum mau cerita. But what you should know is that i'll always be here for you, okay?" Renata menggenggam tangan Gracia diatas pahanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Us || gxg (End)
Teen Fiction"Ta, lo anggap gue apasih?" "Ya sahabat lah, emang apa lagi?" "Sahabat? Jadi selama ini yang kita lakuin cuman sebatas sahabat doang?" "Gre. Lo berharap apa sama hubungan kita?" "Gue yakin lo punya rasa yang sama kayak gue." "Tapi lo tau kan gi...