Teman-teman jaga kesehatan ya. Cuaca lagi nggak stabil, minum vitamin cukup dan istirahat.
Maaf ya part ini pendek, kesehatan lagi nggak baik.
🌻🌻🌻
"Mbak mau minum apa? Duduk dulu, Mas."
Aku meminta Mbak Rindu dan suaminya untuk duduk sebentar. Perjalanan dari rumah Mbak Rindu lumayan jauh, mungkin sekitar tiga puluh menit jika ditempuh menggunakan mobil.
"Nggak usah, Na. Kita udah mau berangkat, tadi cuma niat mampir sekalian kok. Lagian kamu udah mau berangkat juga kan? Itu Mas Lucas udah siap."
Aku refleks melirik Mas Lucas yang berdiri di sampingku. Padahal aku yakin berdirinya Mas Lucas bukan buat antar aku kuliah, melainkan untuk menyambut Mbak Rindu dan suaminya.
"Mas Lucas di rumah kok, Mbak," jawabku sungkan, "Ngobrol aja dulu, aku biasa berangkat sendiri."
Suara deheman suami Mbak Rindu membuatku seketika menoleh. Kemudian sadar kalau aku sudah salah menjawab, sebab ekspresi Mbak Rindu seperti ingin menyelidiki ku.
"Oh, kalau gitu bareng aja sama kita gimana? Kampus kamu kan searah sama Kedai Bara."
Aku menggeleng dengan cepat merespon ucapan Mbak Rindu. Rasanya kian nggak enak, terlebih raut wajah Mas Lucas juga langsung berbeda.
"Boleh, ayo sekalian." Kali ini suami Mbak Rindu ikut menimpali, "Dianter sampai depan kelas juga boleh."
Aku refleks menunduk dengar ucapan suami Mbak Rindu. Bahkan deheman Mas Lucas sama sekali tak ku hiraukan.
"Nganterin doang, Cas. Itu juga kalau Kirana mau," sahut suami Mbak Rindu lagi.
"Nggak perlu repot, biar dia aku yang antar." Kali ini suara Mas Lucas. Yang bikin aku kaget, dia juga mengambil oleh-oleh dari Mbak Rindu yang masih kupegang.
"Aku ambil jaket dulu sekalian taruh ini di kulkas," ucapnya begitu mengambil alih goodie bag yang kubawa.
"Oke, kalau gitu aku juga pulang kebetulan urusan kita udah selesai juga," ucap Karin kemudian berdiri. Raut wajahnya terlihat marah, dia bahkan nggak pamit lagi dan langsung keluar begitu saja.
Semua begitu mendadak. Maksudku, aku nggak pernah dihadapkan pada situasi seperti ini. Serba salah mau berbuat apa. Yang membuatku bingung, barang kali adalah kehadiran Karin ke rumah sepagi ini dan kehadiran Mbak Rindu secara bersamaan.
Sampai pada Karin pulang dan Mbak Rindu juga pamit berangkat, akhirnya aku diantar Mas Lucas untuk ke kampus. Dia sedari tadi juga banyak diam, bahkan ketika aku meminta berangkat menggunakan motor, dia hanya diam dan malah mengeluarkan mobil dari garasi.
Dia pasti ngerasa keganggu waktunya karena harus antar aku ke kampus."Mas nanti nggak usah jemput," ucapku begitu Mas Lucas berhenti di depan kampusku. Dia mengambil tepi yang tak jauh dari gerbang kampus.
"Kenapa, mau pergi?"
Aku ngangguk, "Iya, mau ke rumah Sabrina. Hari ini ada tugas kelompok."
"Berangkat sama siapa ke sana?"
Baru hendak melepas safety belt, pergerakanku mendadak terhenti. Kemudian begitu melihat Mas Lucas, dia tengah menatapku dengan pandangan sangat tenang. Tapi entah kenapa aku malah seperti melihat Mas Lucas yang berbeda lagi. Dia seperti marah, atau entahlah.
"Sabrina, ada anak yang lain juga. Satu kelompok enam orang," jawabku jujur.
"Naik motor?"
Aku ngangguk, mahasiswa di kampus kami jarang ada yang menggunakan mobil. Karena parkiran mobil juga tak begitu luas.
"Jam berapa ke sana?"
Kali ini sebelum menjawab, aku narik napas. Sebenarnya Mas Lucas ini kenapa?
"Kelasku selesai jam sebelasan, mungkin habis makan siang langsung ke sana."
Dia mengangguk. Kemudian tangannya bergerak menekan tombol untuk membuka kunci pintu mobil.
Setelah berpamitan, aku kemudian keluar dari mobilnya tanpa menoleh ke belakang lagi.Tapi tanpa kusadari, Mas Lucas masih di sana sampai badanku tak lagi terlihat oleh pandangannya.
***
Setelah membalas pesan dari Mas Lucas, aku bergegas untuk memasukan buku dan ponselku ke dalam tas.
"Nggak usah buru-buru, Kirana. Laper banget emang?" Tanya Sabrina yang duduk di sebelahku."Aku dijemput Mas Lucas. Dia ada di kantin kampus masa. Jadi nanti aku nyusul kalian deh kayaknya, Sa."
Respon yang diberikan Sabrina hanya dengan menaikan ke dua alisnya. Dia pasti nggak percaya ini, sebab dia tahu gimana hubungan kami. Secuek apa Mas Lucas bahkan dia tahu komunikasi kami nggak begitu baik selama ini.
"Tumben?"
Aku mengedikan bahu karena aku sendiri juga nggak tahu maksudnya apa.
"Na, kok buru-buru, to?"
Dhito sudah lebih dulu merapikan peralatannya. Dia berjalan ke arah kami sembari menyampingkan tasnya ke bahu.
"Kepo sih, Dhit."
Kalau sudah Sabrina yang jawab, aku hanya bisa diam. Karena pasti mereka bakalan berantem.
"Aku Ndak nanya kamu loh, Sa. Nyamber aja kayak geledeg."
Kan, aku bilang apa.
"Kamu aku gledeg sampe koid!" Sahut Sabrina. Sementara ketika Dhito mau menyahut lagi, aku segera menghentikan mereka.
"Kalian berantemnya nanti dulu, awas Dhit, aku mau keluar dulu."
Melihat aku sudah berdiri dari dudukku, Dhito akhirnya memberi jalan meski dahinya mengernyit melihatku.
"Mau ke mana sih, Na?"
"Ke kantin duluan, ada Mas Lucas. Nanti aku nyusul kalian sama dia."
Dhito mengangguk, tapi kemudian dia kembali menyahut, "Tuh kan, Kirana ini takut sama Masnya. Emang kelihatan galak tapi aslinya baik."
Dhito seperti paling tahu tentang Mas Lucas. Tapi sejujurnya memang benar. Mas Lucas baik, hanya kurang ramah aja selama ini sama aku.
"Eh, Na. Aku anter, yuk!" Ajaknya begitu aku sudah keluar dari deretan bangku ku.
"Nganeh-aneh wae sih, Dhit. Diem apa aku iket di sini kamu?" Sarkas Sabrina. Sayangnya itu nggak bikin Dhito berhenti.
"Mas e Kirana itu nggak galak kalau sama aku, Sa. Lagian aku sekalian pendekatan sama calon mas ipar," jawab Dhito ngaco.
Dhito, Mas ipar yang kamu maksud itu suamiku.
*Maaf untuk typo
Love
Rum
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Go [selesai]
General FictionNote: Beberapa part sudah diunpublish. TRIGGER STORIES!! "Tidak apa-apa, kamu baik-baik saja." Kalimat itu seperti nyanyian merdu tiap kali dunia menjatuhkan Kirana pada rasa kehilangan. Umurnya masih lima tahun waktu itu. Gadis kecil dengan bando m...