Chapter 2

70.1K 2.1K 18
                                    

"Bapak kenapa ngomong kayak gitu?" Aurel memasang wajah marah karena orang tuanya tidak menolak lamaran dari pria tua yang barusan datang.

"Bapak pikir kamu mau memikirkannya terlebih dahulu, nak." Ucap Hendra.

"Tapi masa Bapak berpikir Aurel mau nikah sama pria tua kayak dia." Aurel masih kesal masa iya nikah sama pria tua.

"Jodoh 'kan gak tahu nak, bisa aja jodoh kamu adalah pria yang barusan kamu bilang tua." Hendra mencoba tetap bersikap lembut ketika Aurel berkata tidak baik mengenai laki laki yang memiliki niat baik untuk melamar Aurel.

"Amit amit ihh..." Aurel langsung masuk ke kamar dengan menghentak hentakkan kakinya.

Aurel melihat adiknya yang sudah tertidur padahal masih jam tujuh malam.

"Kak, ibu boleh masuk?" Ucap Halimah sang ibu.

"Masuk aja." Aurel menyandarkan tubuhnya dengan wajah yang ditekuk.

"Ibu mau bicara sama kamu, Kakak beneran mau nolak lamaran dia? Kakak tahu keadaan kita 'kan? Buat makan aja susah dengan hutang yang semakin berbunga setiap harinya setidaknya kakak bisa pikirkan lagi baik baik semoga aja ini jadi jalan keluar dan Kakak juga bisa menemukan jodoh yang baik. Ibu berharap kakak mendapatkan suami yang bisa membuat kakak bahagia dengan kehidupan yang layak." Ibu Halimah merasa kalau Damar adalah pria yang baik meskipun usianya terpaut sangat jauh dengan Aurel.

"Emang boleh Bu nikah tapi ada tujuan kayak gitu?" Aurel masih tidak ingin menerima Damar karena Aurel ingin menikah dengan pria yang ia cintai.

"Nikah kan harus ada tujuan kalau gak ada tujuan yah buat apa nikah, ibu terserah kakak aja lagi pula kakak yang menjalaninya."

Setelah Halimah pergi Aurel merenung memikirkan keadaan ekonomi keluarganya, Aurel membayangkan bagaimana orang tuanya banting tulang untuk makan tapi hutang tak terbayar berakibat bunganya semakin berkembang.

Aurel harus memilih anatara menerima dan menolak, jika menerima ia akan membantu keluarganya dan jika menolak ia akan membuat keluarganya tetap terpuruk.

***

Tiga hari berlalu dan sekarang Damar sedang duduk menunggu jawaban Aurel, Damar berharap Aurel bisa menerimanya.

"Gimana nak?" Hendra sebagai orang tua memberikan keputusan kepada Aurel sendiri yang Mau menerima atau menolak.

Mengangguk

Semua orang terlihat terkejut melihat Aurel menganggukan kepalanya. Kedua orang tua Aurel tersenyum senang begitupun Damar yang tersenyum bahagia karena gadisnya mau menerima lamarannya.

***

Damar dan Aurel sedang jalan jalan keliling Mal, Damar langsung membawa Aurel jalan jalan saat Aurel menerima lamarannya.

Wajah Aurel begitu bahagia bisa jalan jalan setidaknya Aurel bisa menghirup udara segar dan terbebas dari pekerjaan rumah yang menumpuk.

"Kamu mau beli apa?" Damar dengan ragu ragu memegang pinggang Aurel yang sangat ramping tapi Damar heran kenapa Aurel memiliki dada yang besar sedangkan tubuhnya kurus.

Damar sebagai laki laki bisa melihat Payudara Aurel meskipun Aurel menggunakan kaos oblong yang kebesaran.

"Bolehnya beli apa?" Aurel balik bertanya membuat Damar tersenyum.

"Apapun juga boleh." Damar tersenyum melihat wajah Aurel yang terlihat sedikit kaget tapi bahagia.

"Aurel pengen sesuatu tapi malu..." Aurel mengigit bibirnya merasa malu tapi yang Aurel lakukan membuat Damar merasa ingin melumat bibir Aurel yang digigit itu.

"Pengen apa?" Damar membawa Aurel berkeliling untuk mencari keinginan Aurel.

"Aurel pengen itu." Aurel menunjuk satu barang dengan wajah yang memerah malu sedangkan Damar hanya mengerutkan keningnya.

"Mesin cuci? Kamu gak salah nunjuk?" Damar bingung karena seharusnya Aurel meminta dibelikan perhiasan, make up, atau ponsel mahal tapi Aurel malah menunjuk mesin cuci.

"Aku capek kalau harus nyuci terus jadi mau itu..." Aurel memalingkan wajahnya malu, Aurel merasa kalau dia punya mesin cuci setidaknya bisa mengurangi pekerjaanya.

"Baiklah ayok kita beli, mau apa lagi sekarang?" Damar rasanya bahagia bisa melihat senyum di wajah Aurel.

"Gak ada." Jawab Aurel cepat.

"Jangan kayak gitu setidaknya kita beli sesuatu untuk adik adik kamu terus untuk kedua orang tua kamu juga."

"Jangan itu terlalu merepotkan." Aurel tahu mencari uang itu susah jadi ia tidak ingin memanfaatkan Damar untuk kepentingan keluarganya sendiri

"Mas lagi bahagia setidaknya keluarga kamu juga ikut bahagia."

Aurel hanya mengangguk, Aurel memikirkan ucapan ibunya yang memang benar kalau ia menerima Damar maka semua keluarganya akan mendapatkan kebahagiaan.

***

Setelah lelah berbelanja akhirnya mereka berdua pulang dengan mobil yang mengangkut barang terus mengikutinya.

"Mas harus pulang sekarang juga, titip salam dan minta maaf gak bisa pamit dulu karena Mas ada pekerjaan."

Aurel hanya mengangguk, Aurel mencoba melepaskan sabuk pengaman saat ia akan keluar tiba tiba tubuhnya dipeluk oleh Damar.

Damar yang tak tahan melihat paha Aurel yang terbuka langsung saja memeluknya, Damar merasa ada yang kenyal.

"Lepas..." Aurel mendorong tubuh Damar, meskipun Damar sangat baik tapi bukan berarti Damar bisa menyentuh tubuhnya sembarangan.

"Iya maaf, Mas terbawa suasana." Damar melepaskan pelukannya membiarkan Aurel keluar.

"Mas akan menikahimu secepatnya." Damar tersenyum, ia tidak sabar ingin memeliki Aurel secepatnya.

To Be Continued...

Married with Single DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang