Just Go|40

9.9K 1.6K 216
                                    

Part ini pendek ya, buat absen malam Minggu doang karena harusnya aku nggak bisa pegang draft.

Tolong dimengerti ya.

Happy reading

Name—iKON










Bohong kalau aku bilang sekarang aku baik-baik saja. Pertahananku bahkan hanya bisa kugunakan untuk melangkah mundur saat Mas Lucas menghampiriku dengan raut wajah kaku.

"Kirana?"

Mas Lucas hendak menjangkauku ketika aku mundur. Pergerakan yang refleks bikin aku bergerak cepat hingga nggak memperhatikan langkah dan membuatku tersandung kakiku sendiri lalu jatuh.

Beruntung posisiku jatuh tidak terlalu keras, atau sesuatu yang ada di dalam hati sakitnya lebih parah sehingga sakitnya kakiku tak begitu terasa.

"Kamu nggak apa-apa?"

Kalau sudah begini, aku nggak bisa bergerak lagi. Buat bangun juga susah karena badanku berat.

"Maaf. Kalau kamu tadi dengar semuanya, tapi semua nggak seperti apa yang kamu pikirin, Na."

Mas Lucas turut berlutut di depanku. Mengulurkan tangan tapi langsung kutolak dengan gelengan kuat.

"Dengar kan Mas, Na. Mas bicara begitu supaya Mami berhenti bujuk kita tinggal di sana," ujarnya membela diri.

"Maaf. Jangan begini, ayo bangun."

Aku tak sempat membalas apa pun lagi karena tiba-tiba Mas Lucas mengangkat badanku seperti tanpa beban.

Aku nggak sempat mengalungkan tangan ke lehernya hingga membuat Mas Lucas memegangi tubuhku kuat-kuat.

Dia membawaku ke kamar. Aku menyadari itu karena suara pintu kamar yang terbuka setelah dia membuka dengan sebelah tangannya tanpa menurunkanku.

Bagaimana hatiku? Rasa kecewaku ini sudah parah. Aku kaget dan kalau boleh jujur, aku marah.

Saat tubuhku sudah menyentuh ranjang, Mas Lucas menarik bantal buat mengganjal punggungku di hardboard ranjang.

"Perut kamu sakit? Kita ke rumah sakit ya? Kakimu gimana?"

Aku menggeleng lemah tanpa ekspresi apa pun.

"Na, Mas minta maaf. Jujur Mas nggak ada maksud bicara seperti itu. Jangan diam begini."

"Maaf," begitu saja kalimat yang mampu kuucap, kemudian menghembuskan napas melalui celah bibir.

Dadaku semakin sesak tapi aku nggak bisa nangis, entah karena apa.

Pandangan Mas Lucas sama sekali tak teralih dariku. Seperti menatap cemas tapi aku nggak yakin itu benar.

"Mas tadi kehabisan alasan buat yakini Mami kalau kamu akan baik-baik saja di rumah, Na."

"Ayo kita ke rumah Mami," balasku lirih. Benar-benar seperti cicitan karena tenggorokanku rasanya seperti terganjal kekecewaan yang besar. "Seharusnya seorang istri itu nurut sama perintah suami."

Mas Lucas menggeleng. Berusaha menyentuh tanganku sebelum aku berhasil menghindar.

"Kita nggak perlu ke sana kalau kamu nggak nyaman. Na, mas berharap kamu bisa bahagia, biar anak kita sehat."

"Dia akan sehat, Mas," balasku getir. "Aku akan jaga dia buat Mas dan Mami."

"Kirana bukan begitu," elaknya.

Aku kembali menghembuskan napas dari celah bibir. Berharap sakit itu berkurang lebih banyak, namun nihil.

"Kirana udah nggak punya siapa-siapa lagi. Udah sangat beruntung keluarga Mas mau terima Kirana di sana. Kayaknya mengharapkan perasaanku terbalas itu terlalu muluk-muluk ya, Mas? Maaf udah lancang berharap lebih."

Just Go [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang