Ombak menyerbu, saling bersahut-sahutan, saling berkejaran satu sama lain. Angin menerpa hingga membuat beberapa tangkai pohon kelapa disekitar bergerak.
Sudah hampir dua puluh menit lamanya Renata hanya duduk terdiam memandangi ombak-ombak pantai didepannya. Raganya disana namun jiwanya berada ditempat lain. Pikirannya hanya tertuju pada satu orang.
Yang akan selalu berada disana dan di hatinya.
Hari mulai petang namun rasanya Renata masih betah berada disana. Menunggu hingga matahari terbenam. Langit pun berubah menjadi warna jingga, sungguh ciptaan tuhan yang mengagumkan.
Sinar jingga matahari menyinari wajah cantiknya. Namun keindahan itu tidak dapat menimbulkan senyum apapun disana. Tidak ada alasan untuk Renata tersenyum.
Hingga matahari benar-benar bersembunyi bersama sinarnya yang kemudian digantikan dengan gelapnya malam bersama setitik sinar dari bulan yang mulai memunculkan dirinya menggantikan posisi sang surya.
Renata menghela nafas kemudian mengambil tongkatnya yang tergeletak disebelahnya.
Kini tidak ada lagi kursi roda yang menemaninya, hanya dua buah tongkat yang sering membantunya untuk berjalan sejak sebulan terakhir.
Renata memesan taksi untuk kembali ke rumahnya setelah menghabiskan sore hari dipantai yang sudah sering ia datangi beberapa waktu ini.
Ketika Renata sampai di apartement nya, ia masuk kedalam dan langsung disambut oleh Vanilla yang berjalan mendekat kearahnya. Menggosokkan tubuhnya dikaki gadis itu.
Renata tersenyum dan memanggil kucing lucu tersebut kearah sofa. Vanilla mengekori Renata, hingga Renata duduk di sofa dan Vanilla langsung melompat naik keatas pangkuannya, ia meminta untuk dieluskan oleh Renata.
Renata melarikan jemari tangan kanannya dibulu halus Vanilla yang selalu rajin ia bawa ke pet shop untuk melakukan perawatan setiap minggu.
Melihat Vanilla membuat Renata teringat akan seseorang.
Sudah tiga bulan lamanya, Renata tidak pernah mendengarkan kabar gadis itu. Nomor telepon, email, bahkan semua sosial medianya, Renata sama sekali tidak bisa menghubungi satu pun.
Seolah gadis itu sedang menjauhkan dirinya dari Renata.
Renata tidak pernah berhenti memikirkannya. Setiap malam sebelum tidur, ketika ia terbangun dipagi hari, bahkan ia selalu melamun di balkon kamarnya seorang diri, setiap saat Gracia tidak pernah hilang dari kepalanya. Terus bertanya-tanya mengapa gadis itu melakukan hal ini?
Renata sangat merindukannya.
Hari itu Renata memberanikan diri pergi ke rumah Gracia. Gista masih memperlakukannya dengan baik dan sama seperti sebelumnya, seolah tidak pernah tahu tentang masalahnya dan anak sulungnya itu. Tino, papa dari Gracia pun terlihat sibuk dan hanya sempat menyapa Renata sekilas.
Seolah mereka semua tidak pernah menganggap apa yang sudah terjadi sebelumnya.
Tidak ada yang memberitahukan Renata kemana Gracia pergi. Bahkan teman-teman mereka pun juga tidak.
Ketika malam tiba Renata biasanya hanya menyibukkan dirinya dengan membaca, akhir-akhir ini ia suka membaca buku-buku filsafat.
Ia butuh pengalihan agar tidak terlalu memikirkan seseorang yang tiba-tiba saja menghilang darinya.
Namun tetap saja, Renata ingin marah, kenapa dia tidak bisa berhenti memikirkan Gracia?
Kini ia terbaring dikasurnya dengan keadaan lampu yang sudah dimatikan. Malam sudah larut, tapi rasa kantuk bahkan enggan menghampirinya. Ketika Renata menutup mata bayangan wajah cantik seorang gadis muncul kembali. Mengingat bagaimana senyum manisnya yang selalu membuat Renata salah tingkah, suara tawa nya yang mengalun sangat merdu ditelinganya, sentuhan tangan halus itu diwajahnya. Renata membayangkan semuanya dan tidak ada seorang pun yang tahu betapa Renata sangat menginginkan semua itu saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Us || gxg (End)
Teen Fiction"Ta, lo anggap gue apasih?" "Ya sahabat lah, emang apa lagi?" "Sahabat? Jadi selama ini yang kita lakuin cuman sebatas sahabat doang?" "Gre. Lo berharap apa sama hubungan kita?" "Gue yakin lo punya rasa yang sama kayak gue." "Tapi lo tau kan gi...