15| Artificial Respiration

266 10 0
                                    

Vote Commentnya dulu yuk!

Happy Reading!
2500kata lho! Makanya updatenya lama😀

* * *

Sang pemandu segera memeriksa dengan mendekatkan telinganya di antara mulut dan hidung Aleya. Tidak ada hembusan napas yang terasa, ia pun beralih memegang tangan untuk mengecek denyut nadinya selama 10 detik. Sama sekali tidak ada juga.

Langkah selanjutnya yang harus dilakukan kini adalah memompa dadanya melakukan resusitasi jantung paru-paru atau dikenal dengan istilah Cardiopulmonary resuscitation (CPR) sebanyak 30 kali dengan rata-rata kecepatan 100 kali tekanan per menit.

"Lo semua sebenernya nanya nggak sih Aleya bisa berenang apa, nggak?" Nada suara Neo kali ini terdengar ketika angkat bicara. Matanya tertuju pada Andra yang terdiam menatap Aleya terbaring di atas perahu tak berdaya. "Lo juga, Dra. Brengsek lo!"

"Atas dasar apa lo ngatain gue brengsek?" protesnya tak terima diberi label seperti itu.

"Lo yang ngajak dia ke sini, nyuruh dia ikut main sama kita tapi lo nggak bisa jaga dia dengan baik karna sibuk sama pacar lo itu. Mending nggak usah lo ajak Aleya sama sekali."

"Eh udah-udah!" Raka melerai.

"Kalo gue tau juga, gue udah nuker nyawa gue buat Aleya duluan." Andra mendekati pemandu yang masih memberi CPR. "Gimana, Pak?"

"Saya akan kasih nafas buatan apabila tindakan CPR tidak berhasil."

"Biar saya aja, saya yang bertanggung jawab penuh tentang dia."

Pemandu tersebut hanya mengangguk. Ia bergerak mundur untuk memberi ruang pada Andra memberi nafas buatan sebagai langkah terakhir.

Andra pelan-pelan mencoba mendongakkan kepala Aleya dengan mengangkat sedikit dagunya, kemudian menekan hidung dan meniupkan udara  sebanyak dua kali dalam satu detik ketika bibir keduanya bertemu secara bersilangan.

Tangan Gaby hanya bisa mengepal di dalam air sana, selama berpacaran belum pernah bibirnya dengan bibir Andra bertemu. Itu semua karena Eva selalu melarang untuk berpacaran melebihi batas dan kalau sampai itu terjadi Eva alan mengancam Gaby pindah kampus agar tidak bisa bertemu Andra, maka dari itu ia tidak pernah melakukannya.

Setelah beberapa saat melakukan nafas buatan, tubuh Aleya merespon dengan dirinya terbatuk mengeluarkan cairan dari dalam mulutnya.

Tubuh Andra terduduk di samping Aleya terbaring. Ia menghela napas lega karena Aleya sudah sadar sekarang. Kalau tidak, mungkin dirinya tidak akan memaafkan diri sendiri dengan kejadian apa yang telah terjadi.

Setelah Aleya sadar, semua orang menaiki perahu agar cepat pulang menuju daratan. Mentari sore hari mulai melambat turun menuju ufuk barat sehingga awan putih yang menyebar seolah terlihat berwarna jingga kekuningan.

Kegiatan mereka liburan kali ini telah selesai, pemandu wisata meminta maaf berkali-kali telah lalai menjalani tugasnya tapi semua orang tidak menyalahkannya karena ia sudah melakukan tugas tersebut sebisa mungkin.

"Kita ke rumah sakit, ya?"

Lagi-lagi Andra mengajak Aleya terus ke tempat yang sangat tidak ia senangi. Ia terlihat sangat khawatir sejak tadi, selama perjalanan pulang dirinya tidak henti menanyakan kondisi Aleya, ingin ke rumah sakit kah, ingin makan apa kah, apapun yang Aleya mau Andra mendadak akan turuti.

"Gue baik-baik aja," gumamnya sembari menonjok bahy Andra sehingga menciptakan suara ringisan pelan darinya. "Lo jangan parno kaya gue mau mati sekarang, deh!"

GALANDRA (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang