"Jem, jangan lari lari. Entar kamu jatuh" suara mamanya masuk ke dalam gendang telinga Jemi saat Jemi berlari meninggalkan kedua orang tuanya serta dua saudaranya.
"Jemi mau kesana, ma. Mama disana. Jaga adik adik" Jemi kecil berusia delapan tahun nampak berlari mengejar kelinci di sebuah kebun besar. Ia bahkan mengabaikan teriakan sang mama demi kelinci yang ia kejar.
"Kelinci, kelinci dimana?" Ujarnya sambil melihat lubang lubang kecil dimana kelinci biasanya bersembunyi. "eh, kok lari?" Ujarnya saat melihat kelinci berwarna putih bersih nampak melompat menjauh dari dirinya. Menghindari kedua tangannya yang berusaha menangkap binatang lucu tersebut.
"JEMI, JANGAN JAUH JAUH" samar sama ia mendengar suara teriakan sang papa. Tadi ia meninggalkan papanya yang sedang bermain bola basket dengan adik kembarnya.
"Eh?" ia menoleh ke arah pria yang menangkap kelinci nya dengan mudah. "Kalau mau menangkap kelinci, harus pelan pelan. Semakin kamu kejar kelincinya, kamu bakal tertinggal. Harus pelan pelan seperti ini" ujar seorang pria dewasa yang kemudian mendudukan dirinya di kursi sambil memangku kelinci yang Jemi kejar tadi. "Kemarilah" ujarnya sambil menepuk kursi kayu di sampingnya. Jemi menurut, mendekat.
"lihat, dia baik baik saja bukan? Dia ketakutan denganmu jadi berlari" ujar nya sambil mengusap lembut kelinci putih di pangkuannya. Jemi duduk dengan tenang di sampingnya, memperhatikan kelinci tersebut sangat nyaman di pangkuan pria dewasa di sebelahnya.
"Kau mau memangku nya?" Jemi mengangguk antusias. Ia segera menerima kelinci putih itu dari pria disampingnya.
"mama mu dimana? Kamu sendirian disini?" Jemi mengangguk. Ia menunjukkan tempat dimana terakhir ia bertemu mamanya. Namun nihil, mamanya tidak terlihat. Hanya ada Jemi dan pria dewasa disampingnya di tempat ini.
"disana, tadi mama disana. Kok tidak terlihat?" Ujarnya sambil menunjuk tempat dibalik pepohonan. Pria disampingnya hanya tersenyum tipis.
"Mereka akan menjemputmu sebentar lagi. Tenang saja. Kamu akan bertemu mama mu lagi" pria itu menjawab tenang. Ia kemudian duduk dengan tangan menyangga di belakang tubuhnya.
"Paman, paman sendirian disini? Tidak ada teman?" Pria dewasa disampingnya menoleh kemudian tersenyum tipis. "Paman punya anak laki laki, tapi dia tinggal jauh dari paman"
Jemi mengangguk anggukan kepalanya sok paham. "dengan ibunya?" pria disampingnya menoleh lagi. "ya, bisa dibilang begitu. Jadi paman sendirian ditempat ini"
"paman pasti kesepian" Jemi kecil berkomentar. Tangannya masih tetap mengelus kelinci di pangkuannya. "tidak juga. Ini tempat yang indah. Kamu yang seharusnya kembali dari sini. Ibumu mencarinya nanti"
"Mama sedang bersama adik adik, Jemi akan kembali nanti" jawab Jemi menatap danau di depannya. Pria dewasa di sampingnya menoleh saat suara teriakan yeji terdengar. Bahkan bukan hanya yeji, suara Jeno terdengar memenuhi gendang telinga milik Jemi.
"kan? Kamu dicari ayah ibumu. Kembalilah. Jangan bermain terlalu jauh daripada kau harus kehilangan mereka. Kembalilah. Jangan bertindak terlalu jauh. Ikuti papamu saja" ujar pria itu sambil berjalan meninggalkan Jemi sendirian. "Paman, paman mau kemana?"
Pria itu menunjuk jalanan panjang di belakangnya. "Paman harus pulang. Jangan terlalu jauh melakukan sesuatu ya! Atau kau sendiri akan menyesal nantinya. Paman pergi dulu" ujarnya sambil melambaikan tangan.
"Paman, nama paman siapa?" Jemi berteriak kepada paman yang sudah berjalan menjauh. Pria dewasa tadi menoleh kearahnya sambil tersenyum. "nama paman, taeyong. Akhirnya kita bertemu ya, Jeremiah?"
"JEMI, JEREMIAH, BANGUN! JEMI!" Jemi membua matanya dan terbangun dari tidurnya saat seseorang menggerakkan tubuhnya begitu kencang. Ia bahkan berkeringat. Nafasnya tidak teratur. Jantungnya pun berdegup sangat kencang.
"Kami kenapa? Tiba tiba berteriak dalam tidur? Mimpi buruk?" Jemi menutup wajahnya dengan telapak tangannya. Mimpi itu. Astaga. Apa yang sebenarnya baru saja terjadi dengan dirinya? Tadi dia bertemu taeyong dalam mimpi? Bagaimana bisa?
"Butuh pelukan?" Perempuan di sampingnya menawarkan. Jemi mengangguk. "yes, Rebecca. Please" ia kemudian mendekatkan dirinya kepada rebecca, sang sekretaris sekaligus kekasih nya beberapa tahun terakhir.
Rebecca memeluk Jeremiah erat, membiarkan kekasihnyaRebecca yang juga menjabat sebagai bosnya lebih tenang. Ia mengusap punggung pria yang lebih tua tiga tahun darinya agar Jemi lebih tenang.
"Ssshh, tidak apa apa" ujar Rebecca menenangkan Jeremiah yang masih terdiam karena merasa shock. Ia sudah lama tidak memimpikan orang yang sudah meninggal.
"jam berapa?" Jemi bertanya lirih. rebecca melirik ke arah jam dinding. "Baru jam lima. Kamu baru tidur dua jam. Tidurlah lagi. Apa mau makan? Kamu belum makan kan?" Jemi hanya menganggukkan kepalanya. "boleh"
Rebecca mengusap kepala Jeremiah pelan kemudian berjalan meninggalkan Jemi sendirian di kamar. Tenang saja, mereka masih berpakaian lengkap karena tadi Rebecca langsung tidur saat membukakan pintu untuk Jemi. Bahkan bunga dari Jemi masih tergeletak di ruang tengah karena mereka berdua kelelahan.
Jeremiah kemudian menyibakkan selimut yang tadi ia kenakan kemudian berjalan menuju dapur, mengekori kekasihnya yang sudah lebih dahulu berada di dapur. "adanya mie instan. Gapapa kan? Apa mau pesan makanan cepat saji?" Tanya Rebecca saat melihat hanya ada mie instan dan beberapa telur di kulkas. Mereka berdua terakhir ke Jepang dua Minggu yang lalu dan belum sempat berbelanja lagi.
Jemi yang sedang mengambil air dingin menganggukan kepalanya. "Gapapa" ujarnya sambil meneguk air dingin dari botol. Biasanya jika Rebecca sedang memasak, ia akan menggangu wanita cantik di hadapannya. Entah itu memeluknya atau mencium wajahnya yang berujung teriakan rebecca dengan spatula ditangan. Tapi kali ini Jemi hanya diam menatap air dingin di tangannya. Rebecca juga hanya diam. Ia enggan bertanya ketika Jemi tidak ingin berujar.
"dimakan dulu, jem" ujar rebecca dengan membawa dua mangkuk mie instan dengan telur diatasnya. Jemi tersentak. "terima kasih, babe" ujarnya sambil tersenyum tipis. rebecca hanya membalas ucapan Jemi dengan senyuman.
Mereka berdua memakan mie instan mereka dalam diam. "Aku rapat jam berapa?" Tanya Jemi ditengah-tengah makan mereka. Rebecca yang juga merupakan sekretaris pribadinya menelan mie yang ada di mulutnya sebelum menjawab pertanyaan Jemi. "Rapat nanti jam 9, kamu masih punya waktu minimal tiga jam untuk tidur. Tidur lagi aja. Kamu pasti kecapean kan?" Jemi hanya menganggukkan kepalanya pelan.
"babe" panggil Jemi. "hm?"
"kalau setelah urusan pekerjaan ini, kita pulang langsung. Ngga apa apa?" Jemi bertanya ragu ragu karena pada mulanya niat mereka pergi ke Jepang selain untuk bekerja ya untuk berlibur berdua. Rebecca mengusap punggung tangan Jemi. "oke, lagipula aku harus ngurus rapat kan? Besok besok kita bakal sering kesini lagi kok kalau ini sama pihak AnD deal" jawabnya menenangkan. Jemi tersenyum. "thanks"
Rebecca menganggukan kepalannya. "abisin dulu mie nya, lalu tidur lagi. Masih pagi buta nih"
"babe, kamu tidur duluan aja. Aku mau telepon papa sebentar" ujarnya sambil berjalan ke balkon. "oke, kalau butuh apa apa. Nanti bangunin aku lagi aja ya, Jem" Jemi mengusap rambut rebecca kemudian mematikan lampu kamar sementara dia sendiri mengambil rokok dan berdiri di balkon.
Ia kemudian menelpon sang papa yang entah sudah bangun atau belum."Kenapa Jem? Ada masalah?"suara Jeno terdengar saat dering kelima. Jemi menghembuskan asap rokok di udara.
"Papa dimana? Lagi sibuk?" Tanyanya.
"Papa di rumah sakit. Baru selesai otopsi. Kenapa Jem? Ada masalah?" Jemi terdiam cukup lama. Ia ragu untuk menanyakan hal ini.
"Jemi?"
"pa, kenapa uncle taeyong datang lagi? Kenapa uncle taeyong ada disini?"
----------------------
Jemi si blak blakan langsung tanya ke papanya👍
Anyway jangan lupa untuk tinggalkan jejak disini yaaa bestie

KAMU SEDANG MEMBACA
Familia
Fiksi Penggemar-Diamante universe- [Please read Diamante and Royals before you read this story] Ketika keluarga sudah kembali utuh, rasa bersalah sudah menghilang dari kalbu, apakah hidup mereka akan baik baik saja? "Kalian bertiga akan aman dengan papa. Papa ber...