Happy reading!
Hari ini Noah kebetulan mendapatkan jatah libur dari rumah sakit. Sebuah keajaiban dia mendapatkan hari Minggu di rumah. Maka karena itu, Noah memutuskan untuk melakukan olahraga yang sudah jarang sekali ia lakukan. Olahraga favoritnya dari segala jenis olahraga. Benar. Lari.
Noah sudah bangun pagi pagi sekali. jam tiga pagi.
Iya benar. Kalian tidak salah membaca. Noah sangat senang lari dini hari. Di tengah musim hujan seperti ini.
Namun, pemandangan yang pertama kali ia lihat saat ia turun adalah mamanya yang sedang menangis. Noah spontan bertanya karena khawatir. "Mah, kenapa? Ada apa?"
Yeji yang mendengar suara Noah cepat-cepat menghapus air matanya. Tidak ingin menunjukkan apapun yang ia rasakan kepada sang putra yang sekarang berjalan mendekat dan memeluknya.
"Mama ngga apa apa?" saat ditanya begitu, yeji malah menangis sambil memeluk Noah yang entah sejak kapan menjadi lebih tinggi dari dirinya. Bahkan yeji hanya mencapai bahu putranya. Noah tidak banyak bertanya. Ia hanya mengusap-usap punggung mamanya.
"Mama kenapa? Ada masalah sama papa? Biar kakak yang bilang sama papa nanti" yeji menghapus air matanya lagi.
"ngga apa apa, kak. Maaf ya mama nangis di depan kakak. Biasa mama sama papa lagi ada masalah. Maaf banget kamu harus tau masalah kami" Noah menggelengkan kepalanya. Ini bukan masalah besar, bukan?
"bukan masalah yang besar, kak. Cuma ribut rumah tangga aja kaya biasanya. Oh iya kamu mau kemana pagi-pagi begini?" Tanya yeji mengalihkan pembicaraan. Noah terdiam sejenak. Memastikan apakah mamanya baik baik saja atau tidak.
"mau lari, ma. Papa dirumah kan?" Yeji mengangguk.
"mama tidur di kamar kakak dulu kalau misalnya ngga mau ketemu papa. Kamar kakak udah kakak beresin kok tadi. Mama bisa tidur disana dulu, yang penting mama tidur. Kakak ngga pulang nanti nyampe pagi" tawar Noah. Yeji hanya tersenyum.
"ngga usah kak, bukan masalah besar. Cuma misscomm aja. Papa sama Mama malah butuh waktu berdua. Nanti pagi juga kita berdua udah baik-baik aja. Udah sana sekarang lari, kunci rumah di tempat biasa ya, kak" dengan ragu Noah berjalan meninggalkan ruangan. Yeji mengangguk pertanda dia baik baik saja dan melangkah kembali ke kamar. Dia akan berbicara dengan Jeno nantinya. Tidak tidak ada orang ketiga dalam hubungan mereka, kalian jangan khawatir, kalian tau seberapa bucin Jeno pada istrinya bukan? Percaya saja pada papa tiga anak tersebut.
Kembali ke Noah yang sekarang sedang melakukan pemanasan di halaman rumahnya. Ia meregangkan badan nya agar tidak merasa kesakitan saat berlari. Sudah cukup lama dia tidak lari.
Setelah menyalakan musik favoritnya, kemudian dia memulai berlari secara pelan keluar dari rumah besar berlantai tiga miliknya.
Udara dingin benar benar menyambut dirinya yang sekarang tengah memakai celana olahraga diatas lutut dan kaos polos berwarna biru tua. Tentu saja sangat dingin, suhu udara sekarang mencapai lima belas derajat dan baru saja turun hujan. Tapi Noah sudah berlari keluar.
Target larinya adalah tiga hingga lima jam, dia akan kembali pukul delapan paling siang jika saja dia banyak berhenti beristirahat. Jangan tanya kemana dia akan melangkahkan kakinya, dia hanya akan berlari sejauh mungkin. Mencari pelampiasan apa yang selama ini ia rasakan. Semuanya dengan berlari.
Noah kemudian melakukan sprint beberapa menit sebelum kembali joging. Ia mengatur napas tapi enggan untuk berhenti.
Banyak yang terjadi pada diri Noah, tidak, lebih tepatnya dengan apa yang ada dalam pikirannya.
Tentang dirinya, kisah cintanya, bahkan masa depannya. Semua terpikir belakangan ini.
Noah belakangan merasa kebingungan dengan hidupnya, kemana dia akan melangkahkan kakinya, apa dia sudah benar memilih jalan ini sebagai masa depannya? Apa benar dia memilih menjadi dokter karena kemanusiaan bukan karena paksaan orang tua dan tuntutan masyarakat karena memiliki ayah seorang dokter yang sama seperti dirinya? Apa dia sudah benar?
Selama lebih dari dua puluh lima tahun hidupnya, Noah berjalan secara teratur. Sekolah lulus lebih cepat dari Jemi, kuliah lulus tepat waktu, menjadi dokter umum pun Noah bisa dapatkan dengan nilai yang bagus, tapi sekarang dia kembali berpikir. Sudah benarkah ia melangkah sejauh ini? Apa saja yang terlewat dalam hidupnya?
Selama ini, yang dia lakukan hanyalah belajar-belajar-belajar begitu saja. Tidak ada lagi yang bisa ia lakukan. Ia tidak bisa seperti Jemi yang bisa bebas menyuarakan isi hatinya. Atau Jemi yang bisa mengatasi sesuatu dengan cepat tanpa menimbulkan kekacauan. Begitupun ia bukan adik kesayangannya, Athena. Yang sekarang bisa begitu bebas pergi kemanapun dia mau. Dia merasa terjebak dengan dirinya sendiri.
ini benar dirinya? apa yang ia lakukan sesuai dengan hatinya?
Noah terus berlari semakin jauh dari rumah, membiarkan semua pikirannya hilang perlahan karena berlari semakin jauh.
Tidak ada orang saat ini, hanya ada dirinya yang tengah berlari dengan tubuh yang sudah mengeluarkan keringat. Kaki panjangnya tidak berhenti melangkah. Semakin lama semakin cepat.
Noah memang pendiam, tapi dia masih bisa mendengar. Ia mendengar semua berita berita buruk yang menimpa dirinya dan Jemi walau memilih bersikap diam. Begitupun Jemi yang memilih caranya sendiri untuk tidak berbicara kepada mamanya.
Menjadi 'anak emas' di rumah sakit salah satunya, diantara banyak berita buruk tentang dirinya itu adalah berita paling sering ia dapatkan.
'mentang mentang punya papa dokter langsung bisa masuk dan punya kerjaan tetap ya?' katanya. Padahal mereka tidak tahu kalau Noah gagal ujian kedokteran dua kali, dan lolos di ujian keempat (karena yang ketiga Noah mengundurkan diri) dengan full beasiswa. Bukan beasiswa kurang mampu, tenang saja. Noah tidak tega mengambil jatah yang seharusnya bisa menjadi rezeki orang dan baginya jika mengambil hak orang lain, itu sama saja mendoakan bahwa kita akan menjadi orang seperti itu. Noah tidak mau. Alhasil Noah harus benar benar belajar bahkan dia akan diasramakan oleh Jeno.
Kalau ditanya otak siapa yang pintar maka Noah akan menjawab Jemi. Otak papanya menurun semua ke Jemi. Tidak semua. Jemi 60% sisanya Noah dibagi dua dengan Athena.
Jemi berhasil lulus ujian masuk perguruan tinggi jurusan arsitektur tanpa belajar segiat Noah dan Athena. Jemi bahkan hanya melirik malas materi ujian dan memilih bermain game, tapi nilainya semuanya bagus. Sebuah keunggulan walau minusnya sering tawuran. Kadang Noah iri, mengapa Jemi bisa sempurna dalam semuanya. Dalam kecerdasan bahkan hingga cinta.
Ah cinta.
Noah sepertinya harus berusaha menghentikan dirinya agar tidak jatuh kepada Alessia, tidak lagi. Dia tidak mau ada perkelahian dengan Jemi. Apalagi kalau masalah wanita. Dia harus mengalah dengan sang abang? Atau dia harus maju memperjuangkan cintanya? Nih bingung. Dia jatuh cinta. Tapi dia juga tidak mau merusak hubungan nya dengan Jemi. Mau bagaimanapun, hubungannya dengan Jemi sangat berarti dari apapun. Mereka berdua satu paket.
Kalau kata Daddy jaemin, Jemi dan Noah itu satu. Kalau satu patah hati, yang satu pasti ikut ngerasain. Yang satu sakit, satu lagi juga ikut sakit. Noah bersama sama dengan Jemi hingga usianya sampai sekarang. Itu lebih berharga bukan?
Noah menghentikan langkahnya begitu rasa lelah mendera dirinya. Baru satu jam ia berlari. Ia kemudian memilih membeli air minum di salah satu minimarket dua puluh empat jam.
Setelah puas beristirahat sejenak, Noah siap melanjutkan untuk berlari.
Karena menurut Noah, hidupnya adalah lomba lari. Tidak peduli siapa yang akan menang, tidak peduli siapa yang akan kalah, yang paling penting dia bisa menyelesaikan hingga akhir dengan jalan yang benar.
=======================================
Terimakasih telah membaca, jangan lupa untuk tinggalkan jejak disini ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Familia
Fanfiction-Diamante universe- [Please read Diamante and Royals before you read this story] Ketika keluarga sudah kembali utuh, rasa bersalah sudah menghilang dari kalbu, apakah hidup mereka akan baik baik saja? "Kalian bertiga akan aman dengan papa. Papa ber...