Aku selesai memakai jubahku lalu duduk di kursi samping kasur.
Nah sekarang apa yang harus ku lakukan?
Seriusan?
Buntu kah? Tidak-tidak bukan buntu tapi sikap malas ku datang.
Ya ampun, aku harus kerja keras nih.
Aku keluar kamar menuju ruang santai. Disana masih ada beberapa yang belum terbangun padahal matahari sudah di atas kepala.
"Hei bangunlah, ayo aku bantu" aku membangunkan salah seorang senior lalu membantunya berjalan dengan merangkulnya dari samping.
Aku tak mau sih sebenarnya. Tapi kasihan juga. Jadi aku terus bulak balik membantu mereka yang masih tepar di ruang santai.
Saat orang terakhir selesai di bantu, aku kembali ke ruang santai. Menghela nafas melihat betapa berantakannya ruangan ini.
Belum lagi bau alkohol yang membuat pengap. Jika AG kesini sudah pasti satu asrama terkena detensi.
Jadi mau tak mau harus aku yang membereskannya.
Aku mengeluarkan tongkat di saku jubahku lalu mengayunkannya. Mengumpulkan botol kaca, mengumpulkan sampah, membereskan barang-barang.
Setelah itu, aku memasukan tanganku ke lengan jubah kiri ku. Mengambil satu botol kaca kecil lalu membukanya.
Ramuan pewangi ruangan racikanku sendiri. Tentu saja aku melakukan itu semua dengan diam di tempat, hanya wush wush tongkat lalu selesai. Malas sekali kalau harus bulak balik lagi.
Intinya, sekarang ruang santai sudah bersih dan wangi. Saatnya aku juga bersantai.
Sebelum pergi lagi mencari bukti dan kemungkinan-kemungkinan aku istirahat dulu deh. Lagipula di luar pasti dingin kan?
Aku duduk di depan perapian sambil menyesap teh.
"Kau yang melakukan ini Black?"
Tanpa menoleh atau melirik aku juga tau siapa dia.
"Iya, masalah?" aku tetap menatap perapian sambil menyesap teh ku.
"Tidak"
"Yasudah"
Perapian, cara komunikasi ayah dengan si Pottah juga dengan perapian bukan?
"Hei Black" dia malah duduk di depanku.
Karna malas mengeluarkan suara aku menjawabnya dengan berdehem.
"Kabar itu benar? Kau dan Fleur?" wah beneran nih?
"Cepat sekali tersebarnya" aku menatap teh di gelas, enggan menatap Kristein.
"Semudah itu?" katanya dengan nada kesal.
"Apanya?" kali ini aku menatapnya tajam.
Dia kelabakan sendiri, tapi sialnya pipinya memerah. Padahal aku menatapnya tajam kan? Mengapa dia tersipu? Apa dia sejenis tipe masokis?
Hih amit-amit deh.
"Kau kan baru putus lalu sehari setelahnya kau berkencan dengan gadis lain" dia menjawab dengan menunduk sambil menabrak-nabrakan kedua jari telunjuknya.
"Lalu? Itu mengganggu kehidupanmu?" kataku tajam.
Dia menggeleng keras sambil terus menunduk. Apa-apaan sih?
Hahh tak ada gunanya. Aku berdiri lalu pergi meninggalkan asrama. Berjalan keluar menuju ruangan AG.
Ada yang ingin ku pasti kan.
Aku terus berjalan hingga aku di kejutkan dengan wajah yang tiba-tiba muncul di hadapanku.
"Bo!" aku memang terkejut, tapi maaf-maaf saja aku masih bisa menjaga image ku.
Hantu perempuan saat tahun kedua, siapa sih namanya? Aku memperhatikan sekitar, ternyata ini didekat toilet yang di tinggalkan itu.
"Hai Arlynx hihihi" dia tertawa centil.
"Hai" aku lupa namanya, kalau tak salah moan? Moan apa?
Jangan dipikirkan dulu, sekarang aku mempunyai ide.
"Hei, kau itu penunggu toilet bukan?" bertanya dengan nada penasaran.
"Yesss?" dia memainkan rambutnya.
"Berarti kau suka air?" aku meletakkan tanga kanan di dagu, gaya berpikir.
"Tidak juga" ck
"Bisa kau lakukan sesuatu untukku?" aku tersenyum tulus.
Membuatnya senang bukan kepalang bertebangan di atas kepala ku sambil berputar-putar.
Voment
KAMU SEDANG MEMBACA
Sirius Son ɪv (end)
FanfictionTahun keempat Arlynx di Hogwarts dipenuhi dengan kata umpatan pada orang-orang kementrian sihir. Di tahun ini, Arlynx selalu membantu Harry Potter yang mungkin membuat hubungan keduanya semakin erat. Sirius Son ɪ (end) Sirius Son ɪɪ (end) Siriu...