41. Colors (Renjun-Haechan)

4.6K 563 36
                                    

*Play the song 👏🏻

CTAK CTAK

Suara beberapa keypad yang ditekan dengan lihai berdetak menyaingi perputaran konstan jam dinding. Kesepuluh jemari lentik yang mengambang di atasnya bergerak secepat angin. Sang pelaku bahkan tidak melihat jarinya sendiri dan hanya memfokuskan netra pada layar.

Setelah bergelut dengan teknologi selama beberapa saat, ia bersandar dan mendesah lelah pada kursi kebesarannya. Empuk dan eksklusif dari kulit disertai busa. Dapat dinaik-turunkan ketinggiannya dan diputar sesuka hati pula.

Tubuhnya nyaman namun sejujurnya jiwanya tidak. Selalu kosong dan mengharapkan kenyamanan yang bukan sementara. Bukan semu tepatnya.

PIP PIP PIP

Bunyi dari monitor yang berkedip-kedip memproses pemindaian satu-persatu wajah manusia di daerah Shanghai ganti memenuhi ruangan gelap berskala kecil itu. Belasan wajah laki-laki berganti setiap lima detik sekali.

Suara kunyahan pelan juga terdengar mengiringinya. Sesekali telunjuk dan ibu jari lentik mencomot sebuah kentang goreng berlumur saus keju dan bergantian menggenggam sekaleng diet coke.

Penerangan minim berasal dari dua monitor besar di atas meja. Cahaya birunya memantul pada kacamata sang pemilik yang tengah mengunyah burger gerai cepat sajinya santai. Keyboardnya bersinar pelangi, sesekali keypad enter ditekan setelah satu proses mencapai sempurna untuk kembali menyambangi proses lainnya.

"Ah sialan, kabur kemana sih si Hyunjoong ini," keluhan setelah menelan satu suapan besar diarahkan pada ratusan ribu wajah di daratan China.

Kota-kota besar sudah berhasil dipindai, tersisa desa-desa dan kota-kota kecil di sepenjuru pelosok negara dengan penduduk terbanyak di dunia itu.

Menunggu selalu semenyebalkan ini. Ia tidak suka menunggu.

Ponselnya tiba-tiba menyala menandakan sebuah pesan baru saja masuk:

Jeno
Jun, aku dan Jaemin akan kesana

Renjun menghela napas panjang. Ya, dia Renjun. Seorang peretas yang kini terjebak dalam kontrak kerjasama setelah kesalahan dan pengakuan bodohnya.

Malas mengetik ia menekan voice note agak lama dan berbicara, "oke. Kabari kalau sudah sampai."

"Liburan begini bukannya santai-santai malah mencari buron," keluh Renjun lagi, "harusnya aku bergabung jadi badan intelijen saja sekalian."

"Belum lagi kunjungan eksklusif mantan dan gebetannya. Astaga sungguh menyenangkan hidupku."

Merenung adalah kebiasaan Renjun akhir-akhir ini. Melakukan napak tilas kehidupan, menggarisbawahi kecerobohan dalam mengambil keputusan akibat terlalu menuruti hasrat dan emosi. Banyak, sungguh banyak yang ia sesali.

Burgernya yang tersisa setengah pun diletakkan di atas meja. Rasa lapar yang belum terpuaskan tiba-tiba enggan dilunasi. Hilang nafsu.

Renjun kembali menghela napas panjang sambil menyugar rambutnya. Tidak memedulikan tangan yang belum sepenuhnya bersih dari sisa-sisa minyak dan embun cola dingin. Matanya terpejam, sarat akan kantuk dan beban pikiran.

Tiba-tiba pintu kamarnya dibuka, menyorotkan sinar terang artifisial lampu ke dalam. Renjun menyipitkan mata kesilauan, terbiasa dalam kegelapan.

"Aih, dan si brengsek ini juga pasti tidak akan ketinggalan," umpat sang beta.

"Si brengsek ini yang akan menyelamatkanmu dari menjadi nyamuk atau kambing congek mantan dan gebetannya," cibir orang yang baru masuk dan menutup kembali pintu. Ia  menendang kaleng-kaleng diet coke dan kopi yang tersebar di lantai risih lalu melemparkan diri ke ranjang Renjun.

OMEGAISME || JAEMJENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang