Just Go|27

9.8K 1K 43
                                    

Hallo, Mas Lucas di sini. Selamat sahur dari aku yang belum tidur.

Barang kali benar, dalam sebuah perjalanan kehidupan Tuhan tidak melulu menyediakan tentang apa yang jadi mauku saja. Beberapa hari aku mencoba tenang dan bersikap lebih dewasa meski ini sangat susah. Keluhan yang kualami kian bertambah, badanku sering kehilangan tenaga dan selalu mual nyaris seharian. Aku berusaha meringankannya dengan minum air hangat dan jahe agar mualku sedikit reda. Tapi nggak begitu pengaruh karena jika mengambil posisi berdiri aku juga seperti kehilangan keseimbangan. Dua hari ini aku terpaksa pulang sebelum jam kelas selesai dan hanya berbaring lemas di kamar tanpa melakukan apa pun. 

Jika aku merasa sedikit lebih baik, aku akan menyalin tugas atau materi yang tertinggal selama aku nggak ikut kelas. Belum lagi ocehan Mbak Dinar yang selalu menerorku dengan menagih naskah setiap tiga jam sekali.

"Na, mana?"

"Apa mbak?"

"Tiket Justin Beiber!" cetusnya seketika.

Aku nggak bisa menahan gelak tawa, meski tiap kali kepalaku bergerak terasa sangat pusing.

"Nggak usah ketawa, tawa kamu nggak akan bisa ngebayar tulisan."

"Kalau dibayar pakai ponakan, mau nggak Mbak?"

"Nggak usah ngelantur ya! eh, sorry. Apa tadi?"

Kali ini aku sengaja meredakan tawaku karena mendadak kepalaku semakin berputar saat aku tergelak tadi. "Mbak udah mau jadi tante, jadi tolong jangan marahin calon mama aku, Tante," ujarku memberitahu Mbak Dinar dan seakan memperagakan jika aku adalah anakku.
Seperti dugaanku, Mbak Dinar terdengar sangat kaget, bahkan kini tak ada suara apa pun dari sana selain tarikan napas yang lumayan keras.

"Ur pregnant? right?"

"Hm, baru empat minggu," jawabku jujur.

"Tapi kok bisa? maksudku kan kamu sama dia?"

Meski Mbak Dinar nggak akan tahu, tapi aku mengangguk. Mengerti apa maksud ucapannya barusan. "Aku udah cerita kan Mbak kalau kita belakangan ini udah sekamar."

"Iya, aku ingat. Tapi kamu nggak apa-apa? Kuliahmu lagi hectic kan?"

"Banget, tapi mau gimana Mbak? aku mau cuti juga nanggung sekarang kan?"

"Yang penting kamu kuat, Na. Sejauh ini gimana?" tanya Mbak Dinar dengan nada yang kutangkap khawatir.

"Itu dia, belakangan aku ijin balik kampus lebih cepet terus. Aku nggak kuat mual sama pusingnya kalau banyak orang."

Kemudian aku mendengar seperti ada helaan kasar dari seberang sana. "Kamu udah ke dokter?"

"Ke bidan," jawabku jujur. "Kemarin pas ke Bidan kondisiku belum begini. Aku masih bisa makan seperti biasa. Tapi beberapa hari ini agak susah."

"Nggak ke dokter lagi?"

"Mau nunggu Mas Lucas, Mbak. Aku deg-degan periksa sendiri."

"Loh?" suara Mbak Dinar tersengar sedikit tegas, "udah jelas dia libur kapan? atau kamu udah ngomong tentang kondisi kamu sekarang?"

Aku mendadak diam. Mengingat jika kami terakhir kali berkomunikasi dua hari lalu. Dia sempat tanya tentang kondisiku dan aku hanya bilang kalau aku baik-baik saja kemudian setelahnya kami kehilangan komunikasi lagi.

"Na? dia tahu kondisi kamu gini?"

Aku masih diam, nggak tahu mau jawab apa. "Oke, aku anggap diam kamu ini sebagai jawaban kalau dia nggak tahu. Komunikasi kalian aja masih jelek gini, gimana kalian bisa saling melengkapi nanti, Na? Aku emang belum nikah, belum ngerasain juga gimana rasanya hamil. Tapi aku tahu kalau menjalin hubungan itu harus dua arah, gimana kalian bisa saling ngerti kalau masih begini? Ini untuk hal jangka panjang"

Just Go [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang