AN-53

2.6K 88 0
                                    

"Yang benar saja!" ucap Nadin menyentak meja dihadapannya.

"Lakukan saja apa yang Bunda dan Mama mu ini katakan."

"Apakah begini cara kalian membujuk Al waktu itu?" tanya Nadin penuh seilidik. Bagaimana pun, Nadin masih tetap merasa bersalah pada suaminya yang sama sekali tidak mempunyai salah apa apa. Ditambah lagi Alvano dengan susah payah mencarinya. Ah, Nadin merasa sangat berdosa.

"Ekspresi mu sama saja dengannya. Terlihat ragu dan berat dengan rencananya," mereka tertawa geli.

"Sebenarnya aku sudah membuatnya marah," ucap Anna tiba tiba membuat kedua wanita yang disayanginya menyerngit tidak mengerti.

"Sejak kapan?"

"Baru saja, sekitar sejam yang lalu." jawab Anna tertunduk lesu.

"Lihatlah! dia tidak ingin menghubungiku lagi, padahal dia sangat sering menghubungiku. Bahkan saat sedang rapat, dia masih sempat sempatnya mengirimkanku pesan." lanjutnya menunjukkan log panggilannya.

"Kenapa juga kau marah pada suamimu, sayang?" tanya Mama diangguki Bunda meminta penjelasan.

"Ada nomor yang tidak dikenal menghubungi nomor Al tadi pagi." jawab Anna datar dengan wajah jengkelnya.

Kedua wanita paruh baya itu tertawa geli dan mengetuk ngetuk meja sebagai tanda bahwa mereka sungguh tergelak.

"Itu nomor suruhan kami," ucap mereka tidak merasa bersalah.

Anna menatap mereka dengan mata membulat. "Maksudnya?"

"Kami memang sengaja. Dan Mama tau kau sangat marah jika mengetahui hal itu, benar bukan?" ucap Mama Anna.

Anna masih menatap mereka dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Berhasil bukan?"

"Ya! Kalian berhasil membuatku akan duduk dikursi pengadilan Mommy!!!" ucap Anna tersirat nada kecewa.

Bunda menggelang cepat menanggapi perkataan menantu kesayangannya. "Tidak. Alvano tidak akan pernah menceraikanmu, semarah apapun dia, karena dia akan kembali padamu sayang,"

"Itu benar, sayang. Tenang saja,"

"Baiklah. Jika saja ini semua bukan untuk itu, aku tidak akan mau. Tapi, sepertinya akan menyenangkan." pasrah Anna mengangkat tangannya.

•••

Malam ini sangat sepi. Suara deru mobil berhenti didepan teras mansion, Alvano menyerngit kala tidak ada yang menyapanya sepulang dari kantor. Dia ingat, ternyata sempat berkonflik dengan Nadin tadi pagi.

Alvano mengencangkan tarikan dasinya sampai lepas, lalu segera berlari memasuki lift. Ia gerah ingin segera mandi, dan tentunya ingin bertemu Nadin untuk melepas dan berbaikan karena emosi masing masing.

Setelah sampai didalam kamar, Alvano tidak melihat keberadaannya. Ia pun mengabaikan itu, dan memasuki kamar mandi.

Beberapa saat setelah bersih bersih, Alvano keluar dari walk in closet dengan handuk yang hanya menutupi dan sebatas pinggangnya. Dada bidangnya tercetak dengan jelas, milik Nadin. Ia mengeringkan rambutnya menggunakan handuk kecil, lalu berjalan pelan kearah ranjang.

Tatapannya jatuh pada sebuah kemeja hitam dan jas yang tergeletak rapi diatas ranjang. Disebelahnya ada sebuah surat, Alvano segera mengambil dan membacanya.

"Pakailah, dan segera mencariku." tulis dalam sebuah surat itu.

Alvano menghela napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Ia segera memakai pemberian yang entah dari siapa, yang jelas itu pasti dari Nadin. Tulisannya dan aroma parfum membekas dikertas itu, tidak bisa berbohong.

HUSBAND [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang