AUTHOR POV
Matahari masih bersembunyi dibalik gunung yang saling berhadapan, seperti potret sepasang kekasih yang sedang merayakan kebahagiaan.
Anastasia terlihat sedang berlari menuju perbukitan untuk menyaksikan terbitnya matahari.
Ia melepaskan sepatu botnya, dan berlari kecil diatas rumput yang basah karena embun semalam sebelum akhirnya ia mendapatkan tempat duduk yang pas untuk melihat matahari menyapanya.
Manik matanya yang indah juga ikut menyala seiring cahaya matahari mulai menyoroti sekitarnya.
Ia tersenyum lebar sembari memejamkan matanya dan merasakan kehangatan cahaya matahari yang menusuk kulitnya. Ia menghirup nafas panjang, kemudian menghembuskannya perlahan.
Senyumnya menurun seiring masuk ke lamunannya. Perlahan ia mengingat kejadian semalam. Apakah ia benar telah jatuh cinta pada pria bangsawan itu, atau hanya sekedar mengaguminya saja.
Jantungnya mulai berdegub kencang, padahal ia sedang tidak berlari. Hatinya seperti sedang tergelitik oleh ingatannya semalam, seperti nafas pria itu terasa jelas didekatnya.
Anastasia segera membuyarkan lamunannya. Ia tahu, bahwa dirinya tak layak memikirkan seseorang yang jelas statusnya sangat berbeda jauh dengannya.
Bila perasaan itu memang nyata untuknya, yang harus ia lakukan hanyalah mengubur perasaannya dalam-dalam.
Anastasia segera bangkit dari tempat duduknya karena ia tahu sebentar lagi waktunya mengerjakan pekerjaan rumah dan pergi mengantarkan pesanan bunganya.
Ia meraih keranjang rotannya dan bergegas menuju pasar terlebih dahulu untuk membeli bahan pokok yang diperlukan. Akan tetapi, ketika hendak memakai sepatu botnya, ia tidak menemukannya.
Pandangannya menyapu seluruh rerumputan, untuk memastikan dimana sepatu botnya berada. Ia berjalan agak jauh di sekitar tempat ia melepaskan botnya.
Tak lama kemudian, ia pun menemukan sepatu botnya dibawah kaki pohon. Ia menghela nafas lega. Mungkin ia tak sengaja menyenggol sepatunya sehingga tergenlincir ke bawah bukit.
Oh tidak!
Celakanya, sepatu botnya sudah robek, sehingga tidak layak lagi digunakan. Anastasia mengerutkan keningnya, merasa tak percaya bagaimana bisa hal itu terjadi.
Karena hanya dia yang berada di bukit ini untuk menyaksikan matahari terbit. Matanya berkeliling memastikan bahwa ada orang lain disekitarnya. Namun tak ada apa-apa disana.
Karena tak ingin terlalu lama, ia pun segera pulang dan membawa sepatu botnya meskipun sudah tak bisa ia gunakan lagi.
"Aku pulang Bu," ucapnya setelah masuk rumah.
"Kenapa cepat sekali dari pasarnya?" tanya ibunya sembari mengaduk sup di panci.
"Ah, aku belum pergi sebenarnya ke pasar. Aku pulang untuk mengambil sepatuku. Aku pergi dulu bu," jawabnya.
Ibunya hanya melambaikan tangan.
Sesampainya di pasar ia membeli bahan-bahan yang ia butuhkan. Tak lupa ia saling bertegur sapa dengan orang-orang di pasar.
Setelah selesai dengan urusannya, ia segera menuju rumah. Seperti biasa, sebelum benar-benar pulang ke rumah ia masih sempat singgah untuk melihat tempat teater yang hanya bisa dimasuki oleh orang-orang kaya itu.
Kali ini ia memberanikan diri untuk mendekat ke jendela gedung teater itu. Kali ini ia beruntung karena penjaga di gedung teater itu sedang tidak ada di tempat, sehingga ia bisa lebih sedikit lama melihat-lihat.
"Ekhem, pagi nona Anastasia," sapa seorang pria yang berada tepat di belakangnya.
Anastasia mematung sejenak dan kemudian membalikan badannya untuk bertemu dengan pemilik suara itu.
"Prince Alymer?" Ucapnya terkejut.
Ia pun menekukan kakinya dan menurunkan pundaknya sebagai salam.
"Aku sedang berjalan-jalan, tetapi aku melihat ada bunga disini yang berhasil mencuri perhatianku," ucap Alymer dengan sedikit gombalan.
Perasaan Anastasia bercampur aduk antara malu dan takut. Ia memasang senyum dan kemudian berjalan menjauhi duke muda. Alymer sedikit bingung, namun ia mengikuti langkah Anastasia.
Anastasia yang melihat bahwa Alymer terus mengikutinya, memutuskan untuk berhenti melangkah dan membalikan badannya.
"Maafkan aku terlalu lancang mengatakan ini tuan, tapi aku takut jika ada orang yang salah paham dan membuat rumor menyebalkan. Jadi, kumohon berhenti mengikutiku," ucap Anastasia.
Alymer tertawa lepas, yang membuat Anastasia semakin kebingungan.
"Aku hanya ingin pergi ke rumah Lady Welow, kebetulan katanya lewat dijalan ini,"
Anastasia kembali membeku, pipinya memanas. Rasanya ia ingin mati sekarang juga, mengingat perkataannya baru saja.
Aku bisa saja mati sekarang karena malu.
Karena merasa sangat malu, Anastasia segera berlari sekuat tenaga pulang kerumah meninggalkan Alymer yang masih tertawa geli.
* * *
Anastasia masih merasa malu jika mengingat kejadian tadi, tanpa ia sadari ia membentur keras keranjang rotan yang ia bawa. Ibunya yang sadar bahwa putrinya terlihat salah tingkah, memghampirinya.
"Kenapa? Apakah para prajurit yang lewat menggodamu lagi?" tanya ibunya seperti mengejek.
Anastasia mengusap wajahnya kasar dengan kedua telapak tangannya, lalu menyapu sisa rambut yang keluar dari jalurnya.
"Bagaimana bisa, ia mempermalukanku?"
Ibunya mengerutkan keningnya dan tersenyum kecil.
"Apakah dia pikir, dia pria paling tampan di dunia ini? Sampai bisa membuatku jatuh cinta?"
Sontak kalimat tersebut membuat ibunya menarik senyumnya. Ia tahu bahwa anaknya sepertinya sedang jatuh cinta.
"Baiklah," ujar ibunya lalu keluar dapur menuju toko bunga disebelah rumahnya.
Anastasia yang baru sadar akan ucapannya pun, menutup mulutnya dengan tangan kanannya.
Ia menoleh ke arah ibunya yang sudah terkekeh pelan.
"Ti...tidak, maksudku bu..bu..bukan itu Bu! Arghhh" ucapnya tambah kesal yang diiringi tawa ibunya.
Dengan perasaan kesalnya, ia meraih lap dan mulai mengerjakan pekerjaan rumahnya.
Namun, suasana hatinya cepat berubah. Senyum di wajahnya mulai menyala, diiringi lantunan suara yang bergumam.
To be continue
KAMU SEDANG MEMBACA
MENJADI DUCHESS (ANASTASIA) | 7
Historical FictionPangeran Alymer Crowel, seorang putra tunggal Duke of Valarosa. Calon penerus berikutnya. Ia tampan, berkharisma dan tegas. Wanita bangsawan mana yang bisa menyembunyikan kekaguman jika melihatnya. Anastasia Marines. Gadis biasa, lugu, ramah dan ca...