Happy reading, Love.
"Kamu nggak apa-apa?"
Aku menggelengkan kepala. Sejujurnya malu berhadapan dengan Mas Lucas. Bukan hanya karena aku bangun kesiangan tapi juga karena begitu bangun, aku tak mendapati Mas Lucas di sampingku. Sekarang wajahnya sudah terlihat segar, bajunya ganti bukan lagi yang dipakai semalam dan kini malah datang dari luar dengan membawa nampan berisi satu mangkok bubur dan air mineral.
"Mas sarapan di kamar?"
"Buat kamu. Mas sudah sarapan di dapur."
Mas Lucas meletakan nampan yang dia bawa ke pangkuanku. Sementara dia mengambil duduk di dekat kakiku dan itu membuat jantungku semakin tak karuhan rasanya.
"Aku bisa sarapan di luar juga, Mas."
Mas Lucas tak menjawab, tapi kedua alisnya saling menukik hingga membuatku langsung diam dan menyentuh sarapanku. Padahal sejujurnya aku tak biasa sarapan sepagi ini apa lagi dalam kondisi belum mandi atau minimal mencuci muka dan gosok gigi.
"Hari ini kamu kuliah?"
Aku ngangguk tanpa lihatin Mas Lucas. Menelan bubur pada sendok pertama, aku langsung diam. Sebab rasanya beda dari bubur yang biasa aku beli di dekat pintu gerbang perumahan.
"Nggak enak buburnya?"
"Enak," jawabku jujur. "Mas beli di mana?"
"Bikin, habis subuh nggak bisa tidur lagi."
Yang kutahu dari Mbak Hani dan Mami, Mas Lucas memang bisa masak. Tapi nggak pernah kepikiran kau dia bisa juga masak bubur dengan rasa seenak ini.
"Enak. Kenapa tadi nggak bangunin. Nana jadi nggak salat kan."
"Tidur kamu lelap, nggak tega bangunin. Kalau capek nggak usah kuliah dulu."
Mendengar usulan Mas Lucas aku menggeleng. Sudah masuk semester enam, SKS yang ku ikuti semakin banyak. Aku pengin cepet lulus supaya berhenti ngerepotin Mas Lucas.
"Aku nggak capek. Lagian di sana juga cuma duduk."
Mas Lucas mengangguk. Kemudian dia bangun dari duduknya dengan tangan yang langsung dia masukan ke saku celana pendeknya.
"Kalau udah habis makannya, piringnya taruh aja di nakas. Biar Mas yang beresin nanti, kamu bisa mandi."
Bibirku rasanya kian lelah menahan kedut. Di dalam sana hatiku seperti bersorak senang mendapatkan perlakuan seperti ini.
Mas Lucas sudah berjalan hendak keluar dari kamar, tapi sebelum punggungnya menghilang dari balik pintu aku memanggilnya.
"Makasih ya, Mas," ucapku tulus.
Terima kasih sudah mau mencoba menerimaku. Terima kasih sudah memperlakukanku baik belakangan ini.
Sebelum Mas Lucas keluar, dia mengangguk sembari tersenyum. Senyum yang kuimpikan sejak lama, senyum yang dulunya hanya bisa kutulis dalam buku.
***
Sepertinya memang aku tipe orang yang keras kepala. Mungkin maksud Mas Lucas lelah itu karena untuk pertama kali setelah melakukan seperti semalam, aku akan mengalami beberapa rasa tak nyaman. Seperti ketika dipakai jalan atau badanku sedikit pegal. Sebab, begitu aku bangun dan membersihkan diri di kamar mandi. Bagian bawah tubuhku sana rasanya sedikit nyeri, belum lagi bercak merah yang berada di sekitaran leher hingga dadaku. Ini nggak sakit, tapi warnanya mencolok apa lagi misal tak ditutupi hijab.
Keluar dari kamar mandi, bekas makanku sudah tidak ditempatnya. Sepertinya Mas Lucas sudah membersihkannya, bahkan kain sprei juga sudah ganti dan rapi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Go [selesai]
General FictionNote: Beberapa part sudah diunpublish. TRIGGER STORIES!! "Tidak apa-apa, kamu baik-baik saja." Kalimat itu seperti nyanyian merdu tiap kali dunia menjatuhkan Kirana pada rasa kehilangan. Umurnya masih lima tahun waktu itu. Gadis kecil dengan bando m...