Just Go| 31

12.8K 1.1K 49
                                    

Happy 3 Mei Everyone, Eid mubarak, mohon maaf kalau aku punya banyak salah ya.

Happy reading!

Yang bikin aku kaget adalah begitu membuka layar dengan angka tanggal lahirku, layarnya langsung terbuka dan menampilkan foto wallpaper mengejutkan. Gambar foto pernikahan kami yang diambil secara candid saat kami sama-sama mengadahkan tangan— berdoa setelah ijab selesai. Agak menakjubkan karena aku sendiri justru menyembunyikan foto itu di dalam galeri ponsel. 

"Mas.mas aja yang blokir. Aku nggak berhak ngelakuin ini."

"Kenapa? Biar kamu yakin. Nanti kalau ketemu Mas yang jelasin ke dia.''

"Mas akan jelasin aku yang suruh mas jauhin Karin, gitu?" tanyaku kemudian.

Ngeselinnya dia malah ngangguk.

"Mas akan bilang gitu?"

"Iya mungkin. Dan sekaligus bilang ke dia kalau apa pun keinginan kamu akan aku turutin."

Aku yang hampir saja narik tanganku, kemudian kuurungkan karena dengar  jawabannya.

"Mas nggak ikhlas kah kalau aku minta mas jauhin Karin?"

"Mas nggak tahu, Kirana. Karena mungkin akan canggung kalau kami di satu penerbangan yang sama. Itu akan jadi hal yang nggak profesional mencampurkan urusan pribadi dengan kerjaan. Tapi Mas akan mengatasi itu dengan baik. Ini salah satu cara buat kita mulai hubungan yang lebih baik."

Bukankah benar jika untuk menjadi hal yang kita inginkan, harusnya kita mulai berkorban. Kalau aku pikir lagi, sejujurnya apa yang sudah kukorbankan?

Apa aku yang selalu menuntut Mas Lucas melihatku sudah cukup baik, sementara aku juga jarang sekali kasih Mas Lucas perhatian lebih, alih-alih takut buat mulai membuka jalan komunikasi. Selalu ada ketakutan yang aku rasain yang tanpa sadar perasaan itu bikin aku nggak leluasa bergerak. 

Mas Lucas melepas genggamannya, suatu pergerakan yang refleks bikin aku mengalihkan pandangan dan melihat pergerakannya. "Makan dulu sedikit. Mas nggak tahu kurang apa sup ikannya."

Ah dia masak.

Begitu dia meletakan nampan di pangkuanku, aku mengulas senyum tipis. Terlebih saat sebelum dia pergi ninggalin aku di kamar, dia sempat mengusap kepalaku.

"Mas!" 

pergerakan Mas Lucas yang hendak menutup pintu kemudian terhenti. Dia menoleh ke belakang dengan dahi yang berkerut tipis.

"Terima kasih," ucapku tulus dan di tanggapi dengan senyuman tipisnya.

Nak, kalau Ayahmu tahu ulang tahun Mama, apa artinya dia juga sudah mulai ingat siapa Mama ya?

***

Sore sekitar pukul setengah lima kami berangkat ke rumah Mbak Rindu. Aku pernah bercerita bukan, jika jauh sebelum kenal aku, Mas Lucas ini dekat sekali dengan Mbak Rindu dan anak perempuannya.

Alih-alih cemburu, aku justru suka ketika Shasa—putri Mbak Rindu, memanggil Mas Lucas dengan panggilan Papa dan dia juga memanggilku Mama. Kami dekat, sangat dekat sampai ketika baru beradu pandang, dia sudah berlari ke arah kami dengan wajah yang berbinar.

"Papa pulang juga?" Tanya Shasa begitu kami memasuki rumah bersama Mami, Papi, Mbak Hani dan Mas Tama tak lupa membawa si kecil anak Mbak Hani.

"Iya, dong! Kok anak Papa cantik banget."

Wajah Shasa tersenyum malu-malu. Dia sempat melihatku dan merentangkan tangan—memintaku menggendongnya.

"No, digendong Papa aja ya," ujar Mas Lucas.

Just Go [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang