52

224 36 8
                                    

"Harry Potter?" pak tua itu memanggil sambil matanya mengelilingi ruangan mencari Pottah.


Tapi kulihat orang yang dicari malah menyembunyikan tubuhnya di belakang teman-temannya. Oh ayolah, kemana sikap santainya tadi? Karena sudah terlanjur begini harusnya hadapi saja haha.


"Harry Potter!" teriakan pak tua itu menggema di dalam great hall.


Setelah didorong Granger, Pottah berdiri dengan takut-takut, menghampiri pak tua yang berwajah marah. Lucu melihat wajah mereka dari sini sungguh, semua orang juga mengapa mereka begitu serius sih?


Pak tua memberikan perkamen yang tertulis nama Pottah dengan wajah yang menyeramkan. Seisi great hall hening memperhatikan Pottah seorang. Tapi mengapa mereka begitu? Seperti tak biasa saja, disitu ada kejadian pasti ada Pottah. Coba tanamkan dalam hati mereka begitu.


"Dia nipu!"


"Dia kan belum 17tahun!"


Kau harus banyak bersabar Pottah. AG memandang kepergian Pottah dengan khawatir begitu juga dengan owo yang menenangkan Pottah dengan memegang pundaknya pelan.


Begitu Pottah memasuki ruangan di belakang para prof. great hall mulai berisik membicarakan bagaimana dia bisa memasukkan namanya kedalam sana.


[Apollo ikuti dan dengarkan apa yang mereka bicarakan]


[Baik, master!]


Apollo berjalan beriringan dengan Pottah. Setelah itu disusul dengan para prof. masuk kesana dengan saling melempar argumen masing-masing.


["Ini salah! Percayalah!"]


["Orang Perancis sialan"]


Ow kasar sekali bicara mereka.


["Semua selalu konspirasi menurutmu!"]


["Diam! Aku tak bisa berpikir!"]


["Saya protes!"] Jelas, aku juga protes!


Benar protes saja, dengan begitu aku punya banyak waktu luang!


["Harry!"] oh suara pak tua tak ada santai-santainya.


["Apa kau memasukkan namamu kedalam piala api?"]


["No sir!"]


["Apa kau meminta senior melakukannya untukmu?"]


["No sir!"]


["Tentu saja dia berbohong!"] orang Perancis sialan, diam saja kau


Lalu mad-eye menjelaskan sesuatu yang kumengerti dengan bahasa yang sulit. Intinya, piala api tak mungkin ditembus oleh penyihir dibawah 17tahun, begitu.


Si mad-eye malah berdebat dengan kepala sekolah orang-orang botak.


["Itu tak akan membantu. Prof. mcgonagall "] pak tua itu menengahi mereka lalu memanggil owo.


Kalian tahu? Badanku rasa-rasanya merinding, apa karena aku berbaring di langit-langit sementara di luar sedang hujan?


["Panggil mr.Black"]


Oh


Tidak jangan!


Ck, jadi dia sudah mewanti-wanti kejadian seperti ini ya. Aku tak keberatan sih, karna aku juga menebak akan begini. Tapi setidaknya dia kan bisa jujur padaku.


Sudah terlihat, owo sudah keluar dari ruangan itu. Lalu dia memandangi seluruh orang-orang yang ada disana, jelas mereka heran apa yang dilakukannya.


"Mr. Black?" teriaknya memanggilku.


Semua orang semakin heran, apalagi para murid tamu yang tak mengenal namaku. Iya, mereka hanya tau wajahku sepertinya, saat ada yang berpapasan denganku mereka hanya tersenyum malu-malu. Bukan terlalu percaya diri, hanya saja itu memang benar adanya.


Mereka juga ikut mencari dengan mengedarkan pandangan ke meja asrama slytherin. Jelas aku tak ada disana, jangankan mereka kawanan ular saja tak tahu aku dimana.


"Ada yang melihat mr. Black?" tanyanya lagi.


Ck, apa boleh buat. Aku akan muncul dengan mencolok, seperti yang dilakukan mad-eye sebelumnya.


Aku meregangkan otot-otot leherku. 


Brugh!


Aku terjatuh dengan posisi berlutut disamping piala api. Aku merasa diriku ini sangat keren. Aku berjalan menuju owo dengan wajah datar. Kulihat kebanyakan dari mereka terkejut, lalu berganti dengan wajah kagum. Hehe


Owo menuntunku ke ruangan yang dimasuki Pottah tadi. Disetiap langkahku selalu diperhatikan dengan lekat oleh seisi great hall, tak membuatku gugup hanya canggung takut melakukan kesalahan. Kedatanganku disambut dengan wajah masam para orang tua ini.


"Jadi, apa yang kau harapkan dari anak seorang buronan?!"


Sialan ini, aku hanya membalasnya dengan senyum kesal lalu merapal mantra tanpa tongkat yang membuatnya terjatuh saat melangkah.


Bruk!


Semua orang tercengang, kepala sekolah orang-orang botak itu setengah malu setengah kesal. Aku menjentikkan jariku lalu tanpa memperdulikannya aku menatap pak tua dengan berwajah datar.


"Apa Harry memasukkan namanya?"


Langsung intinya saja nih? Tidak basa-basi dulu gitu?


Semua orang nampak mengelilingiku menunggu jawabanku dengan wajah tegang, tak terkecuali para pejuang. Santai saja kali. Ekspresi mereka membuatku menahan tawa.



Tetapi, 


Jangan cengar-cengir tolol, lu harus profesional!





Voment

Sirius Son ɪv (end) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang