45. Tragedy

3.6K 549 97
                                    

*play the song 👏🏻

Berawal dari perjalanan hening tanpa suara dan dipenuhi kecanggungan kini situasi serupa kembali terjadi. Yang berbeda van itu sekarang dipenuhi kemarahan yang tak lagi bisa ditutupi.

Jeno memangku kepala Haechan dan mengusap-usap wajahnya lembut. Sarung tangan karet sudah terpasang pada tangannya yang menyeka cairan merah kecokelatan kental di bawah mata sang kembaran.

"Ge, apa ada kasus kematian akibat virus ini?" Untuk ukuran seorang yang dilanda kemarahan nada Jeno cukup tenang. Raut wajahnya yang menggelap tertutupi masker dan netranya hanya terfokus pada wajah Haechan, memerhatikan setiap gerak-gerik sang adik yang sesekali mengerang tidak nyaman.

"Tentu saja ada, semakin lama tidak diobati semakin besar resiko kematiannya," jawab Winwin. Ia sibuk mengutak-atik laptopnya, meretas situs rahasia guna mencari informasi vaksin yang akan menyembuhkan Haechan.

"Berapa?" Tanya Jeno singkat.

Winwin melirik sekilas ke belakang, tidak paham akan pertanyaan Jeno.

Berapa harga vaksinnya? Berapa lama penanganannya? Berapa orang yang telah terinfeksi namun kembali hidup seperti sedia kala? Berapa hari virus itu akan menggandakan dirinya sendiri hingga merenggut nyawa seseorang? Berapa-

Jaemin berdeham pelan. Ia menyingkirkan helai rambut yang menutupi dahi Haechan lembut, "maksud Jeno, berapa lama kita akan sampai dan segera berangkat ke Korea?"

Xiaojun meneguk ludah, kakinya langsung menginjak gas lebih dalam. Melesatkan van hitam itu membelah jalan, tidak memedulikan plang kecepatan maksimal yang dianjurkan di sepanjang perjalanan.

.

Kalau boleh Jaemin ungkapkan, Jeno berubah seratus kali lipat lebih menyeramkan.

Tidak ada lagi kesan ramah pada wajahnya. Yang ada hanya bibir terkatup rapat dan jambakan yang kembali ia berikan sukarela pada Hyunjoong.

Tetesan darah Hyunjoong menjadi jejak mereka yang bergegas memasuki sebuah gedung bertingkat dan luas dominant berwarna hitam. Bertempat di sebuah perkarangan yang lapang, jauh dari mata ingin tahu orang-orang. Tanpa babibu, dua orang suruhan yang menyambut mereka memandu menuju lift khusus yang akan langsung berhenti di atap, tempat helipad berada.

"Siapa diantara kalian yang mengendalikan helikopter?" Tanya Jeno dingin.

Kedua orang itu bergerak gelisah. Mereka hanya diberi tugas untuk mengantar tiga orang remaja dan satu orang dewasa ke lantai teratas tempat angin mengobrak-abrik pakaian mereka. Tentu bukan dalam kondisi yang satu pingsan dan yang lain penuh percikan darah. Apalagi ada yang terluka dan mengerang-ngerang minta dikasihani.

Berada dalam satu bilik sempit berdinding logam tidak memberi mereka kesempatan untuk melarikan diri. Dua suruhan itu berjanji dalam hati untuk menyumbangkan sejumlah uang pada orang membutuhkan jika komplain mereka mengenai laju elevator ini perlu ditingkatkan disetujui.

"Sekali lagi kutanya-" Jeno menggeram marah, "siapa pilotnya?!"

Bertepatan dengan pintu lift yang terbuka, suara Kun menelusup masuk melalui celah berongga itu. Ia memegangi walkie talkienya, yang berkeresak ribut menggemakan geraman sang omega.

"Tuan muda, aku yang akan mengendalikan helikopternya. Lebih baik kau tenang-"

"KALAU BEGITU TUNGGU APALAGI?!" Nada Jeno meninggi, memotong perkataan Kun yang notabene lebih tua beberapa tahun darinya. "CEPAT SIALAN! AKU TIDAK PUNYA BANYAK WAKTU!"

Jaemin meneguk ludah takut. Ya ampun, memancing kemarahan Jeno bukanlah aksi yang membanggakan, namun mematikan. Ia mengenyit ngeri melihat rambut beruban yang dijambak semakin kencang itu, kulit kepala Hyunjoong pasti perih tak terkira. Laki-laki itu bahkan tak dibiarkan berjalan dengan benar, diseret layaknya seorang tahanan yang baru diinterogasi habis-habisan.

OMEGAISME || JAEMJENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang