BAB 8 : Pernyataan Duke

369 21 2
                                    

Kejadian beberapa jam lalu masih melekat jelas dalam benaknya. Bukan karena kesal terhadap Mary, tetapi masih saja merasa malu untuk bertemu dengan sang Duke muda. Kejadian waktu itu masih membuat pipinya merah setiap saat bertemu atau memikirkan sang duke. Oh, tetapi ini bukanlah kisah romantis novel yang ia baca dan yakini sebagai kisah nyata.

Tetapi sangat sulit untuk bersikap layaknya seseorang yang normal sejak saat itu. Apakah benar sang duke menyukainya, atau hanya memainkan perasaan seorang gadis lugu sepertinya. Terlebih, ia melihat jelas bahwa Nona Mary tadi menggandeng erat tangan sang duke. Sudah pasti mereka memiliki hubungan yang lebih dari sebatas teman.

Tok...tok..tok

Suara ayunan pintu tak lama terdengar. Ia menoleh ke asal suara itu dan mendapati ibunya masuk ke dalam kamarnya.

"Apa yang membawa ibu kemari selarut ini?"

"Tidak apa-apa, ibu hanya ingin memastikan sesuatu," ibunya kemudian duduk di ujung ranjang.

Ana segera mengangkat badannya dan duduk bersandar di kepala tempat tidur.

"Tadi orang-orang membicarakanmu yang sedikit berselisih dengan Putri Mary anak Marquis Rosela. Apakah itu benar?"

Ana terdiam sejenak dan merasakan saraf-sarafnya tegang. Ia mengangguk, membenarkan pertanyaan ibunya.

"Ana, seharusnya kau lebih menahan diri. Ingat, dia terkenal dengan keangkuhan dan kelicikannya. Meskipun kau sangat marah padanya, tetapi jangan biarkan amarah menguasaimu. Terlebih lagi, aku juga mendengar bahwa ia akan dijodohkan dengan Duke Muda putra Duke Crowel," tegas ibunya yang membuat Ana semakin tak berkutik.

Ia tunduk lemas dan menyesali perbuatannya tadi. Seharusnya ia tak bersikap seperti pahlawan bagi teman-temannya, yang justru akan membuat orang-orang di sekitarnya menjadi terancam.

Lucy mendekati putri cantiknya itu, dan menggenggam jemarinya. "Ibu tidak memarahimu, ibu hanya takut terjadi sesuatu pada dirimu. Kau adalah satu-satunya mutiara yang ibu miliki, " ucap Lucy dengan dahi yang mengerut.

Ana mengangguk dan memeluk erat ibunya. Setelah selesai menuangkan kegundahan hatinya, Lucy pun beranjak pergi dari kamar Ana. Sudah jelas bahwa rasa suka atau pun hanya tertarik saja pada sang duke pun tak boleh.

Ana meluruskan tubuhnya dan menarik selimut menutupi tubuhnya. Ia menatap langit-langit rumahnya seolah sedang mengejeknya. Tak lama kemudian, ia mulai membenamkan matanya sembari diiringi suara hembusan angin diluar rumah.

* * *

Ana bangun lebih awal untuk bersantai di kaki bukit lebih lama, sembari menunggu sunrise. Ia menghela nafas panjang lalu meraih buah di keranjang yang ia tenteng tadi. Ia menatap lurus ke depan dengan mata yang masih sayu, menyaksikan awan-awan yang masih memeluk gunung.

Bau tanah yang basah sisa embun semalaman, serta suara jangkrik yang bernyanyi ria menemani paginya. Tak lama kemudian, matahari mulai muncul dari tempat persembunyiannya dibalik gunung yang berselingan.

Suasana paginya kali ini sedikit berbeda, bahkan cahaya matahari hangat tak mampu memberikannya kehangatan dan semangat.

"Ms. Anastasia," ucap seseorang tiba-tiba, yang ia yakin bahwa itu adalah suara khas pria.

Ia berbalik kemudian, dan mendapati sang duke muda tepat di belakangnya. Ia segera bangkit dari duduknya, dan memberikan hormat pada duke muda Alymer.

Namun sapaan ramah Alymer tak membuat wajah Ana terlihat ramah juga. Dengan buru-buru, ia menarik keranjang dan berpamitan.

Alymer menahan lengan Ana yang sedang berlalu. Langkahnya terhenti namun ia masih menyembunyikan wajahnya. Tanpa ia sadari, air matanya jatuh begitu saja dari pelupuk matanya itu.

MENJADI DUCHESS (ANASTASIA) | 7Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang