Anastasia nampak tertidur di kursi yang berada persis di samping tempat tidur ibunya. Elisa melihatnya dengan mata sayu. Ia pun menepuk pundak Anastasia dengan pelan. Anastasia membuka matanya perlahan dengan posisi kepala yang masih terbenam di atas kasur ibunya.
Anastasia mengerjapkan matanya beberapa kali kemudian meluruskan tubuhnya. Ia menoleh ke samping kirinya tempat Elisa berdiri.
"Ternyata anda, Putri Elisa," ucapnya dengan nada yang lemah sembari menyunggingkan senyum tipis.
"Hari sudah hampir malam, lebih baik kau istirahat dulu. Biarkan dokter dan perawat yang menjaga kedua orangtuamu."
Anastasia menggelengkan kepalanya dengan lemah, kemudian menatap kembali kedua orangtuanya.
"Ana. Aku tahu bahwa kau sangat mengkhawatirkan mereka, tetapi kau juga harus memikirkan dirimu sendiri. Ayo kembali kesini besok hari lagi, yang terpenting kau harus mengisi energimu kembali," bujuk Elisa.
Anastasia tersenyum, sepertinya bujukan Elisa membuatnya berpikir dua kali. Ia pun berdiri dari kursinya lalu mengecup pipi kedua orangtuanya.
"Kami akan mengerahkan seluruh tenaga kami untuk merawatnya, Nona," ucap Dokter yang sedari tadi berdiri di depan pintu.
"Terima kasih atas bantuan anda."
Anastasia tersenyum pada dokter itu, kemudian mengikuti langkah Elisa yang menuntunnya keluar dari rumah pengobatan. Di luar, nampak Kaira sedang menunggunya.
"Nona Anastasia, saya sudah menyiapkan bak berisi air hangat untuk anda membersihkan diri," ucap Kaira.
Anastasia yang baru sadar bahwa ia sudah berhari-hari tidak mandi pun, seketika memiringkan kepalanya ke arah pangkal lengannya. Aroma tubuh yang sedikit tak sedap menyeruak ke hidungnya. Ia merasa malu mencium aroma tubuhnya sendiri dan hanya tersenyum malu. Kaira dan Elisa hanya tertawa melihat tingkah lucunya itu.
Kaira segera memimpin langkah mereka menuju rumah yang akan mereka tinggali. Tak lama kemudian, mereka pun tiba di sebuah rumah yang bertingkat yang terlihat sudah lama tak terurus itu. Interior ruangan itu masih cukup bagus meskipun sebelumnya sangat berdebu dan terdapat tanaman yang menjalar. Sebelum mereka tiba, rumah itu sudah lebih dulu dibersihkan.
Rumah itu sebelumnya merupakan tempat tinggal kepala desa dan memiliki 5 kamar. 2 kamar dilantai 1 dan 3 kamar di lantai 2. Anastasia yang baru saja memasuki rumah itu, terpaku begitu saja ketika melihat Alymer tengah duduk di meja yang berada di ruang utama. Alymer terlihat sibuk dengan lembaran kertas miliknya dan tak mengalihkan pandangannya dari tumpukan kertas itu.
Anastasia mencoba bersikap normal dan meminta Kaira segera menunjukkan kamarnya. Elisa berpisah dengan Anastasia dan Kaira. Ia melangkahkan kakinya menuju kursi yang berada di depan Alymer dan Anastasia melanjutkan langkahnya menuju kamarnya.
Elisa menghela nafas sembari memejamkan matanya. Ia menyapu ke belakang rambutnya yang terurai itu.
"Aku sudah mengirim mata-mata untuk segera menyelidiki racun itu. Menurut informasi dari warga desa lainnya, racun itu tidak begitu berbahaya. Tetapi racun dan tanaman itu harus tetap dimusnahkan agar mereka tak bertindah lebih jauh lagi," sahut Alymer sembari membaca beberapa lembar kertas di tangannya.
"Sebenarnya aku mencurigai satu orang disini," sahut Elisa.
Ia menduga bahwa Hawys sepertinya tidak benar-benar bekerja sama dengan kelompok itu. Terbukti beberapa rencana rahasia dapat dengan mudah diketahui oleh pihak Adorah sendiri. Menurut cerita warga desa, mata-mata mereka tidak ada yang pernah berhasil meskipun rencana itu sangat tertata dengan baik.
Meskipun pada awalnya ia berpikir bahwa Hawys juga tertipu dengan Grand Duke Adorah, tetapi bisa saja Hawys mengetahui yang sebenarnya dan diam-diam menjadi pengkhianat di kelompok itu.
"Bagaimana bisa anda memiliki pendapat itu tentangnya?" Hawys meletakkan kertas-kertasnya dan menoleh ke arah Elisa.
"Entahlah," Elisa menghelas nafas sebelum melanjutkan kalimatnya lagi.
"Tetapi firasatku mengatakan seperti itu," sambungnya.
Alymer mengerutkan keningnya. Ia mulai merapikan kertas-kertasnya dan memindahkannya ke tempat yang berbeda.
"Pada awalnya, aku juga berpikir yang sama denganmu. Tetapi jika memang benar ia adalah pengkhianat, ia sudah pasti menghabisi para pengawal di perjalanan dan hanya akan membawa Anastasia sendiri."
Elisa menangkupkan kedua tangannya di dagunya. "Entahlah, mungkin aku saja yang terlalu mencurigainya."
Masih ada sesuatu yang mengganjal di dadanya. Ia sempat melihat Hawys yang membawa sebuah botol kecil saat ia bertabrakan dengan Hawys secara tak sengaja. Hawys terlihat buru-buru mengambilnya dan menyembunyikannya.
Sementara itu, di dalam kamar Anastasia segera melucuti pakaiannya yang kotor. Kaira segera mengambilnya dan membawa pakaian itu keluar dari kamarnya. Anastasia melangkahkan kakinya menuju bak yang berisi air hangat ituk
Anastasia membenamkan seluruh tubuhnya ke dalam air hingga hanya kepalanya saja yang muncul. Air di bak itu tak lagi begitu hangat, karena udara dingin yang masuk ke dalam kamar itu. Namun tak masalah bagi Anastasia karena ia tak begitu menyukai air terlalu hangat.
Ia mulai mengusap sekujur tubuhnya dan meraih sebuah sabun beraroma mawar di samping baknya. Secara bergantian, ia menaikkan tangan dan kakinya untuk membubuhkan sabun. Ia sedikit bangkit dari duduknya dan menopang tubuhnya dengan lututnya lalu mengusapkan sabun ke seluruh tubuhnya.
Setelah selesai dengan kegiatan membersihkan tubuhnya, ia segera keluar dari bak mandi dan meraih handuk yang telah disampirkan oleh Kaira di atas tempat tidur. Setelah selesai mengeringkan tubuhnya, Anastasia segera mengenakan pakaian dalamnya dan mengenakan pakaian yang sudah Kaira persiapkan juga.
"Sepertinya ini bukan milikku." Anastasia mengkerucutkan bibirnya, kemudian memakai baju itu.
Baru saja ia memakai baju itu, terdengar suara sobekan yang berasal dari bagian belakang bajunya. Anastasia segera meraba bagian belakangnya dan mendapati bahwa pakaiannya telah robek. Mata Anastasia membulat, ia bingung apa yang harus ia lakukan. Ia teringat dengan kotak penyimpanannya yang berisi jarum dan benang.
Anastasia segera meraih tasnya dan mencari kotak itu. Tak butuh waktu yang lama, ia segera menemukan kotak itu dan memasang benang pada jarumnya. Anastasia membuka kembali pakaiannya. Meskipun udara dingin sedikit menusuk kulitnya, sepertinya ia masih bisa menahannya.
Pakaiannya berada pada tas lainnya yang ia sendiri tak tahu dimana tasnya berada. Sehingga satu-satunya cara yang ia bisa lakukan adalah menjahitnya. Dengan tubuh yang hanya dibalut pakaian dalam, ia duduk di atas tempat tidur dan mulai menjahit pakaiannya yang robek.
"Hufft, robekannya ternyata cukup besar."
Tak lama setelah itu, suara ketukan pintu terdengar. Mata Anastasia tak teralihkan dari jahitannya, ia hanya mendengar suara ketukan itu. 'Itu pasti Kaira' pikirnya.
Terdengar suara pintu yang terbuka dan kemudian tertutup.
"Pakaian ini sedikit robek, jadi aku mencoba menjahitnya. Bisakah kau memberitahu Putri Elisa bahwa aku akan terlambat ke meja makan," ucapnya.
Tak ada sahutan atau jawaban yang ia dapatkan. Ia pun menghentikan jahitannya dan mengangkat pandangannya ke arah pintu kamar.
Seketika ia tersentak dan membuat jarum jahitnya menusuk jari telunjuknya ketika ia melihat siapa sosok itu. Anastasia meringis kesakitan lalu memegang jarinya yang terluka. Suara langkah kaki itu terdengar mendekat padanya. Sepertinya ia akan pasrah kali ini.
To be Continue . . . . .
Hola! Ekstra dua bab hari ini hihi. Rencana sih 3 bab, tapi tunggu ajalah yah, jadi apa nggak wkwkwk
Terima Kasih sudah membaca, jangan lupa vote dan coment yah kakak :)
KAMU SEDANG MEMBACA
MENJADI DUCHESS (ANASTASIA) | 7
Historical FictionPangeran Alymer Crowel, seorang putra tunggal Duke of Valarosa. Calon penerus berikutnya. Ia tampan, berkharisma dan tegas. Wanita bangsawan mana yang bisa menyembunyikan kekaguman jika melihatnya. Anastasia Marines. Gadis biasa, lugu, ramah dan ca...