familia-tamu yang tidak diundang

730 131 12
                                    

"Lo udah terima surat dari direktur?" Noah yang sedang melangkahkan kakinya keluar menuju tempat parkir rumah sakit menoleh ke arah temannya yang datang menyapanya. Noah mengangguk. "lo dapet juga?"

Pria tampan disampingnya mengangguk.

"ini beneran kita yang bakal dikirim? Ngga salah?" Pria disebelah Noah namanya jae, lebih lengkapnya bernama jaehyuk. Seorang dokter gigi yang lebih senior daripada dirinya. Noah mengangkat bahu.

"berapa lama sih dua Minggu?" Noah menoleh.

"enak aja dua Minggu, empat puluh hari" jawabnya sedikit ngotot.

Keduanya, entah ini bisa disebut untung ataupun buntung, terpilih menjadi perwakilan rumah sakit. Secara rutin, direktur utama rumah sakit alias bapak Suho yang terhormat, mengirim staff rumah sakitnya untuk terjun ke suatu tempat yang bahkan mereka tidak tahu seperti apa guna melakukan pengabdian. Bekerja dengan suka rela membantu orang orang yang tidak memiliki akses kesehatan yang lebih baik.  Dan mereka berdua, inilah waktunya. Giliran mereka untuk turun ke lapangan. Empat puluh hari, beradaptasi dengan lingkungan baru. Dengan orang-orang baru. Ya Tuhan, memikirkan hal itu saja membuat Noah lelah. Ia sangat buruk dalam beradaptasi di lingkungan baru.

"tau ngga siapa aja yang dikirim?" Tanya Noah begitu mereka sampai di parkiran. Jaehyuk mengangguk.

"Dokter kita berdua, sama dua perawat" Noah melotot. CUMA EMPAT? DAN DIA SATU SATUNYA YANG MENEMPUH PENDIDIKAN DOKTER?

"kita bareng tentara, jadi kalau terlalu banyak, ngga bisa cukup. Kata nya desanya kecil. Jadi mereka ngirim tujuh orang tentara, dan sebenarnya lima orang dokter. Tapi katanya cuma bisa empat" Noah mengacak rambutnya frustasi. Ini gila. Om Suho gila. Bagaimana bisa dia beradaptasi disana? Dia mengambil pendidikan forensik, masalahnya. Bagaimana jika ada ibu hamil yang konsultasi kehamilan? Bagaimana jika ada yang punya penyakit syaraf?

andai saja Noah tau siapa yang mengusulkan namanya di daftar. Andai saja Noah tau.

"dahlah mau balik aja gue, lo balik kaga?" Jaehyuk mengangguk. Menunjuk mobil berwarna hitam yang terparkir tak jauh dari mobil milik Noah terparkir.

"Balik lah, cape gue. Ntar kabarin kalau udah mau ngirim data atau surat persetujuan" ujar jaehyuk. Noah hanya menganggukkan kepalanya lemas kemudian membuka mobil miliknya.

Ini jam sembilan malam, saat Noah terjebak macet di jalanan yang sekarang cukup ramai, padahal biasanya jalanan ini cukup sepi.

"Dek, beli dong satu" ujar nya kepada seorang anak  yang menjajakan bakpau. Dengan tergesa, anak yang Noah kira berusia tujuh atau delapan tahun itu berlari dengan membawa keranjang berisi bakpau.

"Ini kak, tiga ribuan" ujarnya dengan sigap menawarkan bakpau buatannya.

"Ini rasa coklat, ayam, sama kacang hijau, kak" tawarnya.

"Boleh saya coba, dek?" Ujar Noah sedikit ragu. Sejujurnya dia jarang membeli jajanan seperti ini. Namun dia butuh sesuatu untuk mengganjal perutnya karena macet.

"Boleh, kak. Ini kebetulan mama saya bikin sendiri" Noah membuka kaca mobilnya lebih lebar, mengambil sedikit bakpau. Mengigitnya. Enak.

"enak, dek. Yaudah, saya beli semuanya ya?" Anak itu melotot tak percaya. "Semua, kak?"

Noah yang sedang mengunyah mengangguk. "Hitung aja, ada berapa sisanya. Biar kakak beli. Enak buatan mama kamu" ujar Noah jujur. Anak kecil itu nampak mengangguk antusias.

"Dek, didepan ramai ramai ada apa ya, tumben banget jalanan sini macet" tanya Noah.

"Oh itu kak, ada kecelakaan di depan sana. Mobil sama mobil" Noah hanya menganggukkan kepalanya mengerti, pantas saja ramai. Pasti jalanan ditutup dan akan diputar arah.

FamiliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang