55. Six of us

4.1K 570 53
                                    

*play the song 👏🏻

Bohong!

Katanya mau berkunjung, tapi apa? Setengah jam lagi jarum pendek akan melewati angka 12 beserta temannya yang lebih panjang dan bekerja berkali lipat lebih cepat.

Jeno menekan keyboard laptopnya kencang hingga bunyi ctak-ctak yang biasanya jarang ia hasilkan terdengar menggema berulang ke seisi kamar. Huruf yang ia ketik pada lembar kosong tidak membunyikan suatu kata atau frasa, terlebih kalimat.

Deretan huruf random itu seperti pekikan tidak koheren seseorang yang tengah dibungkam dan dibawa paksa.

"Ada yang da- huh?" Haechan mengernyit ngeri. Kakaknya yang awet dan berhati-hati dalam memakai barang pribadinya tengah menyiksa si laptop malang yang tampak tertekan. Mungkin beberapa huruf tak beruntung, enter, dan spasinya sebentar lagi akan meloncat keluar, melarikan diri.

"APA?!"

"Ih... Galaknya," gumam Haechan. Ia masih setia mengintip, hanya melongokkan kepala ke dalam dari celah sempit pintu.

"Ada yang datang di bawah. Jaemin-"

BUK

Jeno membanting benda berbentuk persegi panjang berbahan metalik itu ke atas kasur dan tersenyum sumringah. Ia langsung berdiri dan memakai sandal rumahnya brutal namun sedetik kemudian membeku. Rautnya berubah menjadi salah tingkah dilihat sebegitunya oleh Haechan yang mendengus geli.

Jeno kembali melepas sandalnya dan naik lagi ke kasur. Seolah barusan tidak membanting benda ringkih berharga puluhan juta itu, ia mengangkatnya lagi dan meletakkannya pada posisi semula: di atas paha.

"Suruh saja kesini."

"Tidak bisa, kecill." Akhirnya Haechan membuka pintu lebih lebar, menunjukkan tubuhnya yang sudah berbalut kaus dan celana pendek rumahan, serupa dengan Jeno. "Tidak hanya Jaemin. Ada yang lain."

"Siapa?" Tanya Jeno heran. Ia tidak menduga ada orang lain selain Jaemin yang akan mengunjungi kediamannya.

"Teman-teman kita."

.

Renjun dan Chenle saling memandang heran. Setelah memindai secara singkat dari pintu masuk hingga sekarang duduk manis di sofa ruang tamu, dua beta yang mampu bercerocos dengan bahasa Mandarin itu tidak menemukan sesuatu yang benar-benar WAH! dari rumah Jeno

Memang sih rumahnya lapang, memanjang dan melebar di bagian belakang, pagarnya tinggi seperti penjara, perabotannya pun minimalis namun berasal dari merk ternama. Namun terasa ada yang kurang bagi mereka.

Sebagai rumah dari keluarga yang hampir mendominasi produk-produk dalam negeri seperti pakaian, bahan makanan, dan elektronik, rumah ini terlalu 'sederhana'.

Kontras dengan rumah Chenle di Shanghai sana yang bertangga emas, bertingkat tiga, berhalaman luas dan jauh hingga untuk menuju bangunan utama harus dicapai dengan golfcar, berlampu kristal, dan serba-serbi mewah lainnya.

Rumah keluarga Lee memang lumayan luas dengan bentuk seperti huruf V namun tidak ada satu pun anak tangga menuju lantai dua, belasan pelayan berseragam, dan guci-guci keramik berharga ratusan juta. Polos dan terkesan monoton.

Hanya ada satu pengurus rumah tangga dan supir pribadi. Tidak ada satpam dan pengawal yang menjaga rumah konglomerat Korea Selatan itu.

Letaknya pun di pemukiman yang biasa saja. Berbaur dengan rumah-rumah berukuran sedang dan bertetangga tanpa sekat yang tebal serta memiliki privasi orang berada pada umumnya.

"Aneh. Benar-benar aneh," pikir Renjun dan Chenle. Kok bisa ya? Kurang cocok dengan orang yang luar biasa kaya seperti mereka.

"Jeno-ya!" Sapa Jaemin antusias. Ia tersenyum sangat lebar, hampir mencapai telinga. Senang karena melihat sosok Jeno muncul dari balik dinding dengan kaus longgar dan celana pendek nyaman yang mempertontonkan keindahan alaminya.

OMEGAISME || JAEMJENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang