“Banyak sekali yang harus dipertimbangkan untuk mengungkapkan suatu kebenaran karena memiliki banyak resiko yang membuat orang lain bisa kecewa tapi cepat atau lambat kebenaran akan menang meskipun terkadang awalnya terasa pahit dan susah untuk diterima.”-Agaraya-
Sesampainya di rumah, Raya langsung masuk ke dalam kamarnya, kemudian masuk ke kamar mandi untuk mandi.
10 menit kemudian
Gadis itu keluar dengan kaos kasual panjang, celana jeans, dia menggeraikan rambutnya yang masih basah. Dia menyiapkan buku novel Rain yang dipinjam untuk dikembalikan ke sahabatnya.
Dia baru mengetahui dunia fiksi itu indah berbanding terbalik dengan dunia nyata yang begitu penuh kejutan dan badai seringkali menerpa.
Saat membaca buku itu dia merasa kisah cewek dalam dunia fiksi itu mirip dengannya, rasa iba dan kasian membuat airmatanya mengalir ketika membaca ulang blurb dalam cerita. Semoga saja kisah hidupnya bisa berakhir bahagia seperti dalam novel berjudul Jatidiri Widya.
"Widya elo emang fiksi tapi tahu ga saat membaca kisah hidup elo, semangat gue semakin meningkat. Terima kasih buat si penulis yang sudah menulis cerita berisi kata-kata motivasi membantu hatinya lebih tenang." Monolog Raya terharu membaca kisah dalam buku itu.
Dia duduk di meja belajarnya mengambil alat lukis. Dia melukis seorang gadis berambut panjang tengah melihat jendela dengan wajah tersenyum, tapi matanya menyiratkan banyak sekali luka dan lara yang tersembunyi.
Gadis itu sengaja melukis wajahnya sendiri, dari luar terlihat kuat, tempramental dan selalu tersenyum. Sebaliknya dari dalam terlihat sangat rapuh, retak, patah, dan hancur.
Dengan melukis dia bisa mengekspresikan perasaan tanpa harus melalui lisan.
Waktu menunjukkan pukul 19.00
Dia kini telah usai menyelesaikan lukisan, dia memasukkan ke figura dan di letakkan di atas meja belajarnya.Azan kini telah berkumandang, membuat gadis itu beranjak mengambil wudhu dan menunaikan shalat isya. Selepas itu dia berdoa kepada Allah agar diberikan kekuatan menghadapi kenyataan terasa getir dan pahit, tidak lupa mendoakan kedua orangtuanya diberikan kesehatan, rezeki, bisa berkumpul dengannya di surga kelak.
Dia melihat mukena dan sajadah mengembalikan ke almari. Dia mengambil kunci motor dan novel milik Rain.
Kini dia sudah berada di jalan menuju rumah sahabatnya. Sesampainya disana dia berdiri mematung dan mengetuk pintu. "Assalamu'alaikum."
Mendengar ada yang mengetuk pintu, Rana dan Rani yang tengah bermain di ruang keluarga langsung berjalan menuju pintu depan.
"Pasti Ta, Laya," tutur Rana.
"Iya pasti, biar Lani yang buka," balas Rani.
Rani membuka pintu rumahnya.
"Waalaikumsalam," balas serempak Rana dan Rani.
"Malam Rana, Rani," tuturnya dengan tatapan hangat.
"Kak Lia ada?" tanya Raya.
Kedua gadis kembar itu menggangguk dan berjalan meninggalkan Raya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agaraya [END]
Teen Fiction"𝙺𝚒𝚝𝚊 𝚊𝚍𝚊𝚕𝚊𝚑 𝚜𝚎𝚙𝚊𝚜𝚊𝚗𝚐 𝚒𝚗𝚜𝚊𝚗 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚖𝚎𝚗𝚐𝚞𝚔𝚒𝚛 𝚕𝚞𝚔𝚊 𝚍𝚒 𝚊𝚝𝚊𝚜 𝚍𝚞𝚔𝚊." ㅡ𝙰𝚐𝚊𝚜𝚊 𝙷𝚊𝚛𝚢𝚖𝚞𝚛𝚝𝚒ㅡ Aga dan Raya tidak salah hanya ingin saling menjaga justru berujung kesalahfahaman karena yang salah adala...