Just Go|11

9.8K 1K 45
                                    

Warning! Scene mature.












Setelah menolak perlakuan Mas Lucas, aku tiba-tiba merasa bersalah. Dia sekarang dalam posisi membelakangiku, aku tahu dia belum tidur, napasnya beberapa kali terdengar keras hingga rasanya sangat menganggu. Tapi, untuk memulainya lagi, aku juga bingung gimana caranya.

"Mas belum tidur, ya?"

Kemudian suara deheman terdengar sebelum dia menjawab pertanyaanku. "Belum, kenapa?"

Aku melilin selimut, takut menyuarakan suaraku.

"Tidur, Na. Besok kuliah, nggak apa-apa lain kali kita bisa coba."

Aku bergerak untuk duduk, perlahan membuka hijabku dengan tangan yang sedikit bergetar. Takut jika ini jadi sesuatu yang salah dan kusesali. Takut semisal Mas Lucas menjadi kehilangan hasratnya karena luka wajahku.

"Mas?"

Dia cuma berdehem, kemudian membalikan badannya. Wajahnya terlihat kaget melihatku, mungkin karena pertama kali melihatku tak memakai hijab, atau ketika aku menyingkap rambut, dia melihat luka di sisi wajahku.

"Kenapa?"

Sekarang kenapa aku malah jadi gugup begini?

Aku langsung menggeleng, kemudian ikut rebah dan membelakanginya. Jantungku rasanya berdetak kian kencang begitu merasakan pergerakan Mas Lucas melalui ranjang yang terasa bergerak.

"Mau ngomong apa?"

Suaranya kini terdengar sangat dekat, membuatku langsung meremas selimutku yang tertarik hingga punggung.

"Na?"

"Ti...tidur, Mas. Besok lagi aja."

Sayangnya dia tak begitu saja percaya, kini malah kurasakan tangannya membelit pinggangku dan menariknya hingga membuat tubuhku terlentang.

Aku kian kesulitan menelan ludah saat wajah kami sejajar, seluruh badanku terasa panas, terutama bagian wajah. "Mau ngomong apa?"

Aku menggeleng, mencoba mencegah tangan Mas Lucas yang hendak menyingkap rambutku dari sisi wajah. Tapi dia keras kepala, kini malah menyentuh sisi wajahku yang pasti menyeramkan untuknya.

"Ini luka apa?"

Sambil mengigit bibir, aku menggelengkan kepala. Sayangnya hatiku seperti tersentil melihat ekspresi Mas Lucas yang kian bebas mengusap luka itu dengan gerakan naik turun.

"Na? Kok nangis?"

Aku mengalihkan pandangan ke arah lain begitu Mas Lucas mencoba mencari mataku.

"Mas jijik, ya?"

Mas Lucas tak menjawab, tapi begitu dia menjauhkan badannya dari atas tubuhku, hal itu seperti menjelaskan apa yang dia rasakan.

"Duduk sini," titah Mas Lucas. Aku merasakan tangannya menarikku agar bangun. Dengan sisa percaya diri yang kupunya, akhirnya aku menurutinya untuk duduk.

"Luka itu kenapa?"

Aku menolak bicara dengan cara menggelengkan kepalaku kuat-kuat.

"Nana minta maaf karena nggak bisa secantik Mbak Rindu. Mungkin ini akan mempersulit Mas buat belajar mencintai Nana, tapi boleh nggak Nana berharap Mas bisa mencintai Nana karena kita terbiasa bersama?"

Sembari memeluk lutut, aku hanya bisa menunduk. Menata emosi dan rasa percaya diriku yang berjalan berseberangan.

"Ini luka pas kemarin kecelakaan. Nana udah coba ke dokter spesialis kulit tapi memang proses sembuhnya lama. Waktu itu kena pecahan kaca mobil atau apa Nana nggak tahu," ucapku melanjutkan cerita. Sebab, Mas Lucas tak juga membuka suara.
Sedangkan untuk menoleh agar tahu apa yang Mas Lucas sedang lakukan, aku tak berani.

Just Go [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang