73. Sorry, Heart

3.9K 496 43
                                    

*play the song 👏🏻


Renjun menggaruk tengkuknya resah dan tidak nyaman, kakinya pun menghentak-hentak pelan, ikut membuat Haechan yang berada di sebelah merasa risih. Mereka duduk di kursi paling belakang berdua.

"Wae?" Bisik Haechan sambil melingkarkan tangannya pada pinggang Renjun khawatir. "Sakit perut?"

Renjun menggeleng dan merengut aneh. Tatapannya seperti memelas pada Haechan, tidak laki-laki itu mengerti sama sekali.

DUK

Keduanya terlonjak sedikit, roda mobil tak sengaja melindas batu di pinggir jalan. Mobil bergoyang-goyang pelan, mendaki pelan tapi pasti menuju kediaman Chenle yang berada di atas bukit. Jauh dan megah, terpencil bagai mansion-mansion horror di buku cerita terlarang.

"Hm?" Gumam Jeno.

Akibat lonjakan itu, telunjuk Jaemin pada akhirnya menyentuh lengan Jeno. Yang menyentuh cepat-cepat menarik tangannya, terkejut.

Jeno menatap Jaemin selama beberapa detik tanpa bertanya lebih lanjut, menunggu dengan sabar apa yang ingin laki-laki itu katakan.

Tidak juga mendapat respon, Jeno kembali sibuk sendiri memainkan Ipadnya. Lagi-lagi memproduksi suasana canggung bagi tiga laki-laki disana, bahkan Taeyong pun memutar kaca spion di tengah untuk memerhatikan mood sang Tuan muda yang tak terbaca ditambah raut datarnya.

Renjun, Jaemin, dan Haechan berkomunikasi tanpa suara. Bergantian melirik dan melotot, berharap berhasil memecahkan suasana menjadi lebih ringan dan menyenangkan.

Siapa sih yang suka jika terjebak dalam perjalanan kaku dan canggung seperti ini?

Haechan dan Jaemin melirik pada Renjun, mengangkat sebelah alis mereka bersamaan dengan raut kecewa. Membuat yang paling tua ingin van hitam ini terbalik dan terguling menuruni bukit saja.

Rasa tidak enak dan sebal bercampur menjadi satu, godaan dan candaannya tidak tepat waktu.

Melalui perdebatan yang terasa sengit dan amat menegangkan nihil vokal itu, Haechan menjadi opsi paling aman sebagai orang terdekat Jeno.

Orang yang paling Jeno sayang dalam hidupnya.

"Jeno-ya?"

"Hm?" Jeno meletakkan Ipadnya lalu menengok pada Haechan. Ia disambut dengan wajah sang adik yang mendadak mendusal pada lehernya. Refleksnya untuk mundur ditahan oleh kedua tangan Haechan yang lihai menyelip pada pinggang rampingnya.

"Renjun mau minta maaf, tapi tidak berani dan gengsi mengatakannya."

Haechan mengecup collar yang tertutup turtleneck Jeno lalu menjauhkan wajahnya, ingin melihat ekspresi sang kakak.

Keduanya berpandangan tanpa bicara sebelum Jeno memutus kontak mata dan melihat langsung ke arah Renjun yang mencoba sebisa mungkin untuk tidak meneguk ludah gugup.

"Tidak perlu," akhirnya Jeno berkata tanpa emosi. "Renjun tidak salah."

Jeno tersenyum tipis lalu menepuk-nepuk kepala Haechan lembut. Bersamaan dengan berhentinya mobil, Jeno mendorong Haechan hingga terduduk dibantu gaya fisika.

Lalu ia membuka pintu mobil dan menunggu sang Tuan rumah di luar untuk menunjukkan kesopanan.

"Kakakmu itu masih marah atau tidak?" Tanya Renjun ragu.

"Entahlah, bagaimana kalau kau sekalian bantu dia saja dengan bicara ke pengawal Chenle yang galak dan agak rasis itu?"

Mengabaikan Renjun setuju atau tidak, Haechan mendorong si mungil keluar mobil dan menduduki pangkuan Jaemin untuk memantau dua orang kesayangannya yang malah berdiri canggung di depan mobil sambil menunggu gerbang megah mansion Chenle terbuka.

OMEGAISME || JAEMJENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang