Just Go| 45

8.1K 1.5K 168
                                    

Hallo, gais. Happy SatNight, Love

Jika ada satu hal yang belum di ketahui Mas Lucas sampai sekarang adalah, aku ini seorang penulis novel. Pernah membayangkan dirinya sebagai tokoh dalam novel yang kini akan diabadikan menjadi film. Tapi selayaknya seorang penulis yang akan menulis karakter sesuai imajinasinya, rasanya aku malah lebih menyukai sosok Manggala dalam ceritaku dari pada Mas Lucas dalam sosok yang asli. Bukan aku tidak bersyukur, tapi memahami seseorang ternyata memang nggak mudah.

Seperti yang dikatakan Mas Lucas pagi tadi, setelah sarapan dia mengantarkan Mami ke dokter bersama Papi. Sementara Mbak Hani dan Mas Tama yang kebetulan libur sudah berangkat ke Resto. Tadinya aku pengin ikut, tapi Mami yang nggak kasih ijin. Jadilah aku di sini sekarang, tengah di rumah sendirian sembari mengerjakan naskah film.

Dering telepon seketika membuat jariku yang tengah menari di atas keyboard berhenti, melihat panggilan whatsapp masuk, aku kemudian menggeser layar warna hijau untuk menjawab.

"Assalamualaikum, Mbak."

"Wallaikum salam. Aku telepon seluler kenapa nggak bisa sih, Na?"

"Telepon seluler ke nomerku?" tanyaku pada Mba Dinar.

Suara decakan terdengar dari seberang sana, "Siapa lagi, sayang? Aku mau ngomong penting. Kalau telepon Whatsapp suka enggak jelas."

"Nomerku aktif, Mbak. Ini mbak bisa telepon aku kan?"

"Tapi ini bukan panggilan seluler, Kirana. Ini kamu pakai wifi kan?"

Aku ngangguk aja, padahal Mbak Dinar di seberang sana nggak akan bisa lihat. Seingatku nomer selulerku selalu terpasang, atau mungkin aku akan mengeceknya setelah ini. " Mbak mau nanyain apa?"

"Bukan nanyain sih. Cuma mau kasih kabar aja, kalau nanti kan proses syutingnya ada di Jogja- Bali. Tapi pas reading sih mereka di jakarta. Nah kita harus meeting all tim sebelum proses reading sama artis dan kru. Aku udah ngomong kemungkinan penulisnya nggak bisa ikut ke sini karena hamil. Jadi sama kamu kita siapin zoom meet, ya, Na?"

"Kapan, Mbak?"

"Aku nanti lihat waktunya, kayaknya  sih sekitar tiga minggu lagi," Jawab Mbak Dinar.

"Oke, Mbak. Doain itu aku belum mules-mules, ya."

Di seberang sana Mbak Dinar tergelak keras. "Kalau kamu  lagi mules pun, harus meeting dulu, nggak mau tahu."

Sekarang aku yang tergelak mendengar ucapan Mbak Dinar. Nggak bisa bayangin aku harus menjelaskan tentang Manggala dan Aretta saat perutku sedang sakit. Tapi sepertinya hari perkiraan lahiranku juga masih lama. Aku nggak masalah ke Jakarta juga sebenarnya, tapi masalahnya pasti nggak dapet ijin dari keluarga Mas Lucas. 

"Ya udah deh, Na. Aku cuma mau bilang itu aja tadi. Nanti aku kabarin lagi kapan jadwal reading, akan lebih bagus kalau kamu selesaiin naskahnya cepet. Oke?"

Setelah aku menyanggupi, Mbak Dinar langsung mematikan sambungan teleponnya sehingga aku kemudian bergegas melihat SIM card yang ada di ponsel. Aku jarang bahkan hampir nggak pernah mengotak-atikan SIM card selama ini. Jadi rasanya aneh kalau nomer selulerku nggak bisa dihubungi.

Saat aku mencoba mengeluarkan clip yang di dalam perangkat ponsel, SIM card di sana kosong. Dan karena bingung aku kemudian mencari di tas atau mana pun barang kali aku lupa pernah melepasnya.

Barang sekecil itu kalau jatuh juga pasti nggak kelihatan, tapi masalahnya aku lupa kapan terkahir kali membuka SIM card.

"Cari apa?" tanya Mas Lucas ketika dia langsung ke kamar.

Just Go [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang