8. KESALAHPAHAMAN YANG TERSELESAIKAN 2

5.9K 768 18
                                    

Tang tang!

Suara pedang berbenturan memenuhi seluruh lorong yang gelap. Kaca jendela dan juga pajangan dinding hancur akibat aura yang saling bertabrakan. Tidak ada dari dua orang itu yang mengalah. Namun, setelah lamanya pertarungan yang seimbang itu, salah satu dari mereka kehilangan pedangnya.

"Kau sudah berakhir. Aku telah bersumpah membunuhmu untuk membalaskan dendam ibu asuh dan juga pamanku. Aku membalaskan dendam atas kekejamanmu terhadap orang-orang yang telah kau bunuh, aku membalas dendamku kepadamu yang telah menelantarkanku. Aku akan membunuhmu." - Estian di penuhi dengan kegelapan yang penuh dengan aura iblis.

Itu adalah hati iblis yang telah mempengaruhi Estian.

"Estian, sadarlah! Jangan biarkan hati iblis itu mengontrolmu!" - Lucius berteriak dengan tubuhnya yang bersimbah darah.

Racun dalam dirinya semakin menguat setelah dia menggunakan banyak kekuatannya. Racun yang seperti parasit itu dengan ganas menyerap kekuatannya. Dia terengah-engah memegang dadanya yang sesak. Namun kekhawatirannya hanya tertuju pada Estian yang telah di pengaruhi oleh hati iblis.

"Estian!"

"Bunuh. Balaskan dendam." - Gumam Estian.

"Aku akan melakukan apapun untuk membayarnya." - Lucius memohon dengan air mata yang mengalir.

Seperti keajaiban, sebuah cahaya benar-benar datang. Telinga Lucius berdengung oleh suara nyaring dan membuatnya goyah. Lucius menutupi telinganya yang berdarah.

"Ughh." - Erangnya pelan.

"Aku- pasti akan membayarnya. Bahkan jika aku harus menjadi anjingmu." - Lucius berbicara dengan kepalanya yang menengadah ke langit. Seperti berbicara pada sesuatu yang jauh di atas sana.

Lucius berjalan mendekati Estian.

"Estian, mendekatlah." - ujarnya sembari mengulurkan tangannya.

Estian tentu saja tidak menanggapinya, pedangnya yang tadi dia seret kembali di angkat. Dia mengarahkan pedangnya langsung ke arah Lucius.

"Bunuh."

Lucius memiliki tatapan yang menyedihkan saat menatap Estian dengan putus asa. Air matanya kembali menetes, emosi yang telah lama dia pendam mendobrak keluar. Kesedihan, keputusasaan dan penyesalan membuat air matanya terus mengalir tanpa henti. Di tengah semua perasaan yang menyesakkan itu, dia tersenyum. Senyuman pahit dari seseorang yang telah bertekad untuk mengorbankan apapun termasuk hidupnya.

Sebenarnya dia memang sudah lelah dengan kehidupannya. Dia lelah karena terus bertingkah kuat dan kejam seperti iblis agar tidak ada satupun orang yang berani menyinggungnya ataupun adiknya. Dia lelah terus berpura-pura mengabaikan adiknya yang sangat dia sayangi. Dia lelah dengan dunia yang kejam, dunia yang mengharuskannya untuk menjadi kuat agar tetap hidup. Dunia yang merenggut nyawa orang tuanya, merenggut senyum manis adiknya dan merenggut hati dirinya sendiri.

Dia sudah lelah. Lucius tidak peduli dengan pedang adiknya dan terus melangkah maju.

"Estian." - panggilnya lagi.

Namun bukan jawaban yang dia terima, justru sebuah pedang yang menusuk dada kirinya. Lucius mengernyit karena sakit yang menembus dadanya. Namun dia tetap maju, pedang itu menusuk lebih dalam seiring dengan berkurangnya jarak antara dia dan Estian.

Lucius meraih wajah adiknya dan mengusapnya dengan lembut. Senyuman di wajahnya masih terlukiskan dengan jelas.

"Hah... Maaf Estian. Aku benar-benar kakak yang buruk." - tangannya kemudian turun dan meraih pedang yang menembus jantungnya. Sebuah cahaya mengalir dari tangannya dengan pedang sebagai penghantar untuk mengantarkan cahaya itu kepada Estian.

Become an Evil Grand Duke [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang