AN-43

3K 82 0
                                    


"Keluarlah dulu, aku ingin mengganti baju. Tidak mungkin aku terus memakai bathrobe ini," ucap Nadin dengan wajah memelas.

"Bergantilah, kenapa jika aku melihatnya?"

"Tetap saja aku malu, sayang"

"Kutemani, sekarang bergantilah."

Nadin melihat Alvano duduk disofa yang berada diwalk in closet sambil fokus kearah tab nya, Nadin pun dengan cepat memakai dalaman sehingga saat Alvano berbalik ia sudah terlihat memakai tanktop dan hotpants.

"Bisa bisa aku tidak pergi meeting pagi ini, honey" ucapnya melihat pakaian itu lagi berada ditubuh Nadin.

"Heh! Kenapa kamu sangat mesum sekarang!?" kesal Nadin memutar bola matanya malas.

"Aku? Mesum? Mesum apanya, sayang?" tanya Alvano menunjuk dirinya dengan wajah polos. Namun sialnya dia tetap tampan dimata Nadin.

"Kata katamu itu,"

"Aku hanya tidak ingin kamu berpakaian seperti itu keluar mansion,"

Nadin tersenyum. Ia tau sekali perasaan suami posesif nya itu.

"Siapa juga yang bilang mau keluar seperti ini? Aku akan memakai dress biasa," namun harga tidak biasa.

"Good girl, aku pernah mendapatimu memakai pakaian seperti itu saat kita belum— ah bisa dibilang kamu belum mengenalku. Saat itu aku masih terus mengintai mu, apa kamu tahu?" ucap Alvano.

Nadin menajamkan pendengarannya berharap ia salah dengar. Apa apaan mengintai? memangnya Nadin mantan napi yang harus terus diawasi.

"Waktu itu aku hanya ke mansion Elin. Lagipula aku langsung memasuki mobil, sampai dimansionnya aku pun juga langsung masuk kedalam, tidak tinggal memamerkan" jelasnya sembari memakai dress berwarna biru polosan.

"Tapi tetap saja honey, kamu keluar dari mansion itu sama saja sudah memamerkan."

"Maafkan aku," cicit Nadin sambil melihat dressnya kekaca yang menampilkan dari kepala sampai kaki jenjangnya yang menyentuh lantai.

"Tentu saja, aku juga tidak bisa memarahimu bukan? Memarahimu sama saja aku menyakiti diri sendiri, benar begitu sayang?" ucap Alvano mendekati Nadin.

"Benar sekali, sayang" balas Nadin antusias melihat komentar bagus dari Alvano. Suaminya itu selalu mengalah. Ia segera memberi pelukan hangat pada Alvano.

"Aku akan merias sebentar," ucap Nadin melepaskan pelukannya lalu mengambil sling bag dan keluar dari walk in closet.

"Tanpa riasan kamu selalu cantik." Alvano ikut keluar dari walk in closet dengan tab ditangannya.

"Tidak apa apa berdandan sedikit, untukmu" ucap Nadin padahal hati dan wajahnya sudah merona.

"Cepatlah bersiap sayang, aku akan kelantai bawah membangunkan putra kita" ucap Alvano melangkah keluar sebelum itu ia mencium kening Nadin dan meninggalkan kamar.

Setelah sampai dilantai 5 disanalah letak kamar Arsen dan kamar lain disebelahnya. Alvano heran anaknya ini sangat tertutup, padahal dia tidak pernah kekurangan kasih sayang, malah mendapatkan hal lebih. Tapi apa yang membuat putra nya itu selalu menyendiri??

"Jangan sampai sifatku benar benar menular padanya, huh bisa kasian gadis yang akan bersamanya nanti" monolog Alvano didepan pintu kamar Arsen yang bernuansa hitam. Persis sekali dengan kamar Alvano dulu, karena memang hitam adalah pilihan warna yang tepat untuk menyendiri. Alvano tau itu, karena ia juga pernah diposisi itu.

Apakah anaknya menjadi pendiam karena mengenal cinta? Oh God! Jika sampai itu terjadi, Alvano akan membiarkannya. Tidak ada yang berhak melarang orang mendapatkan cintanya, bukan? Tapi, untuk saat ini sepertinya anaknya hanya ingin waktunya sendiri, anaknya tidak mungkin mengenal cinta cintaan.

HUSBAND [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang