Just Go| 21

9.7K 1K 38
                                    

Temen-temen tolong bahagia ya 💗




Menuruti ego sering kali mendatangkan penyesalan. Menutup diri dari hal-hal yang harusnya dihadapi juga sering kali tak baik. Sejujurnya, maksudku bukan lari dari Mas Lucas, atau sengaja membuat hubungan kami nggak baik. Tapi, aku nggak mau membuat semuanya makin rumit dengan egoku. Maka untuk membuat semuanya tenang, aku memilih menghindar sementara waktu.

Kami baru memulai, rasanya berat karena secara bersamaan justru ada hal lain yang membuat kami berantakan. Sayangnya Mas Lucas nggak sadar sama itu.

Barang kali ini hanya feeling ku sebagai perempuan, tapi nggak bohong kalau ini terlalu tajam. Gerak-gerik Karin nggak hanya menunjukan dia mencintai Mas Lucas tapi udah seperti terobsesi dengannya.

Ini sangat buruk karena waktu bersama Karin mungkin lebih banyak dariku. Terlebih, ketika mereka bekerja, sudah jauh sekali dengan jangkauanku.

Alih-alih membuat hatiku lebih tenang. Aku justru berencana menemui Mbak Rindu hari ini selepas mengantar Mbak Dinar ke Stasiun untuk balik ke Jakarta.

Entah kenapa aku merasa Mbak Rindu lebih tahu bagaimana Karin dan mungkin dia nggak akan keberatan untuk ngasih tahu aku sesuatu supaya hatiku sedikit tenang.

Mau berusaha abai seperti apa nyatanya hatiku nggak setenang itu dan sayangnya Mas Lucas nggak membantu apa pun.

Setelah memastikan kalau Mbak Rindu di Sanggar hari ini, aku langsung ke sana menggunakan sepeda motor. Tentang sanggar ini sebenarnya Mami pernah cerita kalau dulu Bunda turut membangun sanggar ini bersama. Makanya Mami mau aku belajar tentang sanggar dan hal-hal di dalamnya, tapi aku nolak.
Bukan hanya karena passion ku nggak di sana, tapi juga aku nggak mungkin datang-datang turut ikut campur dan ambil alih tanggung jawab Mbak Rindu. Sementara tahu betul, Mbak Rindu juga turut membangun sanggar ini bertahun-tahun.

Pernah juga aku ikut Mbak Hani mengelola resto makanan. Kurasa akan nyaman karena aku suka masak. Tapi sejalannya waktu, aku justru ngerasa nggak nyaman juga dan akhirnya fokus kuliah dan menulis.

Pukul sepuluh kami janjian di Sanggar. Mbak Rindu mungkin heran karena nggak biasanya aku mengajaknya ketemu, tapi dia juga nggak mendesakku untuk langsung cerita semalam.

Sesampainya di kedai, aku langsung menghampiri meja depan. Di sini biasanya orang yang membuat janji dengan seluruh pemegang kendali Sanggar akan bertanya tentang informasi desainer mau pun bagian lain. Setahuku sanggar ini nggak cuma menyewakan jasa vendor merias, tapi juga masing-masing vendor seperti jasa foto, wardrobe dan lain-lain secara terpisah. Kata Mbak Hani, sejak Sanggar ini di pegang Mbak Rindu mengalami banyak perbedaan promosi. Mungkin karena Mbak Rindu masih muda dan mengikuti kemajuan media dan teknologi. Selain itu, aku mengakui Mbak Rindu orang yang datail dan hati-hati. Beberapa bulan bergabung, aku bisa melihat itu. Nyatanya meski masih muda dibanding staffnya, semua orang di Sanggar ini menaruh segan pada Mbak Rindu.

Ingat sekali, pertama kali ke sini dan dipekenalkan sebagai calon istri Mas Lucas, beberapa orang nggak menatapku ramah. Bahkan asisten Mbak Rindu terang-terangan nunjukin itu.

Tapi, iya, bagaimana? Pada saat itu aku memang salah. Aku datang dan merusak semuanya.

Sekarang Mbak Riska jauh lebih ramah. Meski aku masih merasa sedikit aneh tapi semisal ketemu, dia masih mau menyapaku meski hanya sekedar basa-basi.

"Hai, Kirana! Udah ditunggu Mbak Rindu di atas," sapa Mbak Riska begitu kami bertemu pandang. Senyumnya tipis, tapi cantik.

"Naik sendiri apa diantar?"

"Lagi ada tamu nggak, Mbak?"

"Enggak kok, baru juga sampai."

Aku ngangguk dengan senyum sekenanya. Lalu berpamitan ke Mbak Riska untuk langsung ke ruang kerja Mbak Rindu. Baru hendak melangkah pada anak tangga pertama, suara Mbak Riska kembali mengintrupsi.

Just Go [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang