67. Patah

116 6 0
                                    

"Disaat keadaan terlalu menyiksa batin dan raga, kepergian akan menjadi hal diinginkan karena terlalu lelah menerima takdir yang menyakitkan."

-Agaraya-
Raya dan Aga kini sudah sampai di Jakarta.

Mereka memasuki gerbang sekolah dengan seulas senyum kebahagiaan.

Mereka bergandengan menuju ruang guru.

Banyak tatapan yang melihat ke arah mereka berdua.

Salah satunya,  Rain mengepalkan kedua tangannya dan menarik tangan Raya secara paksa.

Raya hanya bisa menuruti permintaan Rain tanpa menolak.

Sementara Aga membiarkan mereka berdua begitu agar bisa menyelesaikan masalah. Laki-laki pergi ke ruang guru menuju Bu Yuni untuk menyerahkan piala kejuaraan.

Rain melepaskan tangan Raya dengan tatapan sinis.

"Elo jahat banget Ray, gue gak percaya elo bener-bener nikung gue dari belakang," murka Rain.

Perkataan Rain langsung menusuk ke dalam hatinya seperti belati yang tajam.

Raya mengira semua akan baik-baik saja setelah olimpiade ini selesai, ternyata justru malah semakin rumit dan menyiksa batinnya.

"Enggak Ren, gue sama Aga gak ada hubungan apa-apa selain sahabat palsu karena terikat perjanjian itu," elak Raya.

Rain mengangkat dagunya ke atas. "Kalau gak ada hubungan kenapa sering pelukan dan gandengan tangan? Apakah itu namanya cuman sebatas sahabat palsu, Raya? Gue udah ngasih elo waktu untuk menyadari kesalahan elo, tapi elo justru malah ngelunjak dan melukai hati sahabat elo sendiri," cercanya dengan suara terisak menahan tangis.

"Kalau elo suka sama Aga bilang aja sama gue dari awal, jangan kayak gini di depan mendukung gue sama Aga, di belakang justru menikung," desis Rain dengan mata memerah.

"Gue kira semua akan baik-baik saja, gue gak akan ada rasa sama dia, Ren. Namun, lambat laun semuanya berubah."

"Karena dari awal elo udah bohong jadi berujung runyam kayak gini. Pantaskah ini dinamakan persahabatan kala salah satunya justru lebih percaya kepada orang lain daripada sahabatnya sendiri?"

Rain menghela napas beratnya. "Kalau elo jujur dari awal, gue gak akan berharap lebih soal perasaan gue ke Aga dan mendukung hubungan elo dengan dia. Yang elo lakukan justru menghiahati persahabatan demi asmara itu."

"Setelah ini jangan harap gue bakal bisa jadi sahabat elo karena itu sangat sulit."

Rain memutarkan badannya meninggalkan gadis itu sendirian.

"Arkhhh."

"Kenapa sedetik pun gue gak pernah bahagia? Saat gue udah gak benci sama si cupu. Sahabat  karib gue justru malah meninggalkan gue karena kesalahpahaman ini?" tanyanya tanpa seorang pun yang tahu.

Gadis itu berteriak histeris, segera mungkin pergi dari sekolah untuk pulang sebelum keadaannya makin tidak terkendali.

****

Cahaya bulan menerangi gelapnya malam. Gadis itu duduk termenung di balkon rumahnya untuk menenangkan diri dengan menatap ke atas cakrawala.

"Dunia gue gelap tanpa ada sahabat yang selama ini ada buat gue. Niat baik Aga untuk menjaga gue justru menimbulkan duka di hidup gue," monolog Raya.

Drtt...

Gadis itu mengangkat telepon yang masuk.

Assalamu'alaikum Raya aku mau bicara hal penting sama kamu. Nanti aku jemput ke rumah. Tempatnya di taman seperti biasa.

Agaraya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang