Bab 15 : Hadiah Istimewa

206 15 0
                                    

"Princess Elisa!" ucap Ana sedikit berbisik dan mengguncang tubuh Elisa dengan pelan.

"Princess Elisa!" ulangnya.

"Prin . . ."

Elisa kemudian sedikit merenggangkan tubuhnya dan menggosokkan kedua matanya.

"Ada apa Ana?" jawabnya sembari menguap.

"Aku ingin menunjukkan sesuatu pada Anda,"

"Ini masih gelap Ana, bisakah kau menundanya sebentar?" tanyanya sembari menguap lebih lebar lagi.

"Ayolah Princess Elisa, kita tidak bisa menundanya. Atau anda ingin aku panggilkan pengawal untuk membawa anda?" ucap Ana dengan nada bercanda.

Elisa membuang nafas kesal dan membuka matanya kemudian duduk sejenak untuk mengumpulkan kesadarannya. Ana berlari keluar kamar dan mengambil sepatu lainnya untuk dipakaikan ke Elisa.

"Sepatu anda sangat kotor, gunakan sepatu ibuku ini saja."

Ana menunduk dan memasangkan sepatu di kaki Elisa. Elisa sedikit terkejut kemudian menahan lengan Ana untuk memasangkannya sepatu.

"Jangan bertindak seolah aku tidak bisa melakukannya sendiri," ucapnya.

Elisa segera merebut sepatu itu dan memakainya sendiri. Setelah selesai dengan sepatunya, Elisa berdiri tegak. Ana mengambil dua mantelnya dan memberikannya satu pada Elisa.

Mereka segera beranjak keluar rumah. Asap mengepul saat nafasnya bertukar di udara, bau tanah yang basah karena embun semalam begitu semerbak. Suara nyanyian jangkrik masih bisa terdengar begitu jelas dan nanyian angin yang membawa beberapa dedaunan menari-nari di udara.

Ana berjalan di depan Elisa dan sesekali tersenyum ke arah Elisa. Elisa hanya menyilangkan kedua tanganya, sembari terus menyusuri jalan yang entah kemana tujuan mereka sebenarnya.

Tak lama kemudian, mereka pun tiba di atas bukit yang menghadap langsung gunung-gunung yang berbaris. Elisa terkesima melihatnya karena ini pertama kalinya ia melihat pemandangan secantik ini. Meskipun masih sangat gelap, tetapi cahaya bulan cukup memberikan sedikit penerangan.

"Ana. Aku tidak tahu bahwa ini sangat cantik," ucapnya sambil masih terus menatap lurus.

Ana tersenyum, "Aku sengaja membawa anda kesini lebih pagi agar bisa melihat sesuatu yang lebih indah," ucap Ana seperti meyakinkan sesuatu.

Elisa menurunkan alisnya dan tersenyum cukup lebar, kemudian ia memejamkan matanya dan merenggangkan sendi-sendinya.

Ana mengajak Elisa untuk duduk di atas batang pohon yang sudah rubuh dan mati itu. Mereka berbincang sambil menyaksikan pemandangan alam pegunungan di depannya. Hingga, matahari terlihat muncul dibalik gunung itu.

Elisa tersenyum lebar dan mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia merasa sangat terpukau menyaksikan Matahari yang terbit secara langsung.

Selama ini ia hanya melihatnya dari lukisan-lukisan saja dan di tempat lain pun ia tak pernah menemukan tempat yang cocok untuk menyaksikan sunrise.

"Ana, ini pertama kalinya aku melihat sunrise," ucapnya.

Ana ikut bahagia mendengarnya, namun ada suatu hal yang terbesit di benaknya. Dimana ia dan Alymer terakhir kali bertemu di tempat ini. Senyumnya yang cerah sedikit memudar. Andai saja ia bisa sedikit lebih egois, maka luka di hatinya tak akan pernah ada. Sekarang ia hanya bisa menjalankan kehidupan normal seperti biasa.

Mereka yang sudah cukup lama berada di atas bukit, memutuskan untuk kembali pulang. Sesampainya di rumah, Ana menawarkan diri untuk mengantar Elisa pulang. Meskipun ia tidak bisa mengantarkan Elisa sampai Mansion.

MENJADI DUCHESS (ANASTASIA) | 7Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang