Bab 14 : Suara Misterius

205 16 0
                                    

Matahari terlihat bersembunyi di balik lautan. Langit yang cerah kini mulai gelap dan bulan semakin terlihat jelas dengan ribuan bintang-bintang yang menemaninya. Beberapa petani sibuk menyimpan alat-alat pertaniannya dan para peternak memeriksa kandang-kandang hewan ternak mereka. Memastikan bahwa hewan ternak mereka sudah lengkap. Orang-orang yang berkumpul di alun-alun mulai beranjak pulang dan suasan mulai sepi meskipun beberapa orang masih berada disana.

Ana sendiri mengambil beberapa lilin untuk dibakar dan meletakkan di beberapa sudut ruangan menyambut malam tiba. Ia yang hanya sendirian di rumah, memilih untuk menghabiskan waktunya membaca beberapa buku yang ia pinjam dari perpustakaan. Rakyat jelatah sepertinya hanya bisa berjuang sendiri mencari ilmu dan hanya mengandalkan buku-buku sebagai sumbernya.

Namun sempat terbesit dalam pikirannya, ia sedikit bingung mengapa ibunya begitu pintar dan begitu juga dengan ayahnya. Mereka hanya rakyat biasa pikirnya, mengapa memiliki ilmu di atas rata-rata rakyat jelatah lainnya? Tetapi itu sudah berlalu, sekarang ia sudah tidak terlalu pusing memikirkannya lagi.

Ia yang terlalu asik membaca, melupakan waktu tidurnya. Mungkin ia akan tidur larut malam pikirnya.

Ana sangat tertarik pada buku-buku pengetahuan, dongeng, novel dan sejenisnya. Selain menjadi petani bunga, ia juga kutu buku. Ana mengalihkan pandangannya sejenak dari buku yang ia baca dan menyoroti jam di dindingnya. Sudah lewat dua jam dari jam tidur sebenarnya. Ia pun mulai merasa lelah dengan bacaanya, sehingga ia memilih untuk menutup bukunya dan meniup lilin disampingnya.

Di tengah keheningan malam yang hanya dihiasi suara nyanyian jangkrik, Ana tiba-tiba saja mendengar sesuatu. Seperti langkah kaki yang berjalan mengitari rumahnya. Tak lama kemudian, suara gedoran pintu cukup memekikan telinganya.

Dorr . . . . Dorr . . . . Dorr

Suara ketukan pintu yang keras itu terdengar dari arah pintu belakang. Ana tersentak kaget dan mematung sejenak. Sekujur tubuhnya merinding hebat, dan pikirannya mulai tak karuan.

Ia mengambil sebuah kayu di samping lemari yang biasa ia gunakan untuk mengangkat air. Ana berjalan secara berhati-hati mendekati pintu belakang rumahnya. Perlahan ia membuka kayu yang mengunci pintunya dan siap siaga melayangkan pukulan itu pada seseorang diluar sana.

Pintu dengan cepat terbuka dan Ana yang sudah siap siaga pun melayangkan pukulan itu lalu memejamkan matanya.

"ANA ini aku!" teriaknya sembari menundukkan kepalanya dan memutup kepalanya dengan kedua tangannya.

Ana yang hampir saja mendaratkan pukulan itu dikepalanya, segara menariknya kembali. Ana membuka matanya dan membelalakan matanya ketika melihat siapa yang ada di depannya saat ini. Ia melepaskan nafasnya lega, meskipun ekspresinya saat ini masih terkejut.

"Hoh, Princess Elisa, " ucap Ana dengan nafas yang diatur.

Ana membuang kayunya dan segera menarik Elisa untuk masuk kemudian mengunci pintunya kembali. Meskipun ia masih khawatir jika ada orang lain yang mengikuti Elisa sampai ke rumahnya, ia tak melakukan pengecekan lebih lanjut.

"Apa yang membawa anda kemari? Dan bagaimana anda bisa sampai disini?" tanya Ana.

"Aku sedang bertengkar dengan Alymer saat makan malam tadi. Sebelumnya, aku bertemu empat mata dengan Penyihir itu dan menyuruhnya menjauhi Alymer. Dan kau tahu apa yang ia lakukan?"

Ana menggelengkan kepala.

"Ia menangis saat Alymer menghampiri kami. Alymer membelanya dan balik memarahiku. Aku terkejut dengan tingkahnya itu, namun aku memilih untuk mengalah dan menuruti Alymer untuk pergi ke ruang makan."

MENJADI DUCHESS (ANASTASIA) | 7Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang