82

200 25 1
                                    

AG mendekat, memperhatikan ramuan di kuali. Mengambilnya dengan sendok sup, lalu menelisik isinya.

"Perfect" masih datar. Dia ini pernah bahagia tidak sih?

Aku tersenyum tipis, bangga pada diri sendiri.

Seperti biasa, aku mengambil botol kaca lalu memasukan ramuan itu kedalamnya.

"Pertemuan selanjutnya, aku menbebaskanmu untuk membuat ramuan apa saja" kata nya sambil memunggungi aku, dia mencatat sesuatu entah apa.

"Benarkah?" aku bertanya sambil menatap punggungnya.

"Memangnya kau mau membuat apa?" dia berbalik, menatapku.

"Penawar amortentia, mungkin?" aku menjawab dengan nada tak yakin lalu melanjutkan pekerjaan yang tertunda.

Dia hanya diam tak menanggapi.

"Sudah kan?" aku memasukan botol kaca ke jubah lengan kiri.

Dia mengangguk, lalu aku berjalan keluar setelah sedikit mengangguk padanya.

Nah, setelah ini. Apa yang harus kulakukan?

Entahlah, jalan saja terus. Nanti juga ketemu sesuatu.

"Arlynx" nah kan. Aku berbalik dan terlihat.

Oh aku lupa. Lagi.

"Kau beristirahat dengan baik?" aku bertanya sambil tersenyum.

"Yah, begitulah" karna tujuan kami sama dia mensejajarkan langkah nya denganku.

Padahal aku juga tidak tahu kemana tujuanku. Tapi yasudah.

"Kau mau kemana Fleur?" aku menatapnya dari samping.

"Entahlah, aku ingin mencari angin" katanya sambil menyelipkan anak rambut ke telinganya.

"Ayo ke danau hitam kalau begitu" aku tersenyum lalu menarik tangannya pelan.

Sampai di sisi danau hitam aku menyuruhnya menunggu.

Aku mengeluarkan meja lipat, dua kursi lipat lalu peralatan teh ku dari dalam lengan jubahku.

Menyiapkan teh nya tak lupa sedikit camilan, lalu menarik kursi untuk di duduki Fleur.

Dia tersenyum lalu duduk. Aku terus tersenyum ke arahnya.

Kami banyak mengobrol, dia bercerita tentang sekolahnya, teman-teman nya, dan keluarganya.

Aku juga baru tau, dia kesini membawa adiknya.

"Bagaimana rasanya punya adik?"

Dia tersenyum, lalu menceritakan suka duka nya. Aku memperhatikan dia yang terus berbicara dengan tangan kanan menopang daguku. Terus tersenyum melihat keantusiasan nya.

Soal adik, aku boleh minta satu tidak ya pada ayah?

Haha, macam-macam saja. Tidak deh aku becanda.

"Lalu bagaimana denganmu?" sekarang terbalik, dia yang menopang dagu sambil tersenyum dan aku yang bercerita ini itu padanya.

Aku tak menceritakan soal keluargaku tentu saja. Aku hanya menceritakan kehidupanku selama di Hogwarts.

Kadang dia tertawa lebar saat aku menceritakan kekonyolan rombongan ular padanya.

"Tak kusangka bisa begitu, padahal dilihat dari luar berbeda sekali" katanya setelah selesai tertawa.

"Benarkah?" aku menatapnya, mengangkat satu alis ku sambil meminum teh.

Dia mengangguk membenarkan.

"Mata kalian sungguh tajam, wajah kalian terlihat tidak ramah. Apalagi saat kalian beramai-ramai berjalan menuju kelas, seperti bisa membunuh orang dengan tatapan kalian. Beda lagi saat kalian bercanda, aku malu mengakuinya tapi memang benar. Itu pemandangan yang indah" katanya lalu menunduk menyembunyikan wajahnya yang memerah. Aku tersenyum jahil padanya.

Tapi aku merasa janggal sedikit nih.

"Memang benar? Kau membenarkan siapa?" aku menatapnya menyelidik.

"Eh anu, anak-anak perempuan hogwarts yang bilang begitu. Katanya kalian memang punya banyak kelebihan, dan kekurangan kalian itu hanya sangat jahil mungkin?. Entahlah aku tak menyimak dengan benar hehe" katanya tersenyum sampai matanya berbentuk bulan sabit.

Mendengar dia berkata begitu, aku jadi ingin menjahilinya. Aku tersenyum jahil.

"Oh yaa? Mengapa tak menyimak dengan benar? Jangan-jangan kau begitu terpesona jadi tak mendengar orang bicara" aku tersenyum jahil sambil menutup bibirku dengan satu tangan.

Dia kelabakan. Wajahnya tambah memerah. Lucunya.

Aku tak kuat lagi. Aku mencubit kedua pipinya gemas.

"Awlynx lewpas" dia memegang kedua tanganku yang ada di pipinya dengan wajah kesal.

"Hehe maaf-maaf, habisnya kau menggemaskan" aku melepaskan kedua tanganku, lalu mengelus kedua pipinya yang tambah memerah karna cubitanku.

Dia berdiri lalu memandangku dengan wajah kesal. Takut tidak ingin tertawa iya.

Hahh.

Aku ikut berdiri lalu berjalan menghampiri nya. Tak ada lagi senyum, aku memperhatikan nya dengan serius. Bukan datar atau tajam.









Voment

Voment

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sirius Son ɪv (end) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang