"iya, Jemi langsung pulang ke rumah ya? Mama mau nitip apa?" Jemi langsung menelepon ibunya begitu pesawat yang ditumpangi nya mendarat dengan mulus di bandara. Dia benar benar pulang sendiri seusai rapat, meninggalkan Rebecca yang masih mengurus pekerjaan nya di Jepang. Rebecca akan menyusul begitu semuanya sudah beres.
"oke, yaudah Jemi langsung pulang" ujarnya. Ia kemudian berjalan dengan santai. Dia tidak membawa apapun. Kopernya ia tinggal. Dia hanya membawa dompet dan handphone miliknya. Serta kemeja polos yang selalu ia kenakan.
"eh maaf" Ujarnya saat menabrak seorang pria yang jauh lebih tua dari dirinya. Ia kemudian mengambil ponselnya yang terjatuh karena menabrak pria dihadapannya. Begitupun benda benda milik pria dihadapannya yang tercecer di hadapannya.
"Ah tidak apa apa. Sepertinya aku pernah melihat mu?" Jemi mendongak, ia menatap pria dihadapannya dari atas hingga bawah. Rasanya tidak asing dengan pria dihadapannya.
"Siapa ya?" Ujar Jemi mengingat-ingat.
"Ah, kau anaknya Jeno atau jaemin ya?" pria itu menebak nebak. Jemi tersenyum tipis. "Aku putranya Daddy jaemin"
"ah benar benar, kau anaknya jaemin. Bagaimana kabar Daddy mu?" Jemi tersenyum. "Daddy baik baik saja. Aku pergi dulu, paman. Ada yang harus aku urus" ujarnya berpamitan. Ia kemudian membawa ponsel miliknya yang retak. Biar nanti ia membeli yang baru sesampainya di rumah.
Bukan hal asing lagi kalau Jeremiah mengenalkan dirinya sebagai putra dari jaemin karena kemiripan wajah mereka. Nama mereka pun mirip. Identitas jonah yang selalu dirahasiakan membuat Jemi lebih leluasa mengaku kalau jaemin adalah ayahnya. Walau hanya ayah gadungan.
Motifnya? Tidak ada sih. Dia hanya bosan dimirip-miripkan dengan ayah dari Jonah. Jadi mengapa tidak sekalian saja dia mengaku jadi anaknya Daddy jaemin? Toh wajahnya juga tidak mirip mirip amat dengan Jeno.
Karena mamanya tidak menitip apapun, Jemi akhirnya langsung kembali ke rumah dengan menggunakan taksi.
"Demi tuhan, Jemi udah rela balik jauh jauh dari Jepang cuma buat liat orang main game?" Jemi berkacak pinggang melihat orang yang sedang ia khawatirkan malah duduk di sofa dengan PS ditangan. "Ya kan papa bilang ngga usah pulang, percuma" ujarnya tanpa dosa.
Jemi mendengus kesal kemudian membanting tubuhnya di sofa. Sia sia saja dia pulang. Tapi memang wajah papanya sangat berbeda. Papanya lebih pucat walau mulutnya asik mengoceh dengan game nya. Bibir nya juga kering, tidak seperti biasanya.
"Pa, papa sakit apa. Jangan bohong. Jemi tau ya kalau papa bohong" Jemi menatap Jeno sambil menyipitkan matanya, melihat apakah papanya berbohong atau tidak. Jeno hanya menggelengkan kepalanya. "papa cuma sakit biasa, bang. Efek umur kali ya"
Jemi mendengus kemudian melempar bantal sofa ke papanya. "boong terus" Jeno hanya menggelengkan kepalanya.
"yang penting papa udah ngga apa apa, bang. Udah sana makan dulu. Belum makan kan? Mama udah masak tuh tadi sebelum berangkat" Jemi yang baru saja hendak merebahkan tubuhnya menoleh dan bangun.
"pa, ini semurnya jemi habisin ya" jemi berteriak dari ruang makan saat melihat salah satu menu favoritnya berada di meja makan. jeno yang sedang membalas pesan istrinya menoleh. "iya, buat kamu aja"
jemi memakan sarapan kesiangannya dengan tenang, menghabiskan dua porsi besar nasi dengan sayur dan lauk buatan sang mama. berbeda dengan papanya yang sangat anti dengan makanan yang disebut sayur, jemi malah menyukai makanan berwarna warni yang ibunya buat. dia tidak ada masalah sama sekali dengan menu apa saja yang ibunya buat, karena jemi tidak memiliki alergi apapun terhadap makanan. jemi hanya mempnyai alergi terhadap perempuan gatal. itu saja.
"jem, mancing yuk" baru saja jemi mengusap perutnya yang kekenyangan, papanya sudah mengajak jemi untuk memancing. jemi mendengus. "ngapain mancing sih, pa? tinggal nitip mama beli ikan di supermarket aja kenapa sih" ujar jemi mengeluh.
jeno menggelengkan kepalanya. "udah buruan ganti baju, pakai baju yang nyaman. papa ambil pancing di gudang dulu"
jeremiah mendengus. dengan enggan ia berjalan menuju lift yang sengaja ia buat di rumahnya karena jemi terlalu malas untuk berjalan dan naik tangga.
akhirnya setelah dua puluh menit bersiap dan lim belas menit dengan motor, sepasang anak dan bapak sudah sampai di sebuah pemancingan yang sebenarnya cukup ramai. jeno mengeluarkan uang dan memilih tempat paling ujung yang terlihat lebih sepi dari yang lain.
jemi lagi lagi mendengus kesal saat dia harus menunggu kail yang belum juga didatangi oleh ikan. "pa, pulang aja ayo" ujarnya memelas sambil bersandar pada tiang bambu yang berada di samping kolam.
jeno menggelengkan kepalanya. mereka baru duduk lima menit, jemi sudah merengek pulang.
"ini baru lima menit, jemi. sabar." jemi menghembuskan napasnya pasrah. sekarang ia tahu darimana gen anehnya berasal. siapa lagi kalau bukan pria disampingnya? pria yang bahkan belum sembuh dari sakit namun sudah mengajaknya memancing."heh, jangan tidur. nanti umpannya kalau dimakan, gimana?" jeno menggoyangkan tubuh sang putra sulungnya saat melihat jeremiah nampaj memejamkan matanya sambil memeluk tiang bambu. kakinya ia turunkan di tepi kolam.
"ntar sama papa aja. jemi ngantuk" racaunya enggan dibangunkan oleh Jeno. Ia bahkan membiarkan pancing nya.
Jeno menggelengkan kepalanya melihat putranya yang terlelap sambil duduk.
"Jem, Jem. Papa awalnya ngira kalau dulu papa gagal ngedidik kamu. Tapi sekarang papa sadar, kalau misalnya kamu ikut didikan papa dengan cara kamu sendiri" ujarnya sambil tersenyum tipis. Ia menarik kailnya mendekat melihat umpannya sudah tidak ada sisa namun tidak ada ikan yang tersangkut di mata kail nya.
"Udah besar ya Jem? Susah ya jadi anak pertama? Apalagi papa mama sibuk, kamu dirumah ngurus adek adek" Jeno kembali meletakkan pancingnya ke kolam.
"Makasih ya udah jadi Jemi yang papa kenal" lirihnya.
Dalam diam, Jemi mendengar apa yang papanya ucapkan. Ingin menangis, tapi dia sedang pura pura tidur. Kalaupun ketahuan menangis, nanti dia akan diledek habis habisan oleh papanya.
"JEM, PANCING MU DAPAT IKAN" Jemi langsung terbangun saat sang papa berteriak, spontan, ia memegang pancingnya. Saking paniknya, Jemi lupa dimana dia berada. Keseimbangan nya goyah.
BYURR
Jeno terdiam beberapa saat menyaksikan apa yang baru saja terjadi dengan putranya sebelum tertawa terbahak bahak. "HAHAHA JEM, KAMU NGAPAIN RENANG SAMA IKAN PATIN?"
Jemi mendengus. Sudah jadi bahan tertawaan papanya. Ditonton orang orang pula.
Pokoknya Jemi berjanji, ini adalah kali terakhir ia menginjakkan kakinya di tempat ini.
-------
Jangan lupa untuk tinggalkan jejak disini yaaa bestie
KAMU SEDANG MEMBACA
Familia
Fanfiction-Diamante universe- [Please read Diamante and Royals before you read this story] Ketika keluarga sudah kembali utuh, rasa bersalah sudah menghilang dari kalbu, apakah hidup mereka akan baik baik saja? "Kalian bertiga akan aman dengan papa. Papa ber...