Gracia menghampiri Renata dengan membawa dua gelas cokelat panas, mereka bersantai dibalkon apartement. Renata tersenyum, "thanks, babe."
Gracia mengangguk lalu ia duduk disofa disebelah Renata. Ia memeluk lengan Renata sambil menyender dibahu gadis itu. Didepan mereka disuguhkan pemandangan padatnya ibukota pada malam hari.
Keduanya terjebak dalam diam. Gracia memejamkan matanya berusaha untuk menghentikan segala kekacauan yang ada dipikirannya meskipun nihil, ia sangat nyaman berada dibahu Renata.
Sedangkan Renata hanya sibuk memandangi wajah cantik gadis disebelahnya itu. Bulu matanya yang halus walau saling mengatup rapat namun Renata dapat mengingat bagaimana mata hitam itu kala memandang kearahnya.
Keningnya yang berkerut membuat Renata cemas. Entah apa yang sedang mengganggu pikiran gadis itu sampai seperti ini namun Gracia enggan untuk memberitahunya. Renata berusaha untuk mengerti dan memberi waktu untuk Gracia.
Mata itu terbuka lalu menoleh kesamping. Kini wajah mereka begitu dekat, namun tak satu pun dari mereka yang bergerak, seolah wajah mereka kini adalah objek yang paling menarik untuk dipandang.
Senyum Gracia timbul dengan perlahan, dia suka bagaimana cara Renata menatapnya. Penuh kekaguman. Terkadang hal itu dapat membuatnya salah tingkah.
Renata bersumpah bahkan kata cantik pun tidak cukup untuk menggambarkan kecantikan gadis disebelahnya itu. Gracia terlalu indah menjadi dunianya. Sangat hidup dan berwarna.
Renata tidak tahu bagaimana ia sampai pada saat ini, namun Renata tidak pernah berhenti bersyukur telah memiliki Gracia disampingnya. Ketika ia tidak memiliki siapapun namun Gracia selalu ada untuknya, selalu siap membantunya dan menemaninya, seolah nyawa nya ada bersama Renata. Renata tidak akan pernah meninggalkan Gracia apapun yang terjadi, ia sudah berjanji.
Gracia menutup wajah Renata dengan tangannya karena tidak tahan terlalu lama ditatap seperti itu. Renata terkikik geli kemudian mengambil tangan Gracia dari wajahnya dan menciumnya. Gadis itu menyembunyikan wajah salah tingkahnya dengan menyeruput cokelat panas yang ia buat tadi.
Setelah itu ia membiarkan tangannya mengelus Vanilla yang sejak tadi tertidur dipangkuan Renata. Tubuhnya yang mungil meringkuk membungkus tubuhnya sendiri dengan nyaman sembari mendengkur.
"She's so cute," Gumam Gracia dengan gemas sambil memainkan bulu halus Vanilla tanpa mengganggu tidur pulasnya.
"Mamanya juga cute." Celetuk Renata membalas gumaman Gracia. Sedangkan Gracia mendengarnya dan memutarkan matanya.
Tangannya kembali mengelus Vanilla yang membuat hewan kecil itu semakin nyaman dalam posisinya. Wajah Gracia berada didepannya sedang memperhatikan Vanilla, Renata mencuri kesempatan dengan mencium pipi Gracia cepat.
Sang empunya menatapnya dengan mata menyipit. Renata dengan polosnya hanya memperlihatkan deretan gigi rapihnya yang membuat Gracia gemas.
Pen gue terkam tapi kasian anak orang. Batin Gracia menahan.
"Dingin?" Tanya Gracia saat memperhatikan Renata tiba-tiba merapatkan tubuhnya pada Gracia. Sebelum Renata menjawab Gracia sudah lebih dulu melepaskan kardigannya lalu dipakaikan pada Renata.
Meski waktu sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh namun mereka masih nyaman berada disana. Menghabiskan waktu berdua.
"Belum ngantuk?" Tanya Gracia.
Renata menggeleng sambil mengelus bulu Vanilla dipangkuannya. Gracia pun menurut dan kembali menopang dagu memperhatikan Renata dari tempatnya. Dia tidak akan bosan memandang manusia indah didepannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Us || gxg (End)
Teen Fiction"Ta, lo anggap gue apasih?" "Ya sahabat lah, emang apa lagi?" "Sahabat? Jadi selama ini yang kita lakuin cuman sebatas sahabat doang?" "Gre. Lo berharap apa sama hubungan kita?" "Gue yakin lo punya rasa yang sama kayak gue." "Tapi lo tau kan gi...