Cahaya matahari yang masuk melalui sela sela ventilasi menusuk kulitnya dan membuatnya terbangun. Ia mengerjapkan matanya dan menggosok matanya beberapa kali. Ia perlahan duduk dan bersandar di kepala ranjang. Ana menyapu rambutnya ke belakang dan menutup wajahnya. Kepalanya masih terasa pusing sehingga ia menutup matanya selama beberapa lama sampai kesadarannya kembali sepenuhnya.
"Kau sudah bangun?"
Lucy kini berdiri di depan pintu kamarnya dengan sebuah nampan berisi secangkir air hangat yang ia bawa dari dapur, lengkap dengan potongan roti disampingnya yang berukuran cukup besar.
Ia tersenyum hangat kemudian melangkah masuk mendekati tempat tidur. Lucy meletakkan nampan itu di meja samping tempat tidur, kemudian meletakkan punggung telapak tangannya di dahi Ana. Ia merasakan bahwa suhu tubuh Ana sudah mulai kembali normal, sehingga ia cukup lega.
Lucy menyuguhkan air yang ia bawa tadi, untuk Ana minum. Ana menyambut cangkir itu dan menegaknya secara perlahan sembari meniup uap panas yang menari-nari di atas gelas, agar tidak melukai lidah dan langit-langit mulutnya. Setelah ia menegak minuman itu, Lucy meraih sepotong roti dan menyuruh Ana untuk memakannya. Ana yang baru sadar akan rasa laparnya itu pun, segera melahap roti hangat dengan olesan mentega di atasnya.
Lucy mengusap kepala Ana lembut, Ana yang merasa malu hanya bisa tersenyum dan sedikit menunduk. Lucy beranjak sebentar dari kamar Ana, meninggalkan Ana sejenak yang masih lahap merobek roti hangat itu dengan gigi-giginya.
Tak lama setelah itu, Lucy kembali ke dalam kamar dengan membawa mangkuk kecil yang berisi air hangat berwarna kuning cerah dan sedikit kemerahan.
Ana yang selesai dengan potongan rotinya yang cukup besar itu, meraih air di nampan tadi kemudian menegaknya sampai habis. Lucy duduk di samping Ana lagi dan menyodorkan mangkuk tadi ke Ana. Ana mengerutkan keningnya setelah melihat warna air di mangkuk itu.
"Apa itu Bu?"
"Ini minuman dari beberapa campuran tanaman herbal yang ibu beli di pasar. Tanaman herbal ini katanya berasal dari benua timur yang memiliki kualitas paling bagus," jelas Lucy.
Ana mendekatkan wajahnya ke mangkung itu untuk menghirup aromanya. Wajah Ana terlihat masam setelah menghirup aroma yang tidak biasa itu, tetapi ia tetap memberanikan diri untuk menegak obat itu sampai habis. Sembari memejamkan matanya karena hampir saja memuntahkannya, Ana tetap menegaknya sampai habis.
Lucy meraih mangkuk dari tangan Ana dan membawa nampan yang sudah kosong itu kembali ke dapur.
"Kita akan libur selama beberapa hari, karena bunga-bunga belum mekar dengan sempurna. Kau bisa istirahat seharian ini, Ibu yang akan pergi mencuci."
Ana mengangguk mengerti kemudian meluruskan badannya dan menarik selimut untuk kembali ke alam mimipi. Ana menatap langit-langit rumahnya sembari mengingat kejadian yang membuatnya begitu hancur. Goresan-goresan yang melukai hatinya, membuat dadanya terasa sakit.
Tanpa ia sadari, airmatanya mengalir begitu saja dari ekor matanya, membasahi pipi, telinga dan lehernya. Ia yang sadar bahwa ia belum pulih sepenuhnya karena demam semalam, memilih untuk memejamkan matanya kembali dan menenggelapkan pikirannya jauh dari dunia ini. Mungkin bermimpi lebih baik daripada mengingat kejadian kemarin.
* * *
"Mau sampai kapan kau menjauhiku lagi?"
"Aku tidak menjauhi yang mulia, tetapi ini semua adalah takdir,"
Alymer bergerak mendekati Ana, dengan sigap ia meraih pinggang Ana dengan tangannya dan menariknya hingga jatuh di dadanya. Ia menangkupkan telapak tangannya di wajah Ana sembari mengusap pipi Ana dengan jemarinya. Ana memejamkan matanya, merasakan kehangatan yang hanya ia bisa dapatkan dari Alymer. Ana membuka matanya dan bertemu dengan binar mata Alymer yang membuatnya kagum seketika. Ada kedamaian, kehangatan, ketulusan di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENJADI DUCHESS (ANASTASIA) | 7
Historical FictionPangeran Alymer Crowel, seorang putra tunggal Duke of Valarosa. Calon penerus berikutnya. Ia tampan, berkharisma dan tegas. Wanita bangsawan mana yang bisa menyembunyikan kekaguman jika melihatnya. Anastasia Marines. Gadis biasa, lugu, ramah dan ca...