69. He

4.2K 541 117
                                    

*play the song 👏🏻


TOK TOK TOK

Jeno menurunkan tangannya dan menunggu. Tiga kali ketukan untuk menandai bahwa ia ingin membicarakan sesuatu pada sang kepala keluarga. Sesuai pemberitahuannya pagi tadi.

Setelah memberi waktu Seunggi yang baru pulang untuk mandi dan makan dahulu, Jeno berharap sang papa berada pada kondisi terbaiknya untuk diajak bicara. Mengobrol santai tanpa perseteruan atau tamparan menyakitkan.

Semoga saja.

Karena Jeno tahu topik yang akan ia bahas cukup sensitif bagi Seunggi.

Beberapa saat kemudian, suara tenang Seunggi mengalun dari balik pintu kayu ruang kerjanya.

"Masuk."

Ah. Sepertinya benar, Seunggi lumayan rileks dan bisa diajak berunding baik-baik.

Jeno memutar handle kayu yang berkilat keemasan itu hati-hati lalu masuk perlahan. Ia tutup papan kokoh itu sama hati-hatinya di belakang tubuhnya sebelum menegakkan punggung dan tersenyum pipis pada Seunggi yang sibuk membaca berkas entah apa.

Jeno menunggu dengan sabar sampai Seunggi mempersilakannya duduk. Ia mengetuk pelan amplop cokelat yang dibawanya, membentuk ritme acak, sedikit gugup.

"Mau bicara apa? Jangan berdiri saja disitu," kekeh Seunggi. Suasana hatinya cukup bagus, peluncuran ponsel pintarnya sudah mendekati progress 100%, tinggal promosi besar-besaran saja. Dan persiapannya pun terlihat berjalan lancar tanpa kendala.

Jeno duduk tegak di depan Seunggi. Ia menyerahkan isi amplop cokelat itu setelah sang alpha selesai menandatangi satu berkas lagi dan selesai dengan pekerjaannya.

"Apa ini, hum?" Tanya Seunggi penasaran.

"Brosur universitas yang ingin Haechan dan aku masuki, Pa."

Jemari panjang Seunggi berhenti mengopek amplop cokelat yang direkatkan dengan rapi itu. Tatapan matanya menajam, mengarah pada si sulung yang tetap berekspresi tenang.

SRAK

Tak lagi membuka dengan perlahan, Seunggi merobek amplop itu dengan ujung tajam pulpennya dan menuangkan isinya brutal. Beberapa brosur berceceran memenuhi mejanya.

Seunggi mengambil satu. Arsitektur luas dan megah Universitas Toronto terpampang di sampulnya, menantang angkuh sang kepala keluarga.

"... Apa ini?!"

Bukan pertanyaan, Jeno tahu karena Seunggi pasti sudah mengerti apa maksudnya. Papanya itu hanya menyalurkan rasa geramnya.

"Haechan akan kukirim berkuliah ke Kanada, Pa." Jeno mengambil satu pamflet lagi yang ada di tumpukan. Ia abaikan wangi pinus yang mulai terbakar dan menyerahkannya para Seunggi. "Sementara aku akan berkuliah di Seoul National University."

"Jurusan business management," akhir Jeno.

Seunggi mengurut kening, mencoba meredam amarah dan mendengarkan putra tersayangnya itu.

"Lalu Haechan? Tidak mungkin jurusan yang sama 'kan?"

Jeno menjilat bibirnya gugup. Ia terdiam beberapa lama. Susah payah memertahankan kontak mata dan menghela napas diam-diam karena feromon Seunggi semakin menyesakkan dada.

"Musik, Pa. Haechan ingin mendalami musik."

BRUK

Pamflet University of Toronto itu dibanting kencang ke lantai. Seunggi bangkit berdiri lalu menginjak tak peduli beberapa lembar yang mengutarakan keunggulan Universitas terbesar dan terbaik di Kanada itu.

OMEGAISME || JAEMJENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang