AN-41

3.4K 91 0
                                    

• MANSION WESLEY

Alvano memilih untuk pindah kekota California, itu lah pilihan Nadin. Ia selalu menuruti kemauan istrinya itu, dan juga Arsen ingin bersekolah disana. Jadi, Alvano mengangguk saja, hanya sekali jentik kan jari semuanya beres. Aman terkendali.

Jangan lupakan kekayaan Alvano dinegaranya. Seorang pengusaha muda terkaya, tertampan, ter uh– sangat sangat tidak bisa dirangkai dengan kata kata. Bayangkan saja visual nya, sudahlah, intinya Nadin beruntung! Sangat, sangat beruntung! Alvano pun juga begitu, ia sangat beruntung memiliki Nadin.

Keinginan nya terwujud akan bertemunya lagi dengan Nadin. Ia tidak menyangka, gadis yang selama ini ia cari sudah berada didalam genggaman nya. Walaupun sempat ada penganggu waktu itu, tapi yang namanya Alvano jika dia berkata itu 'miliknya' ya tetap saja itu 'miliknya'.

Siapapun yang menganggu keluarga kecilnya, Alvano tidak segan segan menjatuhkan orang itu sejatuh jatuhnya. Itulah akibat jika ingin bermain main dengan Alvano Addison Wesley!

"Sayang," panggil Nadin dengan suara yang mengalun indah dipendengaran Alvano.

"Kenapa sayang, hm?" tanya Alvano menarik Nadin duduk dipangkuannya.

"Malam ini dingin sekali," kata Nadin memeluk dan menenggelamkan kepalanya yang sekarang berada dileher Alvano.

"Sudah tau dingin, bajunya begini" ucap Alvano menatap Nadin yang kini memakai tanktop dan hotpants. Pakaian sexy itu sudah terbiasa dilihat Alvano, namun ketergodaan nya yang tidak biasa.

Setelah melahirkan Arsen, tubuh Nadin masih tetap seperti sedia kala. Tubuh tinggi model terkenal itu masih seperti sekarang, dan akan selalu begitu. Walaupun Nadin akhir akhir ini makan banyak, ia tetap menjaga postur tubuhnya. Kadang kadang juga tidak dia pikirkan, jika dia sudah makan.

"Jangan terlalu keseringan memakai pakaian seperti ini," ucap Alvano memperingati.

Kini Nadin beralih menatap mata suaminya itu dari dekat. "Memangnya kenapa? Kamu tergoda?" ucap Nadin menerka nerka dengan tawa nya yang pecah.

"Of course, baby" resah Alvano mengusap wajahnya kasar membuat Nadin lagi lagi terkekeh pelan.

"Arsen kemana? Dari tadi kepala nya gak muncul muncul," tanya Alvano sembari terus mengelus kepala Nadin dan sesekali mengecupnya.

"Dia ada dikamarnya. Lagipula, dia tidak pernah menganggu kita kan?" jawab Nadin membuat mereka berdua tergelak tawa.

Mereka bangga Arsen tumbuh menjadi anak yang baik, walau kadang harus bercanda dengan Daddy nya. Arsen memang anak yang rajin, pintar, dan dapat diandalkan. Sungguh bawaan Alvano sekali! Ketampanan Alvano sedikit dicuri Arsen. Arsen tidak pernah masuk sembarangan kekamar orangtua nya, karena menurutnya itu privasi Daddy dan Mommy nya. Jadi, dia tidak mau mengganggu.

Sifat nya pun sama seperti Alvano. Terlihat cuek dan tak tersentuh, namun memiliki hati peduli. Sifat peduli itulah sifat dari Nadin. Jikalau ia ingin meminta sesuatu, ia pasti akan ketuk pintu dulu. Sungguh, anak mereka sangat sopan dan tidak blak blakan. Tidak nakal juga, membuat kedua orangtua itu menjadi terasa aman. Karena hampir setiap hari Arsen hanya belajar, dan berdiam diri didalam mansion, sesekali ia bermain dengan Daddy dan Mommy nya.

Arsen menyayangi mereka berdua. Saking sayang nya Arsen, ia tidak mau mengganggu waktu kedua orangtua nya untuk ber romantic. Arsen tidak mengenal kata cinta, tapi dia juga tidak peduli.

Oke. Itulah Arsen anak mereka. Copy pastean Alvano.

"Aku mau pasta," ucap Nadin sedikit merengek.

"Bentar, aku suruh pelayan bawa kesini" Alvano melonggarkan sedikit pelukannya untuk mengambil ponselnya diatas meja.

Saat ini mereka berada diatas balkon kamarnya, menatap bintang dan bulan yang menghiasi langit malam. Sedikit angin dan pemandangan kota dibawah sana terlihat dari pembatas balkon jendela kaca full itu.

"Permisi, Tuan" ucap pelayan itu menunduk sopan barulah ia masuk membawa troll makanan.

"Dibalkon Bi," ucap Nadin setengah teriak.

Baru saja pelayan itu akan menurunkan makanan satu persatu dari troll, Nadin menahan tangan pelayan itu dan tersenyum ramah.

"Biar Nadin aja Bi," ucap Nadin yang kini sudah terlepas dari pelukan Alvano. Sementara Alvano yang melihat gerak gerik istirnya itu hanya bisa menghela napas pasrah. Oh ayolah ia hanya tidak ingin Nadin merasa lelah.

"Tidak Ny. Biar saya saja," balasnya tidak enak menatap takut kearah Alvano. Apalagi pelayan ini masih terbilang mudah, bisa saja Alvano memarahinya kan?

"Nadin aja Bi, gapapa.." balas Nadin tersenyum ramah membuat pelayan itu kebingungan sekarang sambil melihat Nadin menurunkan semua makanan dari troll.

"Troll nya bisa kamu bawa sekarang. Dan jangan lupa bawakan makanan untuk Arsen ke kamarnya" ucap Alvano dengan suara baritonnya.

Pelayan itu mengangguk lalu menunduk hormat setelah itu dia cepat cepat keluar dari sana dan kembali menutup pintu.

"Sayang, pelayan nya jangan dimarahi ya?" pinta Nadin melihat raut wajah Alvano menatap tidak suka kepada pelayan yang tadi.

"Aku tidak janji, sayang" balas Alvano mengelus rambut surai sang istri.

"Lagipula aku sendiri yang mau menurunkan makanan itu, karena aku mau melayani suamiku ini," ucap Nadin tersenyum hangat sembari mengelus rahang tegas suaminya.

Melihat kelembutan hati Nadin, membuat Alvano menghangat. Ia pun mengangguk pasrah dan tersenyum. Nadin dengan senang hati kembali duduk dipangkuan Alvano, dan menyuapinya makanan.

"Yang minta pasta siapa, yang makan juga siapa?" heran Alvano melihat Nadin dengan lahapnya memberi ia makan pasta dan pancake.

"Aku kan cuma bilang 'mau' bukan 'makan' iyakan?" ucap Nadin terkekeh geli melihat Alvano geleng geleng kepala tidak percaya.

"Bisa begitu ya sayang?"

Nadin mengangguk dan terus menyuapi Alvano. Setelah merasa kenyang, Alvano mengambil alih dan sekarang ia yang menyuapi Nadin. Melihat sedikit noda coklat bekas cake, Alvano mengecup lembut sudut bibir Nadin membuat sang empu sedikit tersentak.

"Manis, sayang." bisik Alvano.

Karena dirasa tidak cukup, Alvano langsung menyambar bibir ranum itu sehingga Nadin kaget hampir terjungkir kebelakang, dengan cepat Alvano merengkuh pinggang Nadin dan lebih mendekatkannya pada tubuhnya.

Alvano pun melepaskan ciuman itu meski sedikit tidak rela, ia mengusap pipi Nadin dengan tangan kekarnya dan tersenyum lembut. Merasa malu, Nadin langsung menyembunyikan wajahnya diceruk leher Alvano dan memeluknya erat erat.

Tiba tiba Alvano menggeram merasakan ada yang mengecup lehernya. Siapa lagi kalau bukan Nadin. Alvano pikir itu hanya kecupan sekali, tapi sepertinya tidak. Nadin sengaja memancingnya, buktinya kecupan itu tidak berhenti.

Shit!

Nadin tau Alvano menginginkan lebih, tapi suaminya itu tidak ingin membuat Nadin lelah. Ia rela menahannya karena Nadin harus istirahat, ahh Alvano suami yang pengertian batin Nadin.

Alvano masih berusaha terdiam, hingga ia merasa ada pergerakan dari Nadin. Apa lagi itu!? Nadin masih terus mengecup lehernya sembari membuka kancing kemeja putihnya.

"Kamu sepertinya sudah mulai berani memulainya?, hm?" ucap Alvano berusaha tenang.

"Aku tau kamu menginginkan lebih. Lakukan lah, sayang." balas Nadin kini menatap manik mata Alvano yang menggelap sembari mengelus rahang tegas itu.

"Of course baby. Jangan menyuruhku berhenti." balas Alvano menyeringai mengeluarkan smirk diwajahnya.

Terjadilah malam yang panas!

•••

💅SEKIAN. TERIMAKASIH💚💚💚






HUSBAND [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang