Happy reading, love.
"Kalau kamu nggak makan, terus gimana adeknya dapet Nutrisi?"
Aku menggeleng lemah. Tadi sempat dipaksa Mas Lucas makan tekwan yang dia masak. Tapi belum sampai kutelan, aku kembali mual hebat dan berakhir tiduran di sofa dengan badan yang lemah. Kepalaku seperti berputar pelan dengan perut tak nyaman ketika mencium bau makanan.
"Kamu dari kemarin kayak gini atau baru ini?"
Mas Lucas berbisik di depanku dengan posisi berlutut karpet, sembari tangannya bergerak memijit pelan belakang kepalaku.
"Dari kemarin, tapi biasanya aku cuma mual sama nasi. Nggak tahu kenapa ini jadi ke semua makanan mual."
Anehnya aku merasa mual dan tak begitu suka berdekatan dengan Mas Lucas juga sekarang. Tapi segan juga mau bilang kalau aku mau ditinggal sendiri. "Na, kita ke rumah sakit sekarang, ya?" ajak Mas Lucas padaku.
Rasanya aku nggak kuat buat bergerak lagi, tanpa menjawab aku memejamkan mata untuk mengenyahkan sakit yang ada di kepalaku ini.
"Kirana, kamu masih sadar kan?"
Perlahan aku membuka mata dan memberikan jawaban Mas Lucas berupa anggukan kecil agar dia tenang. "Pindah ke kamar, ya? Biar nyaman tidurnya."
"Bentar Mas, aku masih pusing banget kalau bangun."
Yang bikin aku nggak nyangka, Mas Lucas kemudian bergerak cepat menggendongku ke dalam rengkuhannya. Bersamaan dengan itu, refleks aku mengalungkan lenganku pada lehernya, serta berusaha menahan napas karena wangi tubuh Mas Lucas terasa aneh di indera penciumanku sekarang, padahal biasanya aku sangat suka.
Sesampainya di kamar, Mas Lucas merebahkan tubuhku di atas ranjang. Setelah merapikan posisi tidurku, dia kemudian bergerak turun memijit ringan kakiku tanpa ijin lebih dulu. Sejujurnya berulang kali aku mau menarik kakiku yang berada di pangkuannya, tapi yang ada dia kuat menahan itu seakan mengatakan jika yang perlu kulakukan hanyalah diam menikmati pijitannya di bagian tumit hingga betis kakiku.
"Besok ke dokter pagi-pagi ya biar dicek kondisi kamu gimana. Sebenarnya besok kita diundang Bara buat ke rumahnya, tapi kalau kondisi kamu kayak gini, lebih baik kita di rumah dulu."
"Ada acara apa memangnya ke sana?" tanyaku pada akhirnya.
"Makan biasa, Rindu ulang tahun."
Aku tak langsung menjawab, ingat ketika biasanya Mbak Rindu pasti akan hubungi aku semisal ada acara atau apa. Tapi ini kenapa aku nggak tahu kalau Mbak Rindu ada makan malam buat rayain ulang tahunnya?
"Mas... Mas udah beli kado?" tanyaku dengan nada yang ragu. Gimana ya, tiba-tiba kepikiran kalau ini adalah cara Mas Lucas buat kasih perhatiannya ke Mbak Rindu. Dia masih ingat kalau besok ulang tahun mantan kekasihnya, sementara dia nggak tahu kapan aku lahir.
"Nggak usah beli kado, dia bukan anak-anak lagi. Biasanya kita cuma makan malam kalau ada keluarga yang ulang tahun."
Aku mengangguk saja, meski rasanya pasti aneh ke rumah orang yang ulang tahun tapi kita nggak bawa apa-apa.
"Kamu biasanya makan apa kalau mual?"
Tak mau membuat Mas Lucas terbebani aku sengaja menolak dan minta ijin untuk tidur lebih dulu. Membiarkan Mas Lucas bergerak pelan memijit bagian kakiku yang mulai terasa nyeri di telapaknya.
***
Pagi harinya sekitar pukul delapan pagi kami akhirnya ke rumah sakit. Tidak begitu antre karena kami juga sudah mendaftar lewat on line untuk konsultasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Go [selesai]
General FictionNote: Beberapa part sudah diunpublish. TRIGGER STORIES!! "Tidak apa-apa, kamu baik-baik saja." Kalimat itu seperti nyanyian merdu tiap kali dunia menjatuhkan Kirana pada rasa kehilangan. Umurnya masih lima tahun waktu itu. Gadis kecil dengan bando m...