JUST GO|23

9.4K 1K 75
                                    

Hallo, happy reading love 🤍

Dia pulang, ini nyata. Maksudku, seseorang yang kini terlelap di depanku adalah Mas Lucas. Hembusan napas yang mengenai dahiku seperti kian meyakinkan jika dia di sini sekarang.

Aku nggak pernah merasa merindukan Mas Lucas seperti ini. Benar aku mencintainya sudah sejak lama, hanya saja perasaan menggebu ingin bertemu atau menunggu dia pulang, nyaris nggak pernah ada. Mungkin karena selama pulang pun, dia juga jarang di rumah dan kami juga jarang ngobrol semisal ketemu. Tapi sejak kemarin itu aku merasa pengin Mas Lucas libur dan kita bisa bicara berdua.

Cukup lama aku memandang wajahnya dari bawah sini. Wajah lelapnya seketika membuatku diam dan memikirkan ucapan Mbak Rindu kemarin. Sebelum aku pulang dia sempat memberi nasehat bagaimana caranya bicara dengan Mas Lucas.

Aku baik-baik saja dan setelah ngobrol dengan Mbak Rindu aku merasa lebih baik. Dia banyak kasih aku saran dan nasehat, mungkin setelah ini aku harus lebih berani melawan Karin dan meminta Mas Lucas menjelaskan soal hubungan mereka.

Sekarang rasanya aku ingin sekali membelai wajah laki-laki di hadapanku ini. Kemudian akan kutumpahkan semua resah yang kusimpan sendirian belakangan ini. Mbak Rindu benar, aku nggak boleh menyimpan ketidak percayaan pada suami saat langkahnya sedang tak di rumah.

Tanganku yang tadinya berada di depan tubuh kini ku tarik untuk membelai wajahnya. Begitu buku jariku menyentuh sisi wajah kanannya, aku sempat terdiam. Wajah Mas Lucas sedikit hangat dan saat mataku tak sengaja melihat bibirnya, juga nampak kering nggak seperti biasanya.

Aku kemudian menarik tangan dan menempelkannya di dahi Mas Lucas. Benar saja suhunya lebih panas dari kondisi normal.

"Mas demam?" Gunggamku seraya bangun. Bermaksud mengambil kompres untuknya selagi aku nanti masak buat dia minum obat.

"Mau ke mana?"

Aku terjengit kaget saat dia menarik lenganku, mencegah aku beranjak dari ranjang.

"Mau ambil kompres dulu, mas demam kenapa enggak bangunin aku?"

Tanpa membuka mata, dia kembali menarik tanganku agar kembali tidur.
"Nggak apa-apa, cuma pusing sedikit. Tidur sini, ini masih tengah malam."

Mungkin karena tarikannya lumayan keras, aku langsung tertidur jatuh pada lengan kirinya. Pergerakan kilat itu yang bikin aku kesusahan menelan Saliva. "Sudah subuh. Mas juga demam," ulangku mengurangi gugup.

"Iya, tapi engga menular," balas Mas Lucas kian mengikis jarak diantara kami. Aku sampai harus menahan napas karena kini wajahku tepat berada di depan bagian tengkuk lehernya.

"Tidur aja, Na. Tadi Mas udah minum obat," lanjutnya dengan suara teredam.

"Mas pulang karena sakit?"

"Hm, dari kemarin. Pusing doang sama mual."

"Udah berobat?"

Lagi, dia mengangguk tanpa berbicara apa pun.

"Masih mual nggak? Aku bikinin jahe hangat."

Baru setelah itu dia membuka matanya yang memang terlihat sayu, nggak seperti biasa.

"Ada jahenya?"

"Ada kok, mau aku bikinkan?"

Mas Lucas seperti berpikir lagi, tapi kemudian mengangguk dan melepaskan aku dari pelukannya.

***

Aku menutup pintu dengan bibir yang terkulum tipis. Rasanya hatiku seperti meletup dengan irama yang menyenangkan saat merasa pelukan Mas Lucas masih terasa nyaman di tubuhku seperti tadi.

Kenapa nggak dari dulu hubungan kita seperti ini sih?

Kemudian aku bergerak cepat, menyeduh jahe dan campuran rempah-rempah untuk obat demam Mas Lucas.

Sekitar lima belas menit kemudian air rebusan jahe itu sudah jadi. Aku bergegas masuk ke kamar dengan satu cangkir berisi minuman yang baru ku seduh.

Saat aku masuk, Mas Lucas masih dalam posisi tidur membekangi pintu. Jadi mungkin dia nggak sadar aku sudah selesai.

"Mas bangun dulu," pintaku coba menyentuh bahunya. Beruntungnya dia kemudian bangun dan merubah posisi bersandar pada hard board.

"Minum dulu, Mas."

Tanpa perlawanan, dia kemudian mengambil gelas yang kubawa dan meminumnya hingga perlahan habis. "Makasih, ya, Na," ucap Mas Lucas saat gelas itu nyaris kosong.

"Mas kok nggak ngabarin kalau demam atau mau pulang?"

"Nggak apa-apa. Kayaknya kecapekan doang," jawabnya. "Sini naik lagi ke ranjang."

Sebenarnya aku pengin nolak, tapi ucapan Mas Lucas kemudian bikin aku ngerasa nggak tega. "Sini temani sebentar."

Setelah merapikan hijab rumahan yang kupakai, aku kemudian naik ke atas ranjang. Dia nampak mengambil posisi rebah lagi, kemudian berucap, "Kamu kalau mau salat, salat aja. Tapi sebentar aja. Aku pengin taruh tanganmu di sini," ucapnya sembari meletakan tanganku di depan dadanya.

Sentuhan itu ringan tapi berhasil menyentil egoku. Terlebih, jarinya mengisi selah-selah jariku dan membawanya ke depan dada tanpa bicara apa pun maksudnya.

"Nanti kalau Mas udah tidur, lepasin aja. Mas butuh tenang sebentar, belakangan ini susah sekali tidur," ungkapnya sembari mengusap jari-jariku yang ada di dadanya.

Bayangkan, aku hanya mematung dalam posisi duduk tanpa melakukan banyak hal karena Mas Lucas kini malah bergerak tidur di pangkuanku tanpa mau melepas genggaman tangannya saat tidur.

Mas Bagas, kali ini temanmu bisa menjadi sosok yang lebih baik. Tapi Mas tenang aja, Mas akan jadi sosok paling utama di hatiku. Terima kasih sudah menitipkan Kirana pada Mas Lucas. Kali ini aku berharap hubungan kami semakin baik.

Besok update nggak?

*Maaf untuk typo

Love
Rum

Just Go [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang