Bab 21 : Merindukannya

218 17 0
                                    

Ana menatap langit dari jendela kamarnya, berharap bulan dan bintang-bintang dapat menghibur kesendirian dan rasa sedih di hatinya. Lagi-lagi, sang Duke masih memenuhi isi kepalanya saat ini.

Ana tak tahu kapan bisa melihatnya lagi. Meskipun ia akan menjadi kepemilikan orang lain, tidak ada salahnya jika ia hanya sekedar melihat Duke muda. Jikalau itu akan menjadi pertemuan terakhirnya ia akan menerimanya dengan hati yang tentram. 

Ana meraih buku catatannya di tas miliknya. Ia mulai menuliskan curahan hatinya yang beberapa hari ini bersemayam di hatinya. 

Bagaimana kabar anda? Aku berharap anda selalu baik-baik saja. Malam ini, ribuan bintang dan bulan melihatku yang bersedih ini. Mereka sepertinya ingin menolongku yang tak tahu malu ini. Jadi, biarkanlah mereka yang menyampaikan rasa rinduku pada anda. Lihatlah ke arah langit malam ini, agar mereka dapat dengan mudah menyampaikan pesanku. 

Aku sekarang duduk di jendela dan menulis kegundahan hati yang tak bisa kusampaikan pada anda secara langsung. Tahukah anda, aku akan selalu dan selamanya memberikan hatiku pada anda. Jika anda sedang memejamkan mata saat ini, biarkan bayang diriku menemani malam anda. Terima kasih telah hadir dalam hidupku, meskipun kita tak pernah bisa bersama.

Anastasia menutup catatannya dan menyimpan alat tulisnya. Ia sedang tak ingin menangis malam ini, jadi ia hanya memikirkan kenangan indah bersama Duke Muda. Bahkan ciuman penuh gairah itu terlintas di pikirannya lagi, ia sedikit merona. Sentuhan dan nafas sang duke muda terasa begitu nyata meskipun hanya ada dalam bayangannya. 

Tok . . . Tok . . . Tok

Khayalan Ana begitu saja sirna ketika suara ketukan pintu menganggu waktunya. Ia mempersilahkan masuk. Nampak Kaira muncul dari balik pintu, kemudian masuk dengan hati-hati dan menutup pintunya. 

"Aku pikir Nona sudah tidur. Sebenarnya aku kesini hanya untuk memastikan," ucap Kaira dengan perasaan tidak enak. 

"Langit malam yang penuh dengan bintang ini menggodaku untuk terus melihat mereka," ucap Ana sembari menunjuk ke arah luar jendela. 

Kaira mengangguk, kemudian menghampiri Ana yang masih duduk di depan jendela. 

"Jika bintang terus terlihat sampai pagi nanti, apakah anda juga akan tetap menemani mereka?" tanya Kaira sedikit bercanda. 

"Tentu saja, jika itu yang mereka mau," jawab Ana dengan kekehannya.

Kaira ikut memandang langit-langit yang begitu indah dan berhasil membuatnya takjub. Ia mengalihkan pandangannya pada Ana yang masih terpaku. 

"Perjalanan kita akan sangat jauh Nona, lebih baik anda beristirahat. 10 hari di kereta dengan rute hutan penuh, pasti akan sangat melelahkan," Kaira memberikan nasihat. 

"Baiklah, aku akan tidur sebentar lagi," Ana hanya menuruti nasihat Kaira, meskipun ia masih ingin menikmati malam yang indah, mengisi kekuatannya yang hampir rapuh. 

Kaira segera mengatur tatanan tempat tidur Ana. Kemudian ia menutup jendela rapat dan menutup gorden. Ana berbarik dengan tenang di atas tempat tidur. 

"Aku akan kembali ke kamarku Nona. Jika anda mengalami kesulitan, kamar saya berada di sebelah kamar anda. Sehingga anda hanya cukup mengetuk dinding di atas tempat tidur anda. Saya sudah pasti akan datang," jelas Kaira.

Ana mengangguk mengerti, lalu ia menarik selimut miliknya. Kaira mematikan semua lilin kemudian melangkahkan kakinya keluar kamar dan menutup pintu. Nyanyian suara angin diluar merayap di telinga Ana membuat matanya yang semula terang menjadi sedikit redup dan ia perlahan mulai menyeberangi dunia mimpinya seiring matanya yang perlahan tertutup. 

* * *

Keesokan paginya, Ana bangun lebih awal untuk mempersiapkan keberangkatan. Barang-barang sudah lebih dulu ia kemasi agar pekerjaan Kaira tak bertambah. Ia kini sudah selesai dengan segala persiapan. Ia hanya perlu menunggu waktu keberangkatan. Ia membuka jendelanya dan udara yang dingin masuk ke dalam kamarnya dengan leluasa. 

Meskipun pemandangan di depannya bukanlah pegunungan yang biasa ia lihat ketika menyambut sunrise, tetapi pemandangan bangunan-bangunan dan langit yang masih gelap di desa itu masih menghiburnya. 

Matahari perlahan semakin naik dan menampakkan diri. Terlihat beberapa orang sudah mulai memenuhi jalan, ada yang sekedar berjalan-jalan, berjualan dan membeli. Para peternak sibuk mengurus hewan ternaknya dan para petani sibuk dengan tanamannya. Beberapa anak-anak bermain dengan riangnya di atas rerumputan yang cukup luas. 

Tok . . . tok . . .

Suara ketukan pintu membuat Ana menoleh, ia pun dengan semangat menuju pintu dengan senyum di bibirnya, seperti ingin bercerita sesuatu. Siapa lagi kalau bukan dengan Kaira?

Ana segera membuka pintu dengan cepat, namun senyuman yang merayap di bibirnya seketika menjadi kaku. 

"Good Morning Princess Anastasia," sapanya.

Ana menyipitkan matanya dengan senyuman yang masih tertahan. Beruntung ia tak menariknya secara spontan, karena pikirnya itu adalah Kaira. 

"Morning Mr. Sawef," sapa Ana balik sembari menurunkan pundaknya memberi hormat. 

"Sepertinya anda sangat bersemangat pagi ini?" tanyanya dengan senyum simpul di wajahnya. 

Ana mengangguk pelan sembari memegang tengkuknya sekilas. Ia masih sedikit canggung berbicara dengan pria itu, mengingat kemarin para pengawal dan kaira bertingkah seolah ingin mencomblanginya. 

"Hari ini kita akan berangkat bukan? Jadi sepertinya aku juga harus memiliki energi yang sama dengan yang lainnya," jawab Ana.

"Biar aku bantu."

Hawys menyusuri kamar Ana dan mengangkat barang-barang Ana yang sebenarnya bisa ia lakukan sendiri. Perasaan bersalah menyelimuti Ana. "Maaf tuan, sepertinya aku bisa membawa barang-barangku sendiri," Ana mencoba untuk menolak bantuan Hawys. 

"Anda jangan merasa bersalah jika aku membantu anda. Ini sudah menjadi tugasku untuk mendampingi anda selama di perjalanan," jawab Hawys yang kekeh membawa barang-barangnya. 

Ana hanya menunduk sekilas kemudian mengikuti langkah Hawys keluar dari kamar menyusuri koridor rumah. Setelah beberapa saat, mereka pun mulai dekat dengan kereta yang terparkir di halaman belakang rumah. Disana sudah ada 4 pengawal dan Kaira. 

"Nona Anastasia!" teriak Kaira sembari melambaikan tangannya. Ana membalas lambaian tangannya. 

Ana dan Hawys mulai mempercepat langkahnya hingga mereka tiba persis di depan kereta. Hawy memasukkan barang-barang Ana ke dalam kereta lalu membantu Ana masuk ke dalam kereta. Kali ini Kaira juga ikut masuk ke kereta yang sama dengan Ana.

"Isi kereta sudah kosong, anda bisa sedikit lebih nyenyak beristirahat dibandingkan hari sebelumnya."

Kaira pun mengambilkan beberapa kain yang ia tumpuk kemudian meletakkannya di sisi kiri tempat duduk Ana. Ana membantu membenarkannya. 

"Anda bisa bersandar di tumpukan kain ini, agar tulang pinggang anda tidak terlalu sakit."

Ana tersenyum, kemudian menggeser jendela di sampingnya. Udara sejuk pagi hari pun menerpa wajahnya. Ia memejamkan matanya, merasakan udara yang menusuk kulitnya. 

Tak butuh waktu lama, kereta pun mulai bergerak. Ana menutup jendela kembali, kemudian bersandar di tumpukan kain yang dibuat oleh Kaira itu. 

"Semoga anda menikmati perjalanan," Kaira memberikan semangat pada Ana yang sebenarnya juga sudah sangat bersemangat. 

to be continue . . . . 

Halo guys. Jadi author mau kasih kabar kalau mulai hari ini author bakalan upnya 3 hari sekali yah. Karena author masih sibuk revisi cerita author yang lain, biar semakin baik aja komposisinya. 

Terima Kasih sudah membaca, Semoga suka yah. 

MENJADI DUCHESS (ANASTASIA) | 7Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang