Bab 18 : Pewaris Tahta

239 19 0
                                    

Seketika lidah Ana seperti terbelit, sulit untuk meneruskan kalimatnya sendiri.

"Nona Estionate?" ucap pria itu.

Ana yang terkejut ketika melihat simbol di topi pria itu, menjadi lebih heran ketika pria itu mengetahui nama belakang asli Ibunya.

"Bagaimana anda bisa tahu nama belakang ibuku? Dan sebenarnya nama belakangku mengikuti ayahku, Anastasia Marines," ucapnya memperkenalkan diri.

Orang-orang sekelilingnya terlihat saling bergumam, ingin mengetahui apa yang terjadi sebenarnya.

"Semuanya! Tenang saja, kami bukan penjahat. Kalian bisa kembali tidur," pintah pria itu.

Semua orang pun kembali ke dalam kereta mereka dan beberapa diantaranya memilih untuk tidur di depan api yang masih menyala dan hangat.

"Apakah kami bisa berbicara dengan anda?" tanyanya.

Ana sedikit ragu untuk menyetujuinya. Ia melipatkan kedua tangannya dan berpikir sejenak.

"Anda bisa mempercayai kami. Tenang saja, kami ada di pihak anda," jelasnya.

Ana pun menurunkan ketegangan yang ada pada dirinya, kemudian mengikuti langkah para pria-pria itu. Tidak, beberapa diantara mereka ternyata adalah perempuan yang sedang menyamar.

Mereka bergerak menuju hutan yang cukup gelap. Salah satu diantara mereka menyalakan obor untuk penerangan.

Mereka secara serentak duduk melingkar, termasuk Ana sendiri.

"Sebenarnya ada sesuatu yang buruk terjadi," ucap salah satu pengawal membuka diskusi.

Ana menatap pria itu sembari menunggu jawabannya.

"Sebenarnya Ibu dan Ayah anda telah menghilang, entah kemana. Kami tak berhasil menemukannya. Mata-mata kami terakhir kali melihatnya masuk ke pasar, tetapi setelah itu kami tak tahu ia dimana,"

Mata Anastasia membulat sempurna, rasa sesak mulai merayap ke paru-parunya. Ia membuka mulutnya dan nafasnya naik turun dengan sangat cepat.

"Tidak! Ini semua tidak mungkin!" Ana menggelengkan kepalanya seolah tak percaya.

Airmatanya membendung di pelupuk matanya, bersiap untuk berselancar di pipinya.

"Kami mohon Anda tenang dulu. Sepertinya ini waktu yang tepat, untuk menjemput anda," ucap salah satu diantara mereka.

"Tidak! Aku tidak bisa pergi kemanapun tanpa ibu dan ayaku," jawab Ana.

"Yang Mulia!" Teriak seseorang yang berhasil membuat Ana terdiam sejenak.

Ana menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Membendung air matanya yang sudah tak tertahankan lagi. Semua orang ikut menunduk merasakan kesedihan yang dialaminya.

Seorang pengawal perempuan menenangkannya, menggosok pundak Ana dengan lembut.

Selama ini mata-mata telah dikirimkan untuk mengawasi keluarga mereka. Karena adanya ancaman dari saudara-saudara Lucy lainnya.

Grand Duke sepertinya telah mengambil langkah yang salah. Sehingga memutuskan untuk mencari putrinya itu kembali.

Ditambah sang grand duke yang sedang sakit dan membuat putra pertamanya memerintah sementara. Mereka yang terbutakan oleh tahta dan haus akan darah membuat keadaan wilayah mereka kacau.

Setelah beberapa waktu ia tuangkan tangisannya, kini ia mengumpulkan kekuatannya untuk melanjutkan perbincangan.

"Lalu, apa yang harus kita lakukan?" tanyanya.

Mereka pun memberitahu rencana selanjutnya. Raut wajah Ana tampak serius, meskipun ia tak pernah menjalankan sebuah misi tetapi ia cepat mengerti taktik persembunyian yang dilontarkan oleh para pengawal.

Rencana awal adalah menuju desa di tenggara Adorah. Sebuah tempat perkumpulan yang menolak pemerintahan anak pertama Grand Duke of Adorah.

Setelah menunggu waktu yang pas, mereka akan membawa Anastasia ke istana dan memberitahu kebenarannya.

Setelah mendengarkan beberapa detail rencana yang akan dijalankan, semua pengawal bersiap untuk melanjutkan perjalanan.

Mereka telah mempersiapkan sebuah kereta yang berukuran lebih besar dari kereta Anastasia. Tampak lebih tertutup dan beberapa barang terikat di sisi luarnya.

Ana dipersilahkan untuk naik ke dalam kereta. Ia yang masih merasa canggung diperlakukan istimewa pun, sedikit ragu untuk masuk.

"Nona tidak perlu merasa tidak enak pada kami. Anda pantas mendapatkan ini semua, karena inilah yang seharusnya anda dapatkan," jelas seorang perempuan yang nampak lebih tua darinya.

Ana tersenyum manis kemudian naik ke dalam kereta. Seorang perempuan muda mengikutinya masuk. Mereka berdua pun duduk secara berhadapan.

"Perkenalkan Nona, saya adalah Kaira. Saya yang akan melayani anda selama perjalanan menuju desa. Tidak perlu sungkan jika anda butuh sesuatu," jelasnya sembari memberikan hormat.

Ana tersenyum dan memberikan hormat.

Terdengar suara aba-aba yang menyerukan melanjutkan perjalanan. Kereta bergerak perlahan dan membuat Ana sedikit terkejut.

Kereta Ana yang ia kendarai sebelumnya, dibawa oleh pengawal lainnya. Kini mereka berjalan beriringan menuju arah yang berbeda dari perjalanan menuju Votal.

Rasa kantuk yang Ana rasakan tadi, kini berganti dengan rasa penasaran. Ana mencoba membuka pertanyaan pada Kaira.

"Bisakah Anda memberitahu aku sedikit tentang keluarga ibuku?"

Kaira tersenyum, ia dengan senang hati menceritakan segalanya yang ia tahu.

"Kakak pertama ibu anda adalah Duke Kanov dan kakek anda adalah adik pertama Ratu Kosianol, salah satu negara diantara 7 negara yang berkuasa di benua ini," Ana mengangguk mengerti.

"Ibu anda adalah putri kedua Grand Duke of Adorah. Ayah dan Ibu anda tidak mendapatkan restu, sehingga memilih untuk kawin lari."

Kaira sontak menutup mulutnya, ia tak seharusnya membeberkan semuanya. Ia pun meminta maaf pada Ana.

"Tidak masalah Kaira, aku yang memintamu menceritakan semua hal yang tak ku ketahui. Jadi jangan sungkan menceritakan semuanya meskipun itu memalukan atau menyedihkan," Ana tersenyum.

Kaira kembali tersenyum dan melanjutkan perbincangan mereka.

"Lau bagaimana dengan saudara ibuku yang lain?"

"Mereka sama-sama berambisi untuk merebut tahta dan mencari simpati rakyat, tetapi tidak terlalu terlihat seperti Duke Kanov yang terang-terangan menunjukkan ambisiusnya."

Perbincangan yang begitu seru dan bersemangat dalam beberapa waktu, ternyata punya batasannya sendiri. Rasa semangat itu kini menjadi rasa kantuk.

Kaira meraih beberapa selimut dan bantal kemudian menyusunnya di kursi Ana dan membantu Ana untuk mengatur posisi tidurnya.

Pandangan semakin gelap seiringan kelopak matanya yang menutup. Pikirannya jatuh dalam kegelapan, semakin dalam dan gelap.

Meskipun jalan yang dilalui sangat buruk, sepertinya rasa ngantuknya lebih besar dibandingkan rasa sakit yang mengguncang tubuhnya.

To be continue . . . . .

MENJADI DUCHESS (ANASTASIA) | 7Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang