Just Go| 46

8.4K 1.5K 213
                                    

"Apa yang mas sembunyikan dari aku?"

"Sembunyikan apa?"

Aku melipat tanganku ke dada. Beberapa jam nahan buat enggak tanya tentang apa yang kudengar tadi akhirnya menemui batasnya. Sepulang dari pasar malam aku mengajak Mas Lucas bicara di kamar dan langsung pada intinya begitu dia menutup pintu.

"Apa pun yang nggak aku tahu, Mas. Kamu dan Mami sembunyikan sesuatu kan?" tanyaku mencecarnya.

"Kirana, aku nggak tahu kamu ngomong apa," bantah Mas Lucas.

Tanganku terkepal kuat di sisi tubuh. Mas Lucas masih saja berbohong di depanku, entah apa yang dia tutupi. Atau tujuannya mau bikin aku semakin hancur aja sebenarnya?

"Aku nggak tahu Mas, kan aku nanya. Mas sama mami di belakangku bilang Mas harus sabar sedikit lagi sampai aku ngerti, itu maksudnya apa?"

Mataku udah berkaca-kaca, sebenarnya aku bukan tipe orang yang mudah marah dan nggak suka meledak seperti ini. Tapi kali ini aku beneran nggak tahan lagi dengan sikap Mas Lucas.

"Mas selama ini aku coba buat diam. Karin permalukan aku di depan umum pun, aku diam. Aku berusaha nggak ngelawan kamu sekalipun buat aku nggak masuk akal kamu cerita masalah rumah tangga kita ke orang lain, sementara ke aku aja kamu nggak pernah cerita apa-apa. Ini yang jalanin rumah tangga kita, Mas! Tapi kenapa aku terkesan ga tau apa-apa."

Pandangan tajam Mas Lucas perlahan mengendur, dia lantas memintaku untuk duduk di ranjang karena suaraku udah berubah mencicit dengan air mata yang tiba-tiba jatuh.

"Mas kenapa jahat banget sih sama aku? Dari awal emang harusnya Mas nggak perlu maksa diri buat nikahin aku kalau akhirnya cuma buat manfaatin aku. Nggak cuma mas yang jahat, Mami juga. Semua keluarga ini keterlaluan, kalau mas tanya apa aku mencintai Mas sejak dulu? Jawabanku iya, benar apa yang Mami ucapin. Tapi apa itu bikin Mas pantes nikahin aku hanya karena rasa kasihan? Supaya Mas bisa hidup dengan perempuan yang mencintai Mas, yang nggak keberatan ngurus Mas di masa tua nanti?" cecarku kian emosi. Aku mengatakan itu dengan lancar meski dadaku udah berdesir saking marahnya.

Tapi apa kalian tahu bagaimana reaksi Mas Lucas?

Dia tersenyum, meski bukan terlihat seperti tersenyum senang. Tapi ini di luar dugaanku, karena kupikir dia akan terpancing marah aku menyebut Mami jahat di depannya begini.

"Aku bukan tipe orang yang mudah menyesali sesuatu yang sudah menjadi pilihanku," ucapnya tenang. "Aku tahu kewajibanku bukan hanya kasih kamu nafkah lahir, tapi juga batin. Di sini maksudku mencintai kamu. Seperti yang kamu tahu, memang perasaan itu belum ada sampai di mana kita nikah. Makanya otakku yang pendek ini langsung memikirkan kapan kita akan berpisah. Tapi kemudian kalau aku butuh satu tahun lebih untuk ngerubah perasaanku, bukan berarti aku nggak pernah berusaha, Na. Ketika aku berani nyentuh kamu saat itu, artinya aku udah ngerasa siap nafkahin kamu secara batin. Aku nggak sebrengsek itu mau nidurin perempuan tanpa perasaan cinta dan kamu orang pertama," akunya tanpa melihatku. Pandangannya lurus ke arah pintu, tapi terlihat menerawang jauh.

"Di keluargaku nggak ada yang jahat. Kalau mereka jahat, mereka nggak akan minta aku nikahin kamu."

Mas Lucas mengembuskan napas keras, kedua bahunya yang tadinya merosot, dia naikan dan menggunakan dua telapak tangannya untuk menyangga tubuh di atas ranjang.

"Menafkahi kamu secara batin aku berani lakukan sebagai caraku menghargai kamu sebagai perempuan. Maaf kalau kamu jadi merasa terbebani karena harus ngurusin aku padahal harusnya kamu masih bisa bebas bersenang-senang. Tapi tolong jangan bilang Mami jahat. Mami selalu mengutamakan kamu di atas kepentinganku, anak kandungnya sendiri. Keyakinan Mami juga yang buat aku berani memulai rumah tangga yang baik, meski belum bisa baik di mata kamu."

Just Go [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang