Just Go| 35

10.4K 1.5K 127
                                    

Doubel update!

Ah iya, terima kasih untuk kalian yang mau bantu aku benerin typo ya. Terima kasih sudah berkenan baca ceritaku and happy reading, Love!



Barang kali genggaman tangan Mas Lucas yang membuatku sedikit tenang sekarang, meski sesekali air mataku yang jatuh di luar kendali, itu karena rasa takut yang masih tersisa di hatiku.

Aku belum siap bertanya tentang Mas Bagas atau apa saja yang sudah dia tahu tentang keluargaku. Mungkin nanti akan kucoba ketika kami sudah di rumah dan keadaanku tenang.

Dalam perjalanan hanya ada suara Mas Lucas saling berbincang dengan Papi dan Mas Bara. Mereka bercerita tentang kemungkinan ke mana hilangnya pesawat dan trouble yang dialami hingga pesawat hilang kontak. Sementara aku memilih diam untuk menenangkan hati.

"Tadi udah makan?" Suara Mas Lucas disertai sentuhan di kepalaku lantas membuatku menoleh padanya.

"Udah di rumah Mami. Mas mau makan apa nanti?"

"Kamu pengin apa?" ucapnya balik bertanya padaku.

"Nggak pengin apa-apa. Di rumah udah banyak makan tadi."

Tangan Mas Lucas yang tadinya mengusap kepala, kini bergerak kembali menggenggam tanganku. Sementara tangannya yang bebas dia pakai untuk menyentuh perutku, membuat usapan pelan.

"Tidur sini, nanti dibangunin kalau udah sampai rumah." Mas Lucas menarik kepalaku untuk bersandar di dadanya hingga membuatku terpejam begitu mendengar detak jantungnya.

Semakin hari, perasaan cintaku semakin dalam padanya. Tanpa terasa sikap Mas Lucas belakangan ini berperan besar memperdalam semuanya, sampai pada titik ini ternyata kehilangan Mas Lucas merupakan hal paling menyeramkan.

Dan kalau boleh aku nggak mau itu terjadi.

***

Kami sampai di rumah nyaris pukul dua dini hari. Mami yang pertama menyambut Mas Lucas dengan tangis begitu kami masuk ke rumah.

Aku tak pernah dalam situasi seperti ini, tapi paham betul takut kehilangan itu rasanya menyeramkan.

"Kamu tahu Mami takut sesuatu terjadi sama kamu? Kalau udah jadwalnya libur itu pulang, Mas. Berapa kali Mami harus bilang? tolak kalau teman minta digantiin flight apa lagi sekarang kamu udah punya istri, lagi hamil pula."

Namanya juga orang tua, marahnya selalu beralasan khawatir jika sesuatu terjadi pada anaknya. Maka sedari Mami memeluk Mas Lucas sembari marah, aku juga hanya diam. Tak ingin menyela dan memilih mengambil tas Mas Lucas untuk di bawa ke kamar.

Mbak Hani masih terjaga saat kami sampai rumah. Dia kemudian yang menyiapkan minuman hangat dan makanan untuk Mas Lucas.

Supaya hatiku tenang, aku memilih mengambil wudhu dan salat malam di kamar. Duduk di atas sajadah tanpa mengatakan apapun setelah ibadah adalah hal yang paling melegakan untukku. Saat hati dan kepalaku berbicara, di sana aku percaya Sang Pemilik Kehidupan mengetahui segalanya, termasuk hal-hal yang kutakutkan belakangan.

Begitu suara pintu terbuka, aku lantas menoleh ke sumber suara. Mas Lucas masuk ke dalam dan duduk di ujung ranjang menungguku selesai melipat alat ibadah.

"Mas mau aku siapin air hangat atau apa?"

Mas Lucas menggeleng. Aku kemudian mengambil tangan Mas Lucas untuk kucium punggungnya.

"Istirahat udah malem. Mas mandi dulu."

"Aku siapin baju ganti, ya?" tawarku.

Saat Mas Lucas mengangguk, aku bergegas membuka lemari dan menyiapkan baju tidur untuknya. Hampir setengah pakaian Mas Lucas memang masih di rumah ini, supaya kalau menginap kita nggak perlu bawa apa-apa lagi.

Just Go [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang