24. Us

7.5K 939 117
                                        


*Play the song 👏

Trigonometri dan integral itu salah dua dari materi yang sampai mati pun sepertinya Haechan tak akan mengerti. Bermenit-menit menatap kosong buku tulisnya malah menghasilkan reaksi pada perut, bukan otak.

Alhasil pergilah ia keluar kamar menuju dapur mengambil cemilan, memakannya untuk menaikkan mood, dan menyaksikan suasana sepi ruang keluarga.

Ah, ruang tamu maksudnya. Tidak ada anggota keluarganya disana.

Haechan bersandar pada tembok. Sibuk mengunyah tanpa terpikir satu hal pun. Netranya menangkap pergerakan santai ikan-ikan mas koki gemuk di dalam akuarium besar. Ia hampiri dan teliti.

"Blup-blup," gumamnya, menyuarakan gelembung-gelembung kecil yang keluar dari mulut salah satu ikan.

Haechan iri. Mereka terlihat gemuk dan tidak memiliki beban. Berenang kesana kemari, mengibaskan sirip transparan dan besarnya pada yang lain seolah berkomunikasi. Bermacam warna oranye, kuning, dan merah. Sisik-sisik kecil yang berkilauan. Berbeda ukuran dan bentuk kepala juga tubuh. Serupa tapi tidak persis sama antara yang satu dengan lainnya. Indah, sehat, dan terawat.

Namun nasibnya tetap terkurung dalam akuarium. Tidak bebas berenang sesuai keinginan mereka.

Tapi jika dilepaskan ke habitat alaminya, apa mereka akan mampu bertahan hidup terhadap predatornya?

Haechan menatapi ikan-ikan itu untuk beberapa lama. Sebersit pikiran melintas, namun pada akhirnya ia mengangkat bahu mengabaikan. Lelah dan tak mau memutar otak untuk sesuatu yang membuatnya merasa gamang.

Lalu ia memutuskan untuk mengunjungi kembarannya. Menerobos masuk tanpa mengetuk. Kamar bernuansa biru muda itu jarang bersuara. Sang pemilik adalah seorang pendiam yang lebih suka menyembunyikan suara dan isi hatinya. Bersembunyi di balik sisi yang ia tunjukkan pada dunia.

"Jen."

Jeno yang tengah duduk di kursi belajar melirik sekilas, "ya?"

Ia kembali fokus pada laptopnya, menganalisis dan membuat hipotesis penelitian dari data yang sudah terkumpul. Juga mengerjakan tugas sekolah yang akan dikumpulkan besok atau bahkan satu minggu lagi. Mengerjakan keduanya secara bersamaan.

Ia menaikkan kacamatanya lalu mencatat beberapa hal. Membaca buku dan jurnal, berpikir, lalu kembali mencatat membuat dugaan. Repetisi yang membosankan.

"Ada apa Chan?" Tanya Jeno akhirnya, sadar tidak mendapat tanggapan lanjutan. Ia memutar kursinya menghadap Haechan yang masih berdiri di ambang pintu.

Iris kecokelatan Haechan turun ke pangkuan Jeno. Boneka anjing shiba abu-abu gendut duduk diam disana. Menatapnya tajam dengan alis tertaut namun terlihat imut. Lucu, mirip kakaknya saat kesal.

"Kau suka sekali dengannya ya?" Celetuk Haechan.

Jeno mengikuti arah pandang Haechan. Cepat-cepat ia lempar boneka itu ke atas ranjang sambil mengalihkan pandang, "tidak."

"Sudah kubilang percuma berbohong pada saudara kembarmu," jengah Haechan. Ia membanting tubuhnya ke atas kasur Jeno. Memeluk boneka pemberian Jaemin itu erat, meremas-remasnya gemas.

Jeno menatapnya datar. Agak tidak rela karena feromon Jaemin yang ia jaga baik-baik kini akan tercampur dengan milik Haechan meski samar.

Ia menyusul ke atas kasur. Ikut tengkurap di sebelah Haechan yang menjadikan bonekanya bantal.

"Mau sampai kapan pura-pura tak suka huh? Sopankah kau pada jomlo sepertiku?"

"Aku juga jomlo," gumam Jeno. Ia menarik boneka itu. Terkekeh mendengar pekik kaget Haechan yang wajahnya langsung menubruk permukaan empuk kasur.

OMEGAISME || JAEMJENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang