"sebentar" yeji berteriak dari dalam rumah saat mendengar suara bel dari pintu utama. Ini masih jam delapan pagi. Jeno masih berada di kamar tengah mandi, Jemi dan Athena juga belum bangun tidur. Tapi sudah ada bunyi bel yang berbunyi.
"Siapa, ma?" Athena dengan mengantuk menoleh. Ia juga terbangun saat mendengar suara bel yang berbunyi. "Ngga tau, dek. Adek sekalian bangun ya. Udah siang soalnya. Kamu harus sarapan" Athena menganggukan kepalanya. Ia berjalan mengekor mamanya yang turun dari kamarnya menuju pintu sementara dia berbelok menuju ruang makan.
"Siap--LOH NOAH KAMU KENAPA?" Yeji langsung berteriak panik saat melihat putranya berada di hadapannya dengan wajah yang babak belur. Serta sebuah perban yang berada di kepalanya. Noah tersenyum. "Mama, Noah pulang"
"PA, NOAH KENAPA JADI GINI? PA, INI ANAKNYA" yeji berteriak khawatir, mengabaikan sapaan dari putranya. Ia tentu saja khawatir bukan main. Ia mengantarkan putranya dengan kondisi putih mulus tanpa cela sekarang pulang dengan kondisi luka luka.
Yeji dan dua anaknya yang lain memang sengaja tidak Jeno beritahu kondisi Noah. Tentu saja mereka akan panik. Yeji bisa menangis khawatir dan Jemi, bahkan bisa menyusul kesana detik itu juga.
Mendengar teriakan yeji, semua penghuni rumah keluar dari persembunyiannya. Athena bahkan belum menyuap sereal nya sementara Jemi langsung bangun. Setengah nyawanya belum terkumpul.
"LOH KAKAK KENAPA?" Noah meringis mendengar suara melengking adiknya yang menghampiri dirinya dengan sendok di tangan. "Kakak ngga apa apa, dek" ujar Noah pelan.
"Lah Lo kenapa kok bentuknya jadi begini?" Noah menatap sebal Jemi. Jemi panik tentu saja tapi dia mahir menyembunyikan ekspresi miliknya.
"ah, Noah itu temannya disuruh masuk dulu" saking paniknya dengan keadaan Noah, mereka tidak melihat bahwa Olivia sendiri lah yang mengantar Noah pulang.
"Ma, pa, ini Olivia" Jeno dan yeji saling pandang. Olivia memajukan tubuhnya, sedikit terseok-seok karena luka pada pahanya belum sembuh benar. Wajahnya pun lebih parah dari Jeno. "Olivia, bu, pak" ujarnya ramah.
"Ya Tuhan ,ini kenapa lagi cantik mukanya? Apa yang terjadi sama kalian berdua. Ayo ayo duduk dulu. Olivia masuk dulu. Ana, minta tolong mbak buatin minum yaa" ana mengangguk. Ia kemudian berlari memanggil asisten rumah tangga yang memang akan masuk ke dalam rumah jika sudah diizinkan oleh tuan rumah. Ia juga akan menghabiskan sereal nya di meja makan
"Kok kalian bisa gini?" Yeji menyentuh wajah Noah yang sekarang membiru. Noah tentu saja meringis kesakitan. Ini sangat sakit. Jika saja yang menyentuhnya bukan ibunya, ia akan langsung meninju dirinya.
"Panjang ma ceritanya. Nanti aja ceritanya ya? Noah cape banget. Olivia juga harus kembali. Tadi cuma nganterin Noah aja karena mobil dia ada di bandara" ujar Noah. Olivia mengangguk.
yeji menoleh. "sudah sarapan? Ayo sarapan dulu" ajaknya. Ia juga tidak tega melihat wanita yang terluka seperti ini untuk keluar sendiri.
"Tidak usah, Bu. Biar saya sarapan di kantor saja" tol aknya tidak enak.
"Kak olive, ayo sarapan bareng ana" Athena menyahut sambil menggoyangkan sendoknya di udara.
"udah udah, makan dulu ya. Tante ngga suka ditolak" Jemi hanya mengangkat bahu saat Noah menoleh ke arahnya. Mamanya kan tidak bisa ditolak kalau berkeinginan sesuatu.
"Ah?" Jeno yang sedari tadi melipat kedua lengannya di depan dada mengangkat alisnya.
"bapak itu...?" Jeno hanya menganggukkan kepalanya saat Olivia bertanya. Noah menengokan kepalanya bergantian. "Kalian berdua saling mengenal?"
"dia putra kepala satuan angkatan darat. Papa pernah ke rumahnya. Masuklah. Sarapan dulu. Biar saya yang akan berbicara dengan ayahmu kalau kau akan terlambat apel"
"Nah udah, yuk masuk. Kita sarapan dulu" ujar yeji sambil menggandeng tangan Olivia. Membiarkan kedua putra dan suaminya berdiri kebingungan di pintu masuk.
"Coba gerakin tangan kamu" ujar Jeno memeriksa putranya yang langsung dituruti oleh Noah. Mereka saat ini sedang berada di meja makan, tapi karena yeji ngotot agar Jeno memeriksa Noah terlebih dahulu.
"Rontgen pa, habis ini. Rasanya kaya ada yang sakit di dada" Jeno hanya menganggukan kepalanya. Ia melirik kepala belakang Noah. Jahitan Noah sedikit terbuka. "bentar, ini lepas" ujarnya kemudian berjalan ke kamar yang berada di lantai bawah.
"Ngga mau liat. Abang" Athena merengut. Ia bangkit dari tempat duduknya menghampiri yeji. Enggan melihat papanya yang kembali menjahit luka di kepala belakang Noah.
"dipukul pake apa?" tanya Jeno berbisik. Hanya bisa didengar Noah dan Jemi. "beton katanya" ujar noahl lirih. Jemi menatap Noah yang masih anteng dijahit. "Untung lo kaga mati disana, buset. Itu beton jatuh ke tanah aja langsung bolong tuh tanah. Ini ke kepala" Jemi berkomentar.
Noah mengangkat bahu. "mereka salah sasaran kayanya. Ini kena lancip nya. Punggungnya yang kena badan. Jadi sakit semua"
"ini kamu bisa keluar sana pake apa? Ada obat pereda nyeri?" Tanya Jeno begitu merapikan peralatan nya. Noah menatap papanya takut. "Morfin, pa. Maaf. Ngga ada alternatif lain" Noah berujar lirih. Jemi bahkan tidak mendengarnya.
Jeno menghela nafas. "ya udah. Jangan bilang mama. Besok kita ke syaraf juga. Takut ada masalah sama kamu" Noah hanya menganggukkan kepalanya mengerti kemudian duduk di kursinya lagi.
"Gue ngga tau kalau selera lo dari cia sekarang banting setir jadi gahar begini" Jemi berbisik saat melihat Athena melepaskan baret nya. Membiarkan rambut nya yang ia jadikan satu. Noah melotot, menyenggol lutut kembarannya pelan. "ngaco"
Jemi mendengus. "mana ada sejarahnya seorang Noah pulang ke rumah bawa cewe. cia aja mentok nyampe garasi depan. Ini dibawa nyampe dalem" Jemi lagi lagi menyuarakan pendapatnya yang sama sekali tidak bermutu.
"Bener, ana setuju kali ini sama bang Jemi" Athena menyahut sambil mengunyah choco crunch miliknya. "kamu ngga usah ikut ikutan, anak kecil" Noah menatap kedua saudara nya lelah. Apa apaan?
"hei, kalian kenapa bisik bisik? Lagi ada tamu kok" mereka berdua tersentak dan menoleh ke arah yeji yang sedang membawa makanan.
"Abang ngajak ghibah, ma" jemi melotot. "Enak aja Abang. Kan adek yang ikutan. Abang mah lagi ngomong sama kakak" ujar Jemi tak mau kalah. Jeno yang menyaksikan ketiga anaknya hanya menggelengkan kepalanya. Sudah terlalu biasa mereka bertengkar seperti ini.
"Bohong ma, Jemi ngajak ghibah" Noah kali ini melakukan pembelaan membuat Jemi melotot kesal. Ia bahkan menyentuh luka milik Noah yang membuat Noah melotot karena kesakitan. Dengan cepat dia menggeplak kepala kembarannya. "Sakit, bego"
"Nama lo, Jemi?" Olivia bertanya kepada Jemi yang sedang mengusap usap kepalanya. Pukulan Noah bukan kaleng kaleng! Rasanya semua yang ada di hadapannya berputar. Jemi menoleh. "iya, gue Jeremiah. Tapi dipanggil Jemi. Abang berapa menitnya dia" Noah mendengus.
"Tapi kata Noah, Jemi itu nama anjing peliharaan nya" Jemi menoleh ke arah Noah yang sudah siap melarikan diri. Noah bangsat!
"SINI LO, JANGAN PURA PURA SAKIT. BALIK!" Jemi berteriak mengejar kembarannya yang lari dengan terseok Seok.
"MAMA TOLONGIN NOAH, JEMI NYA JAHAT"
Jeno hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat keributan dihadapannya. Lima detik berikutnya, ekspresi nya berubah. Ia meringis sambil menundukkan kepalanya sementara tangannya menggenggam erat sendok yang sebentar lagi melengkung.
ternyata sakit juga ya?
-----
Jangan lupa untuk tinggalkan jejak disini yaaa bestie 👍
KAMU SEDANG MEMBACA
Familia
Fanfiction-Diamante universe- [Please read Diamante and Royals before you read this story] Ketika keluarga sudah kembali utuh, rasa bersalah sudah menghilang dari kalbu, apakah hidup mereka akan baik baik saja? "Kalian bertiga akan aman dengan papa. Papa ber...