"Pagi, Yah." Aleya menaruh tasnya di sebelah kursi kosong, lalu duduk di samping Andra setelah melewati tempat duduknya.
"Pagi, Al. Semalem kalian berdua ribut, ya? Ayah denger loh dari dalem kamar." Diaz membuka topik obrolan.
"Ya ... gitu deh, Yah," kata Andra sembari mengedikkan bahu dan melirik Aleya yang tengah mengambil sandwich sambil menatap tajam dirinya.
Diaz hanya bisa menggeleng pelan, memaklumi keduanya yang belum benar-benar akur. Entah kapan akur, ia hanya berharap Andra dan Aleya suatu saat nanti akan rukun dan saling menyayangi
"Tumben Aleya jam segini baru ke meja makan," ujar Diaz berbasa-basi.
"Al—"
"Nggak bisa tidur paling dia, Yah," sahut Andra. Ia segera memakan kembali sandwich yang dipegangnya.
"Loh kenapa?"
"Al—"
"Paling sariawan," potong Andra.
"Lo tuh ngeselin banget. Motong ucapan orang itu nggak sopan! gerutu Aleya. Daritadi ucapannya selalu disambar terus oleh laki-laki di sebelahnya ini.
"Daripada lo ngu—"
"Heh, sudah-sudah!" lerainya. "Kalo masih lagi sariawan jangan makan sembarangan dulu, Al." Diaz memperingati.
"Iya, Yah." Aleya mengigit kembali sandwichnya.
Diaz menatap anak kandungnya. "Andra, kamu jangan lupa anter Aleya sekolah. Jangan nemuin pacar kamu dulu."
"Eh, nggak usah, Yah. Aleya bisa sendiri, nanti ngerepotin," tolaknya halus.
"Tuh kan denger, Yah. Dia udah bisa berangkat sendiri," sambar Andra.
Diaz menghela napasnya, sudahlah biarkan mereka urus-urusan mereka masing-masing jika begitu.
Setelah selesai sarapan mereka keluar bersama-sama untuk memasuki kendaraan masing-masing. Langkah ketiganya terhenti begitu melihat Rafael di depan rumah yang bersandar pada badan mobil.
"Rafael?" Aleya membatin begitu Rafael menghampiri.
"Pagi semua!" Rafael menyapa, lalu beralih pandang pada Aleya. " Pagi, Aleya."
"Wah-wah ... ada apa, nih? Rafael jemput Aleya sekolah?" tebak Diaz.
"Iya, Om." Rafael menyahut berterus terang, "Berangkat sama gue yuk, Al?"
Aleya hanya terdiam, tidak membalas ucapan Rafael. Ia sangat tidak nyaman dengan sikap Rafael hari ini.
"Aleya? Kok Rafaelnya dicuekkin. Temen kamu ajak ke sekolah bareng loh itu," ujar Diaz.
Tangan Andra tiba-tiba meraih lengan Aleya membuatnya sedikit terkejut dengan perlakuannya. "Biar Aleya berangkat sama Andra aja, Yah." Andra menyela ucapan Diaz.
"Bukannya tadi—"
"Andra sebagai kakak harus jagain Aleya dari siapapun termasuk cowok yang lagi deketinnya," sindirnya langsung. Andra langsung berpamitan dengan sang ayah dan menarik Aleya masuk ke dalam mobil.
"Maafin sikap Andra dan Aleya ya, Rafael. Mereka berdua memang suka begitu. Kadang ribut, kadang juga baikan, perhatian kaya tadi." Diaz menjelaskan begitu tidak enak hati sebab Rafael jauh-jauh dari rumahnya menjemput Aleya.
Sementara kondisi dua orang yang baru saja masuk mobilnya hanya saling diam. Aleya sebal dengan Andra yang sangat memaksanya meskipun Aleya bisa terhindar dari sikap Rafael yang seperti mendekatinya.
"Lo marah? Udah gue bantuin juga," cibir Andra.
"Gue marah bukan karna itu," timpalnya membuang muka masih melihat ke arah luar jendela mobil dari dalam bagaimana Rafael tengah berbicara dengan Diaz.
KAMU SEDANG MEMBACA
GALANDRA (ON GOING)
Ficção AdolescenteMenjadi mahasiswa unggulan dan idaman para gadis tidak membuat Andra menjadi sosok playboy di kampusnya, bahkan dari ribuan mahasiswi Sevielle ia malah lebih baik mengencani Gaby, sahabatnya sendiri. Liburan semester genap yang seharusnya menjadi w...