Sayang kalian banyak-banyak 🤍🤍
"Mas belum jawab, mau ke mana?"
"Nggak usah dijawab," balasku kukuh, rasanya aku nggak pengin dia ngomong apa-apa lagi. "Mas istirahat aja, aku mau bersih-bersih rumah."
Mas Lucas tak lagi mencegahku keluar dari kamar. Aku nggak tahu lagi apa yang dia lakukan di dalam karena setelah itu aku menyibukkan diri dengan aktivitas lain agar tak terlihat menyedihkan.
Sebenarnya rumah tak terlalu berantakan, tapi aku sengaja mengambil jeda darinya alih-alih membuat perasaanku lebih tenang. Setelah selesai bebenah dan menjemur baju, aku kemudian sengaja duduk di ruang belakang untuk mengerjakan tugas. Menjelang semester akhir jumlah SKS yang kuikuti semakin banyak, tugas dari kampus juga menumpuk, belum lagi aku juga harus membagi waktu dengan menulis.
Entah kenapa aku merasa kalau percuma juga menuntut balas perasaan ke Mas Lucas. Aku mendadak pasrah dengan keadaan, kepercayaan diri yang ku pupuk kemarin rasanya langsung hilang begitu saja hanya karena Mas Lucas tak memberikan jawaban seperti harapanku. Tapi mengiba perasaan tentu tak mau kulakukan, aku akan menata hati untuk fokus dulu lulus kuliah tahun depan. Seenggaknya kalau udah kerja, aku bisa menghidupi diriku sendiri dan nggak melulu ngerepotin Mas Lucas.
Suara langkah kaki membuatku seketika menoleh. Sempat kaget lihat Mas Lucas datang dengan nampan yang sepertinya berisi jus buah dan entah Snack apa yang ada di piring.
"Ngerjain apa?" tanya Mas Lucas setelah meletakan nampan di meja sampingku. Aku meliriknya sebentar sebelum kembali menunduk, menekuni lagi laporanku.
"Tugas," jawabku tanpa melihatnya.
"Ini jus diminum dulu," tawarnya kemudian duduk di bangku sisi meja.
"Makasih. Mas nggak usah repot-repot, lebih baik istirahat."
Tak ada jawaban dari Mas Lucas. Tapi kemudian suara helaan napasnya terdengar kasar.
"Kuliahmu gimana?"
"Baik," jawabku singkat. Aku nggak mau noleh ke samping. Takut emosiku akan muncul lagi kalau lihatin dia.
"Kamu mau kita liburan nggak?"
Baru ketika dia tanya begitu aku menoleh ke Mas Lucas. Hanya sebentar saja, kemudian saat tahu Mas Lucas tengah menatapku, aku langsung menunduk."Liburan ke mana?"
"Kamu maunya ke mana? Ada paspor?"
Jariku berhenti bergerak di atas keyboard, kemudian menoleh ke Mas Lucas dan menatapnya bingung.
"Emangnya mau ke mana? Kirana kan masih kuliah, Mas."
"Pas kamu libur?" tanyanya terdengar bersikeras. "Atau di Indonesia aja, mau ke Bali atau Toraja?"
Aku semakin nggak habis pikir. Maksudku kenapa Mas Lucas jadi maksa begini?
"Dalam rangka apa memangnya, Mas?""Hmm. Ya nggak ada apa-apa, biar kamu juga nggak Kampus sama rumah aja kegiatannya. Mungkin sekalian honeymoon."
"Mas kayak gini karena aku marah tadi? Kalau iya, nggak perlu, Mas. Aku nggak usah disenengin dengan cara begitu."
Raut wajah Mas Lucas nampak sedikit berubah. Kini kernyitan halus terlihat di dahinya saat menatapku.
"Na, kamu kenapa sih? Mas cuma ajak kamu jalan berdua. Kan selama ini kita belum pernah liburan bareng."
Aku kemudian mengalihkan pandangan ke arah lain. Mencoba mengatur napasku agar tenang menghadapi Mas Lucas. Gimana pun juga aku harus bisa menjaga sikap di depannya karena sekarang ini aku cuma serba menumpang.
"Bukan buat menebus rasa bersalah?"
Dia menggeleng, tapi matanya tak sedetikpun teralih mengunciku.
"Kamu mau besok atau nanti kalau Mas Libur?""Aku nggak bisa, Mas. SKSku makin banyak, misal bisa paling cuma weekend itu pun kalau nggak ada tugas."
"Kosongin aja sehari, maksud Mas tambah ijin sehari. Kan paling masih dua atau tiga Minggu lagi. Atau tugasnya dibawa, nanti Mas bantu di sana."
Mas Lucas ini kenapa sih?
"Jadi ke sana dalam rangka honey moon? Gimana kalau sehabis Kirana lulus aja?"
"Kenapa memangnya?"
Aku mencoba menarik napas dan mengembuskan secara perlahan. Melihat Mas Lucas dengan raut wajah berbeda, aku kemudian memilih menutup laptopku untuk berbicara.
Jujur belakangan ini aku banyak berpikir tentang ini, dan aku ngerasa Mas Lucas harus tahu keinginanku."Mas, jujur Kirana kepikiran buat kita tunda momongan dulu. Mungkin sampai Kirana selesai kuliah, sekaligus Mas harus tanya ke diri Mas sendiri, apa Mas sudah mencintai Kirana atau belum? Kirana nggak mau anak ku nanti lahir tanpa perasaan cinta dari Ayahnya."
Ke dua alisnya saling menukik, kemudian bibirnya tertarik senyuman miring. "Kamu belum mau punya anak maksudnya?"
Aku mengangguk pelan. Yang membuatku mendadak gugup, sekarang Mas Lucas menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi sambil bersedekah dada.
"Kita udah beberapa kali berhubungan, Na. Dan waktu aku minta ijin kamu boleh, nggak mempermasalahkan kita main tanpa pengaman."Aku seketika gelagapan. Menyadari jika kemarin aku setuju dan nggak masalah punya anak sekarang. Hanya saja beberapa hari ini, lihat Karin kian agresif dan aku sudah harus fokus ke kuliah, apa bisa aku jalani ke dua-duanya dengan godaan Karin.
"Belum tentu aku hamil, Mas. Mung..mungkin setelah ini kita bisa pakai pengamanan."
Aku menelan Saliva kasar saat terdengar dengusan keras Mas Lucas.
Seakan ini jawaban dia nggak setuju dengan kemauanku."Jadi mau kamu gimana? Oke, dari pada aku paksa kamu buat kasih ini ke depannya, mending nggak usah dulu aja," balasnya tegas. "Terserah kamu setelah ini."
Setelah mengatakan itu, kemudian dia beranjak bangun dari duduknya. Sedikit mendorong kursi bekas dia pakai dengan suara agak keras. Sampai kemudian langkahnya melewatiku, tanganku bergerak mengusap perut. Sebab, di sana seperti ada rasa sakit yang teramat sangat.
Aku mendesah, tiba-tiba hatiku jadi resah. Jujur aku nggak keberatan dengan hamil apa lagi Mas Lucas adalah suamiku. Hanya saja jangan sekarang.
Tidak tahu apa yang membuatku menjadi resah berhari-hari setelah perbincangan kami waktu itu. Mas Lucas juga seperti menjaga jarak denganku setelah hari itu. Saat kami tidur, dia sengaja memunggungiku dan kembali menjadi pendiam.
Yang membuatku teramat ketakutan adalah, beberapa hari setelah Mas Lucas berangkat kembali terbang. Aku iseng memeriksa diriku sendiri dengan alat kehamilan, dan benar saja, garis dua merah tercetak jelas di sana.
Aku hamil, lalu gimana dengan kuliahku? Gimana dengan Mas Lucas yang belum bisa mencintaiku, sama seperti aku mencintainya?
*Maaf untuk typo
Love
Rum
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Go [selesai]
General FictionNote: Beberapa part sudah diunpublish. TRIGGER STORIES!! "Tidak apa-apa, kamu baik-baik saja." Kalimat itu seperti nyanyian merdu tiap kali dunia menjatuhkan Kirana pada rasa kehilangan. Umurnya masih lima tahun waktu itu. Gadis kecil dengan bando m...